TPN Ganjar-Mahfud Sebut Kecurangan Pemilu Bersumber dari Nepotisme

TPN mengaku sudah menyampaikan seluruh masalah Pemilu 2024 kepada MK.

Republika/Bayu Adji P
Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud Todung Mulya Lubis saat konferensi pers usai mengajukan gugatan PHPU di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Sabtu (23/3/2024).
Rep: Bayu Adji P Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Pemenangan Nasional (TPN) pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD resmi mengajukan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Sabtu (23/3/2024) sore. Melalui gugatan itu, TPN ingin MK mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 2 dan melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh Indonesia. 

Baca Juga


Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud Todung Mulya Lubis mengatakan, pemilu merupakan momen yang sangat menentukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, pelaksanaan pemilu 2024 dinilai tidak demokratis, karena adanya pasangan calon yang melanggar konstitusi. 

"Kita lihat asal muasal ini adalah nepotisme. Sekali lagi nepotisme yang membuahkan abuse of power, penyalahgunaan kekuasaan yang terkoordinasi," kata dia saat konferensi pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Sabtu sore.

Menurut Todung, nepotisme itulah yang menjadi inti persoalan yang saat ini dihadapi negara ini. Menurutnya, nepotisme itu melahirkan abuse of power yang punya ramifikasi yang begitu banyak.

Ia menyebutkan, salah satu ramifikasi dari nepotisme itu adalah keluarnya Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Selain itu, ada pula putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang terkait dengan putusan MK tersebut. 

"Nah ramifikasi yang lain apa? intervensi kekuasaan. Kemudian politisi bansos. Itu ratimikasinya. Dan, kriminalisasi kepala desa yang begitu banyak yang kita saksikan di banyak tempat," ujar Todung.

Ia mengatakan, pihaknya telah mengikuti kegiatan kampanye yang dilakukan oleh pasangan Ganjar-Mahfud ke berbagai daerah. Dalam kegiatan kampanye itu, ia mengaku bertemu dengan kepala desa, lurah, hingga aktivis, yang menjadi korban kriminalisasi dan intimidasi.

Todung menilai, hal itu hanya sebagian dari poin dalam permohonan TPN Ganjar-Mahfud kepada MK. Di luar itu, masih ada masalah penyalahgunaan sistem IT Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dinilai tidak bisa diterima. 

"Sirekap salah satu contoh, dan kami sudah bertemu dengan banyak pihak yang mengatakan banyak sekali masalah dengan Sirekap. Dan penggelembungan suara itu bisa terjadi di sana. Ada lagi masalah DPT bermasalah" kata dia.

Menurut Todung, saat ini masalah tersebut sudah semua disampaikan kepada MK. Karena itu, ia berharap MK dapat menjaga konstitusi untuk menegakkan demokrasi. 

"Dan, MK diuji apakah dia akan bertahan sebagai Mahkamah Konstitusi atau akan menjadi kepanjangan tangan kekuasaan. Saya kira, kepada MK untuk membuktikan dirinya di panggung sejarah Indonesia," kata dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler