Diduga Cabuli Santri, Modus Bapak-Anak Pengasuh Ponpes di Trenggalek Diungkap
Kedua tersangka disebut tidak saling mengetahui tindakan pencabulan terhadap santri.
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Polisi masih mendalami kasus dugaan pencabulan terhadap sejumlah santri di salah satu pondok pesantren (ponpes) wilayah Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Polres Trenggalek sudah menetapkan dua pengasuh ponpes sebagai tersangka dan menahannya.
Dua pengasuh ponpes itu berinisial M (72 tahun) dan F (37). Mereka merupakan bapak dan anak. Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Trenggalek AKP Zainul Abidin mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan sejauh ini, masing-masing tersangka diduga melakukan tindakan pencabulan tersendiri.
“Keduanya tidak saling mengetahui satu sama lain jika sama-sama melakukan pencabulan terhadap santri di pondok tersebut,” kata Abidin, Rabu (20/3/2024).
Menurut Abidin, modus tersangka M diduga mengiming-iming sejumlah uang kepada santri perempuan dan melakukan pencabulan. “Kalau (tersangka) F lebih ke menyuruh bersih-bersih ruangan tertentu, lalu melakukan pencabulan di ruangan tersebut,” ujar dia.
Abidin mengatakan, tersangka dijerat dengan Pasal 76 E juncto Pasal 82 Ayat 1, 2, dan Ayat 4 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang. Ancaman hukumannya disebut minimal lima tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara.
Korban
Sementara ini, menurut Abidin, diduga ada 12 santri yang menjadi korban pencabulan. Diduga ada korban yang sampai dua kali mengalami tindak pencabulan. Adapun kebanyakan diduga hanya sekali.
Abidin mengatakan, penyidik telah mengumpulkan keterangan dari sepuluh korban. Sementara dua korban lain belum bisa dimintai keterangan karena pendampingnya belum siap dan lokasinya jauh dari pusat kota Trenggalek. Namun, penyidik tetap menjadwalkan pemeriksaan terhadap keduanya. “Butuh waktu untuk komunikasi dan membuat jadwal lagi,” ujar Abidin.
Menurut Abidin, dari 12 korban itu, ada yang sudah lulus. Ada juga yang masih bersekolah. Di ponpes tersebut ada sejumlah satuan pendidikan, yaitu madrasah diniyah, madrasah tsanawiyah/SMP, madrasah aliyah, dan SMK.
Abidin mengatakan, para korban sudah menjalani visum dan mendapatkan pendampingan. “Hasilnya sehat walafiat dan sudah mendapatkan pendampingan dari Dinsos," kata Abidin.