Dituntut 13 Tahun di Kasus Suap Perkara, Hasbi Hasan Dianggap Rusak Citra MA

Eks sekretaris MA Hasbi Hasan juga dituntut mengembalikan uang Rp 3,88 miliar.

Republika/Thoudy Badai
Terdakwa Sekretaris Mahkamah Agung (MA) nonaktif Hasbi Hasan.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Mahkamah Agung (MA) nonaktif Hasbi Hasan dituntut jaksa penuntunt umum (JPU) hukuman penjara selama 13 tahun dan delapan bulan. Hasbi dipandang layak dihukum berat karena merusak nama baik MA yang merupakan lembaga peradilan tertinggi di Tanah Air.

"Menuntut majelis hakim untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasbi Hasan dengan pidana penjara selama 13 tahun dan 8 bulan, dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan," kata JPU KPK Ariawan Agustiartono dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Kamis (14/3/2024).


Baca: KPPU Gandeng PPATK Usut Persekongkolan Merger dan Akuisisi Perusahaan

JPU KPK juga menuntut agar hakim menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 3,88 miliar kepada Hasbi. JPU KPK meyakini Hasbi telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

Hukuman itu dibebankan kepada Hasbi karena JPU KPK mempertimbangkan sejumlah faktor pemberatan hukuman. Salah satunya karena perbuatan Hasbi Hasan dinilai merusak citra MA di mata masyarakat.

"Hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, perbuatan terdakwa merusak kepercayaan masyarakat terhadap MA R," ujar Ariawan.

JPU KPK juga memandang Hasbi pantas dihukum berat karena meraup untung dari aksi korupnya. "Terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan, terdakwa sebagai orang yang menghendaki keuntungan dari tindak pidana," ujar Ariawan.

Satu-satunya hal yang pantas jadi alasan hakim meringankan hukuman adalah karena Hasbi belum pernah dihukum. Kasus itu berawal saat debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka mengajukan kasasi ke MA lantaran tidak puas putusan PN Semarang yang membebaskan terdakwa Budiman Gandi Suparman.

Heryanto kemudian menunjuk Theodorus Yosep Parera sebagai pengacaranya. Setelah itu, Heryanto menghubungi kenalannya, yakni eks Komisaris Wika Beton, Dadan Tri Yudianto yang memiliki relasi di MA untuk meminta bantuan mengawal proses kasasi tersebut. Keduanya pun membuat kesepakatan.

Dari komunikasi antara Heryanto dan Yosep Parera ada sejumlah skenario yang diajukan untuk mengabulkan kasasi tersebut. Skenario itu disebut dengan istilah 'jalur atas' dan 'jalur bawah' dan disepakati penyerahan sejumlah uang ke beberapa pihak yang memiliki pengaruh di Mahkamah Agung.

Salah satunya adalah Hasbi Hasan selaku sekretaris MA. Selanjutnya, Heryanto memerintahkan Yosep Parera untuk mengirimkan susunan majelis hakim tingkat kasasi ke Dadan pada Maret 2022. Lalu, Heryanto bertemu dengan Dadan dan Yosep Parera di Rumah Pancasila Semarang, Kota Semarang, Jawa Tengah sebagai bentuk keseriusan pengawalan kasasi di MA.

Dalam pertemuan itu, Dadan juga sempat melakukan komunikasi dengan Hasbi melalui sambungan telepon. Dia meminta Hasbi untuk turut serta mengawal dan mengurus kasasi perkara Heryanto di MA dengan disertai adanya pemberian sejumlah uang.

Hasbi sepakat dan menyetujui untuk turut ambil bagian dalam mengawal dan mengurus kasasi itu. Setelah terjalin kesepakatan, terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan terbukti bersalah di tingkat kasasi dan dipenjara lima tahun.

Kemudian, sekitar Maret sampai dengan September 2022 Heryanto mentransfer uang ke Dadan sebanyak tujuh kali dengan jumlah sekitar Rp 11,2 miliar. Eks komisaris Independen Wijaya Karya, Dadan Tri Yudianto sudah divonis penjara lima tahun, denda 1 miliar dan kewajiban membayar uang pengganti Rp 7,95 miliar.

Vonis terhadap Dadan itu jauh dari tuntutan yang diajukan JPU KPK berupa hukuman penjara selama 11 tahun 5 bulan.


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler