Tim Medis Suarakan Kondisi Mengerikan Rumah Sakit di Gaza
Tim medis kelelahan dan kekurangan pasokan kebutuhan medis untuk pasien rumah sakit.
REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Dokter anak di unit gawat darurat Tanya Haj-Hassan salah satu dari tujuh relawan medis di Rumah Sakit Syahid al-Aqsa di Deir el-Balah, Gaza tengah, selama dua pekan. Dokter dari Yordania itu mengatakan semua anggota timnya lelah.
"Tim kami sudah melakukan ini selama lima hari dan kami kelelahan. Saya tidak bisa membayangkan apa yang dihadapi tim Gaza yang sudah 162 hari di sini, melakukan selama 24 jam satu pekan, tanpa sumber daya," katanya seperti dikutip Aljazirah, Kamis (28/3/2024).
Rumah Sakit Syahid al-Aqsa memiliki 800 pasien tapi hanya 160 ranjang. Banyak yang terpaksa berbaring di matras atau selimut di koridor-koridor. Beberapa staf berkejaran dengan waktu, sementara kerap harus mengatasi kedukaan mereka sendiri.
“Tim medis bekerja keras. Kebanyakan dari mereka kehilangan anak, istri, atau orang tua. Meski begitu, mereka tetap melanjutkan pekerjaan mereka. Ini menunjukkan tekanan psikologis yang mereka hadapi,” kata seorang perawat asal Yordania Mustafa Abu Qassim.
Pekan yang lalu konsultan dokter bedah Inggris yang menjadi sukarelawan di Gaza, Dr Nick Maynard mengatakan pengalamannya di kantong pemukiman Palestina tersebut sangat mengejutkan. Hal ini disampaikan usai Israel menggelar serangan ke Rumah Sakit al-Shifa di Kota Gaza yang menewaskan sejumlah orang dan melukai puluhan lainnya.
"Saya sudah pergi ke Gaza selama hampir 15 tahun, dan saya pikir saya sudah siap dengan apa yang akan saya lihat. Tapi saya melihat kasus-kasus terburuk sepanjang 30 tahun karir saya di Rumah Sakit al-Aqsa," kata Maynard seperti dikutip dari Aljazirah, Selasa (19/3/2024).
“Cedera klinis yang mengerikan, kebanyakan menimpa anak-anak dan perempuan. Luka bakar yang parah, luka traumatis, dan tidak ada ruang untuk menangani kasus tragis ini,” katanya.
Maynard mengenang luka bakar parah seorang gadis kecil hingga tulangnya dapat terlihat. "Ia jelas tidak memiliki peluang untuk selamat dan akan meninggal dunia, tapi saya tidak memiliki obat pereda rasa sakit untuknya, ia meninggal dengan penuh kesakitan di lantai departemen gawat darurat," katanya.