Puasa Ramadhan dan Era Post-Truth

Ada sejumlah tantangan di bulan Ramadhan dalam era post-truth.

UMY
Dosen Komunikasi & Penyiaran Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Dr Subkhi Ridho.
Red: Irfan Fitrat

Oleh: Dr Subkhi Ridho


Dosen Komunikasi & Penyiaran Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)

 

REPUBLIKA.CO.ID, Ramadhan, bulan suci dalam agama Islam, memberikan kesempatan bagi umat Muslim untuk meningkatkan spiritualitas dan keimanan melalui berbagai amalan ibadah, termasuk puasa, shalat, dan tilawah Alquran. 

Namun, di tengah era post-truth (pasca-kebenaran) yang semakin merajalela, di mana kebenaran sering kali diabaikan atau bahkan disalahkan, bagaimana Ramadhan mempertahankan nilai-nilai kebenaran dan integritas dalam masyarakat? Pertanyaan itu mengemuka saat ini. Saat yang benar menjadi salah, dan sebaliknya, sangat terasa belakangan ini.

Era post-truth, merujuk pada Oxford Dictionaries, maknanya mengacu pada periode yang ditandai oleh dominasi emosi dan keyakinan pribadi atas fakta objektif dalam membentuk opini publik. Di era ini, kebenaran sering kali diabaikan atau disalahkan demi mendukung narasi yang sesuai dengan kepentingan individu atau kelompok tertentu semata.

Di era post-truth, siapa pun yang ingin memengaruhi opini publik harus berkonsentrasi pada penciptaan wacana yang mudah diterima dan menekankan apa yang akan memuaskan emosi dan kepercayaan audiens, daripada fakta nyata. 

Akibatnya, penyebaran kabar palsu atau hoaks juga semakin meningkat, terutama melalui platform media sosial, yang memungkinkan informasi tanpa verifikasi menyebar dengan cepat dan luas. Inilah era yang disebut kebohongan menjadi raja.

Era post-truth dimulai saat proliferasi atau suburnya berita palsu di internet. Seperti komentar-komentar yang menghina (hampir fitnah) dan diunggah setiap hari ke platform komunikasi daring, atau mendiskreditkan institusi melalui komentar (sering kali anonim) yang diunggah di media daring maupun laman-laman berita, terlebih di media sosial yang tumbuh makin subur (Camacho, 2019).

Dalam konteks Ramadhan, puasa tidak hanya melibatkan menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menuntut umat Islam untuk meningkatkan kesadaran spiritual dan moral. Puasa mengajarkan nilai-nilai, seperti kesabaran, kejujuran, dan keikhlasan. Dalam hal ini, Ramadhan memainkan peran penting dalam memperkuat nilai-nilai kebenaran dan integritas dalam masyarakat.

Puasa Ramadhan mendorong umat Islam untuk menjadi jujur dalam menjalankan ibadahnya. Hal ini mencakup tidak hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga berusaha untuk menjadi jujur dalam pikiran, perkataan, dan tindakan. Kejujuran adalah landasan dari nilai-nilai kebenaran dan integritas.

Bulan Ramadhan memberikan kesempatan bagi umat Islam untuk memperdalam hubungan dengan Allah SWT melalui ibadah, tilawah Alquran, dan introspeksi diri. Kesadaran spiritual yang diperoleh selama Ramadhan dapat membantu individu untuk mengidentifikasi dan menghindari godaan untuk menyebarkan atau mempercayai kabar palsu.

Ramadhan juga merupakan waktu di mana umat Islam lebih aktif berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan amal. Melalui penggalangan dana, pemberian makanan kepada yang membutuhkan, dan berbagai kegiatan lainnya, komunitas Muslim dapat memperkuat nilai-nilai kebenaran dan integritas dalam tindakan mereka.

Meskipun Ramadhan memiliki potensi untuk memperkuat nilai-nilai kebenaran dan integritas, namun ada tantangan yang perlu diatasi dalam era post-truth:

Penyebaran kabar palsu

Di era digital, penyebaran kabar palsu atau hoaks dapat dengan mudah mengganggu suasana Ramadhan yang penuh dengan ketenangan dan introspeksi. Individu agar senantiasa waspada terhadap informasi yang tidak diverifikasi dan seyogianya mengandalkan sumber-sumber yang tepercaya.

Manipulasi opini publik

Di tengah intensifikasi politisasi agama dan polarisasi sosial, Ramadhan dapat menjadi sasaran untuk manipulasi opini publik melalui narasi yang tidak benar atau menyesatkan. Penting kiranya bagi umat Muslim untuk tetap kritis terhadap informasi yang mereka terima dan tidak terjebak dalam penyebaran narasi yang bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran.

Pembentukan persepsi yang tepat

Ramadhan menawarkan kesempatan bagi umat Islam untuk memperbaiki persepsi mereka tentang diri sendiri dan orang lain. Namun, dalam era post-truth, persepsi dapat mudah dipengaruhi oleh informasi yang tidak benar atau manipulatif. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa informasi yang diterima selama Ramadhan adalah akurat dan bermanfaat untuk pengembangan diri.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler