Tim Anies-Muhaimin Ingin Jokowi Juga Dipanggil MK
MK sebelumnya sudah menginstruksikan memanggil empat menteri Jokowi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar 'AMIN' mengatakan ingin agar Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) juga dipanggil oleh Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dihadirkan dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU). Kehadiran Jokowi dianggap bisa semakin memperjelas kebenaran dugaan kecurangan Pilpres 2024.
Tim AMIN selaku pemohon 1 dalam sengketa Pilpres 2024 diketahui memang kerapkali menyinggung Jokowi mengenai kecurangan Pemilu yang diklaim terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Selain Tim AMIN, Tim Ganjar-Mahfud juga melayangkan gugatan yang juga banyak menyasar ke Jokowi. Sehingga pemanggilan Jokowi dianggap relevan.
"Kami sebenarnya ingin mengusulkan juga Pak Jokowi diundang, dipanggil karena kan penting sekali," kata anggota Tim Hukum AMIN Bambang Widjojanto.
Bambang menyebut, pihaknya memungkinkan untuk meminta kepada MK agar turut memanggil Jokowi yang diketahui melakukan cawe-cawe untuk memenangkan paslon 02 Prabowo-Gibran. Sebelumnya Tim AMIN mengusulkan kepada MK untuk memanggil para menteri Jokowi mengenai dugaan kecurangan, seperti penyalahgunaan anggaran dan pembagian bansos untuk memenangkan paslon 02.
Senada, Co-Kapten Tim Nasional (Timnas) AMIN Sudirman Said mengatakan, siapa saja bisa saja dipanggil oleh MK, termasuk Preside RI Jokowi. Hal itu agar terkuak kebenaran-kebenaran dugaan kecurangan Pemilu di dalam persidangan.
"Pasti ada dialektika antara para penasihat hukum baik pemohon maupun termohon dan juga para saksi dan para ahli. Jadi bisa saja memanggil siapapun yang layak dipanggil," kata Sudirman.
Menurutnya, jika Presiden Jokowi juga dipanggil oleh MK nantinya, diharapkan yang bersangkutan bisa hadir dalam persidangan dan memberikan kesaksian. "Saya kira semua warga negara bila dipanggil oleh pengadilan apalagi oleh Mahkamah Konstitusi, maka harus hadir," ujar dia.
Adapun mengenai empat menteri yang bakal dihadirkan dalam persidangan pada Jumat (5/4/2024), Sudirman menuturkan, bahwa keempat pembantu Jokowi itu mesti hadir dan memberikan kesaksian. Keempatnya yakni Menteri PMK Muhadjir Effendy, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Sosial Tri Rismaharini, dan Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto.
"Saya kira itu baik (pemanggilan menteri) dan saya yakin bahwa para menteri juga akan memenuhi undangan. Jadi karena ada tiga aspek yang harus ditempuh atau dicapai oleh MK, nomor satu tentu saja menunaikan hak konstitusional dari paslon yang merasa dirugikan. Yang kedua adalah sarana klarifikasi semua hal supaya semua terbuka di depan publik. Yang ketiga pendidikan politik bagi warga," Jelas Sudirman.
"Jadi saya kira siapa pun yang diundang menjadi memberi keterangan, menjadi saksi, wajib untuk hadir," tegasnya.
Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari juga berharap MK turut menghadirkan Presiden Jokowi dalam persidangan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024. Hal itu untuk menguak kebenaran mengenai dugaan kecurangan dalam Pilpres 2024.
Harapan itu terkait permohohan PHPU yang diajukan paslon presiden dan wakil presiden nomor urut 01, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar 'AMIN', serta paslon nomor urut 03, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, pada 27 Maret 2024.
Feri berpendapat, pokok-pokok permohonan PHPU yang telah disampaikan kuasa hukum paslon 01 dan paslon 03 mempertegas argumentasi bahwa cawe-cawe Presiden Jokowi, yang mendukung paslon 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memengaruhi hasil Pilpres 2024.
Dia menjelaskan, banyak orang yang salah paham bahwa argumentasi tersebut mengarah kepada Presiden, padahal PHPU seharusnya hanya terkait selisih suara Pemilu 2024. Dari penjelasan tim kuasa hukum paslon 01 dan paslon 03 terungkap bahwa akibat Presiden menggunakan kekuasaannya, hasil pemilu menjadi berubah.
"Jadi, yang dipermasalahkan itu tidak sekadar angka di ujung, tetapi apa yang menyebabkan angka di ujung menjadi seperti itu. Langkah-langkah Presiden menggunakan kekuasaannya berupa abuse of power untuk merusak proses Pemilu, sehingga hasilnya tidak benar," ujar Feri dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa.
Feri menyampaikan bahwa paslon 01 dan 03 memiliki data dan bukti masing-masing mengenai dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dari pejawat. Dalam permohonan PHPU kuasa hukum paslon 01 mengungkapkan, data tentang penentuan penjabat gubernur yang ditugaskan untuk memenangkan paslon 02 Prabowo-Gibran pada Pemilu 2024.
Kuasa hukum paslon 3 juga membuat peta yang memperlihatkan kemana saja Presiden Jokowi bergerak dan membagikan bantuan sosial (bansos), yang bisa dikonversi menjadi kenaikan suara bagi paslon 02.
"Kalau kita mau coba melihat dari apa yang digambarkan tim kuasa hukum paslon 03, kunjungan Presiden kemana bansos 'gentong babi' disalurkan itu, terjadi konversi suara. Jadi suara pemilih dicurangi gara-gara bantuan 'gentong babi'," ujar dia.
Hakim MK, menurut hematnya, harus menggali untuk mendapatkan proporsi yang adil terkait hasil Pemilu 2024. Bukan hanya berpatokan pada menghitung angka suara masing-masing paslon.
"Sebenarnya hakim MK ini tidak boleh berpikiran normatif, tidak boleh berpatokan pada keadilan yang istilahnya formalitas. Kalau hanya persoalkan angka-angka, kita tinggal panggil anak matematika anak MIPA, atau statistika suruh hitung, karena mereka lebih jago dari hakim MK," ujar Feri.
Lebih lanjut, terkait saksi-saksi yang dihadirkan dalam sidang permohonan PHPU, Feri berpendapat, MK sebaiknya menghadirkan Presiden Jokowi. Pasalnya, permohonan PHPU yang diajukan paslon 01 dan paslon 03 sama-sama menggugat keterlibatan presiden yang mengacaukan proses pemilu yang jujur dan adil. Dia menyampaikan, kehadiran Presiden Jokowi di sidang permohonan PHPU bukan tanpa alasan karena selain dugaan cawe-cawe yang disampaikan kuasa hukum paslon 01 dan paslon 03, Presiden Jokowi secara eksplisit mengakui bahwa dia cawe-cawe ketika menegaskan bahwa presiden boleh memihak.
"Tuduhan itu banyak mengarah kepada Presiden. Hakim MK harus meminta Joko Widodo menjadi saksi," kata dia.
Presiden Jokowi pekan lalu enggan mengomentari soal namanya yang disebut-sebut dalam sengketa Pilpres yang diajukan Timnas Amin (Anies-Muhaimin) di sidang MK. Nama Jokowi dinilai sebagai aktor besar yang melakukan intervensi dalam Pilpres 2024.
"Loh saya tidak mau berkomentar yang berkaitan dengan MK," kata Jokowi di Mercure Convention Center, Jakarta Utara, Kamis (28/3/2024).