Harga Tiket Pesawat Disebut Naik, Bos Garuda: Itu Gosip

Dirut Garuda Indonesia menepis adanya kenaikan harga tiket.

Republika/Thoudy Badai
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Irfan Setiaputra.
Rep: Rahayu Subekti Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mobilitas masyarakat menjelang mudik dan Lebaran Idul Fitri 2024 diproyeksikan akan meningkat dan muncul sejumlah keluhan berkaitan dengan harga tiket pesawat yang mahal. Berkaitan dengan hal tersebut, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menepis adanya kenaikan harga tiket.

Baca Juga


"Nggak, itu (harga tiket naik) gosip murahan saja," kata Irfan di Jakarta, Senin (1/4/2024) malam.

Irfan menganggap pihak yang mengajukan komplain di media sosial berkaitan dengan harga tiket mahal berarti bukan penumpang pesawat. Sebab, Irfan menegaskan, Garuda Indonesia tidak pernah menaikkan harga tiket karena selama ini sudah cukup mahal.

Irfan menuturkan, maskapai juga dibatasi dengan aturan Kementerian Perhubungan dalam menerapkan harga tiket melalui tarif batas bawah dan atas. "Nah batas atas yang kita tentukan ini sudah dari 2019 nggak pernah naik. Kami nggak pernah naik," tutur Irfan.

Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat adanya deflasi tarif angkutan udara pada momen Ramadhan tahun ini. Irfan menilai, jika BPS menangkap data tersebut maka juga berkaitan dengan program yang dibuat Garuda dalam memberikan promo perjalanan pada momen Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri 2024.

"Yang deflasi itu kaitannya digabungkan sama beberapa program yang kita bikin seperti berlebaran di Jakarta," ucap Irfan.

Irfan menegaskan, sejumlah rute yang diterbangkan Garuda Indonesia juga tidak terlalu mahal dan masih seperti biasanya. Untuk itu, Irfan mengaku heran jika ada pihak yang menganggap adanya kenaikan harga tiket.

Sebelumnya, BPS mengungkapkan pada momen Ramadhan dan Lebaran pada 2022 dan 2023 kelompok yang biasanya paling dominan memberikan sumbangan andil inflasi pada periode tersebut biasanya adalah kelompok makanan minuman dan tembakau serta transportasi. Meskipun begitu, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menuturkan, kondisi pada Ramadhan tahun ini berbeda.

“Berbeda dengan kondisi historis tersebut, pada periode Ramadhan tahun ini kelompok pengeluaran yang memberikan andil inflasi selain makanan minuman dan tembakau yang terbesar kedua adalah perawatan pribadi dan lainnya dengan andil inflasi 0,04 persen,” kata Amalia dalam konferensi pers, Senin (1/4/2024).

Amalia menyebut, pada Ramadhan tahun ini kelompok transportasi memberikan andil inflasi yang lebih rendah yaitu sebesar 0,01 persen pada Maret 2024. Hal rersebut didorong oleh tarif angkutan udara yang pada Bulan Ramadhan 2024 ternyata mengalami deflasi sebesar 0,97 persen. 

“Terdapat 20 provinsi yang mengalami deflasi tarif angkutan udara dan 17 provinsi mengalami inflasi tarif angkutan udara. Sedangkan satu provinsi lainnya stabil,” ucap Amalia. 

Amalia mengungkapkan, penyebab tarif angkutan udara yang mengalami deflasi karena pada Maret 2024 masih sedikit masyarakat yang belum menggunakan moda angkutan udara. Lalu dari sisi dari sisi supply memang banyak maskapai yang tidak menaikkan tarinya. 

“Jadi ini tentunya ada mekanisme supply dan demand dan bahkan ada yang memberikan tarif udara lebih rendah dibandingkan Februari 2024,” ujar Amalia. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler