Yusril: Usul Hadirkan Kepala BIN Budi Gunawan di Sidang MK Hanya Celetukan

Tim Prabowo-Gibran tidak pernah melayangkan surat pemanggilan Budi Gunawan.

Republika/Prayogi
Ketua Tim Hukum Prabowo-Gibran Yusril Ihza Mahendra
Rep: Febryan A Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra mengklarifikasi soal pihaknya mengusulkan Mahkamah Konstitusi (MK) menghadirkan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024.

Baca Juga


Yusril menjelaskan, anggota Tim Pembela Prabowo-Gibran, Nicholay Aprilindo mengusulkan pemanggilan Kepala BIN sebagai respons spontan saja. Ini karena Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis meminta MK memanggil Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Sebenarnya, ujar dia, Tim Pembela Prabowo-Gibran tidak pernah melayangkan surat permohonan agar MK memanggil Kepala BIN. "Enggak ada surat resmi, jadi teman aja nyeletuk ngomong," kata Yusril kepada wartawan, usai sidang, Selasa (2/4/2024).

Yusril memastikan, pihaknya tak akan melayangkan surat permohonan agar MK memanggil Kepala BIN. Sebab, majelis hakim dalam persidangan menyatakan bahwa sudah memutuskan hanya akan memanggil empat menteri.

Karena itu, pakar hukum tata negara itu yakin majelis hakim tak akan mengabulkan permintaan untuk memanggil Kepala BIN ataupun Kapolri. "Jadi permintaan dari kubu Pak Ganjar dan Pak Mahfud pun untuk menghadirkan Kapolri tampaknya juga tidak akan dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi," ujarnya.

 

 

Pasangan Ganjar-Mahfud lewat kuasa hukumnya, Todung Mulya Lubis diketahui meminta MK Kapolri untuk dimintai keterangannya dalam persidangan. Menurut Todung, keterangan dari Sigit diperlukan mengingat ada banyak laporan terkait ketidaknetralan aparat kepolisian sepanjang masa kampanye Pilpres 2024.

Ketua majelis hakim sekaligus Ketua MK Suhartoyo dalam persidangan mengatakan, para hakim akan mempertimbangkan usulan memanggil Kepala BIN dan Kapolri tersebut. Pasalnya, majelis hakim lah yang memutuskan apakah majelis membutuhkan keterangan Kapolri dan Kepala BIN untuk memutus perkara.

Kendati akan membahas usulan tersebut dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH), Suhartoyo mengingatkan bahwa menghadirkan dua pejabat tinggi negara itu dapat mengganggu jadwal persidangan mengingat sidang sengketa pilpres berlangsung cepat. Apalagi, majelis hakim dalam sidang pekan lalu sudah menampung usulan untuk menghadirkan pejabat negara.

"Sebenarnya sudah selesai di kemarin (sidang pekan lalu terkait usulan menghadirkan pejabat negara). Hari ini sebenarnya sudah tidak menerima itu (usulan) karena nanti tidak ada kepastian step-step jadwal sidang ini. Tapi, nanti akan kami diskusikan dengan para hakim," ujarnya.

Dalam sidang pekan lalu, pasangan Ganjar-Mahfud meminta MK menghadirkan Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menko PMK Muhadjir Effendy. Dalam kesempatan sama, pasangan Anies-Muhaimin meminta MK menghadirkan Risma, Sri Mulyani, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, dan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto. Tujuannya untuk membuktikan dalil bahwa Jokowi menggunakan bansos untuk kepentingan pemenangan Prabowo-Gibran. 

Suhartoyo dalam sidang pada Senin (1/4/2024) menyatakan bahwa majelis hakim akan meminta keterangan dari Risma, Sri Mulyani, Muhajir Effendy, dan Airlangga Hartarto, serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Mereka semua akan dihadirkan dalam sidang lanjutan pada Jumat (5/4/2024).

"Yang sudah pasti itu (4 menteri dan DKPP), sehingga ikuti saja karena yang punya pertimbangan bahwa dibutuhkan atau tidak itu (keterangan mereka) adalah mahkamah," ujar Suhartoyo.

Sebagai gambaran, kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud punya petitum serupa dalam gugatan mereka di MK. Pertama, mereka meminta MK membatalkan keputusan KPU terkait hasil Pilpres 2024. Kedua, diskualifikasi Prabowo-Gibran.

Ketiga, mereka meminta MK memerintahkan KPU menggelar pemungutan suara ulang Pilpres 2024. Mereka punya alasan serupa mengajukan petitum tersebut, yakni karena menilai pencalonan Gibran bermasalah dan menganggap telah terjadi pelanggaran bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam penyelenggaraan Pilpres 2024. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler