Ini Alasan Dilarang Keras Nyetir Saat Mabuk, Bisa Hilangkan Nyawa

Minuman keras atau minuman beralkohol bisa menurunkan konsentrasi pengemudi.

Dok. Freepik
Seorang pria mabuk saat menyetir mobil (ilustrasi). Ada banyak alasan mengapa dilarang keras menyetir kendaraan saat mabuk.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyetir kendaraan dalam kondisi mabuk bisa membahayakan keselamatan diri sendiri dan orang lain. Belum lama ini misalnya, seorang pengendara ojol tewas setelah ditabrak oleh mahasiswa yang berkendara dalam kondisi mabuk akibat minuman beralkohol. Mengapa minuman beralkohol bisa mengacaukan kemampuan berkendara secara signifikan?

Baca Juga


Secara umum, alkohol merupakan senyawa yang bila dikonsumsi dapat menurunkan fungsi otak, mengganggu kemampuan berpikir dan bernalar, serta menghambat koordinasi otot. Ironisnya, semua keterampilan tersebut sangat dibutuhkan untuk mengemudikan kendaraan dengan aman.

Ketika alkohol dikonsumsi, alkohol akan diserap secara langsung melalui dinding-dinding lambung dan usus halus. Setelah itu, alkohol akan masuk ke aliran darah dan terakumulasi sampai alkohol dimetabolisme oleh organ hati.

"Ketika kadar alkohol meningkat di dalam sistem peredaran darah seseorang, efek negatifnya pada sistem saraf pusat akan meningkat," jelas National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA) melalui laman resminya, seperti dikutip pada Rabu (3/4/2024).

Kadar alkohol di dalam tubuh seseorang dapat diukur berdasarkan berat alkohol yang terdapat di dalam darah atau dikenal sebagai Blood Alcohol Concentration (BAC). Risiko kecelakaan akibat berkendara dalam kondisi mabuk cenderung meningkat secara pesat ketika pengemudi memiliki BAC sebesar 0,08 gram alkohol per desiliter darah (g/dL) atau lebih.

Oleh karena itu, sejumlah negara menerapkan batas maksimal BAC bagi pengemudi. Di 50 negara bagian Amerika Serikat misalnya, seorang individu dengan BAC 0,08 g/dL atau lebih dilarang untuk menyetir kendaraan. Bahkan di Utah, batas maksimal BAC untuk pengemudi adalah 0,05 g/dL.

Meski begitu, bukan berarti pengendara dengan BAC yang lebih rendah mampu menyetir kendaraan dengan aman. Pada 2021 di AS misalnya, tercatat ada 2.266 orang yang terbunuh dalam kecelakaan terkait alkohol, di mana para pengemudi memiliki BAC sebesar 0,01-0,07 g/dL. Berikut ini adalah deretan kekacauan dalam berkendara yang bisa dialami pengemudi dengan BAC 0,02-0,15 g/dL:

1. BAC 0,02 g/dL: Penurunan fungsi visual dan penurunan kemampuan untuk melakukan dua hal dalam satu waktu. Pengemudi bisa mulai mengalami perubahan suasana hati dan kehilangan sedikit kemampuan untuk menilai situasi.

2. BAC 0,05 g/dL: Penurunan koordinasi, penurunan kemampuan untuk mengikuti objek yang bergerak cepat, kesulitan menyetir, serta penurunan respons terhadap situasi berkendara darurat. Pengemudi bisa menunjukkan perilaku berlebihan, kehilangan sedikit kontrol otot (seperti susah memfokuskan mata), serta kewaspadaan menurun.

3. BAC 0,08 g/dL: Gangguan konsentrasi, muncul kehilangan ingatan jangka pendek, kesulitan mengontrol kecepatan mobil, penurunan kemampuan dalam memproses informasi, serta gangguan persepsi. Koordinasi otot memburuk, sulit mendeteksi bahaya, kurang mampu mengendalikan diri.

4. BAC 0,10 g/dL: Penurunan kemampuan untuk menjaga mobil melaju di dalam jalur dan kesulitan untuk mengerem dengan benar. Pengemudi bisa mengalami penurunan signifikan terhadap reaksi waktu dan kontrol, berbicara tidak jelas, koordinasi buruk, serta kemampuan berpikir melambat.

5. BAC 0,15 g/dL: Gangguan yang lebih substansial dalam mengontrol mobil, kesulitan untuk memerhatikan proses berkendara, serta kesulitan untuk memproses informasi visual dan suara. Pengemudi memiliki kontrol otot yang jauh lebih rendah, bisa mengalami muntah, dan kehilangan keseimbangan.

Hal serupa juga disampaikan oleh Humas Polri melalui laman resminya. Humas Polri menyatakan minuman keras atau minuman beralkohol bisa menurunkan konsentrasi pengemudi saat berkendara sehingga berisiko menimbulkan kecelakaan.

Berkendara dalam kondisi mabuk juga merupakan sebuah bentuk pelanggaran lalu lintas. Orang yang berkendara dalam kondisi mabuk bisa dijerat dengan Pasal 311 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ). Pasal 331 ayat 1 menjelaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan kendaraan bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 3.000.000 (tiga juta rupiah).

Bila pengendara yang mabuk menyebabkan kecelakaan sampai merenggut nyawa orang, bukan tidak mungkin bila dia akan dijerat dengan pasal berlapis. Dalam kasus mahasiswa mabuk yang menabrak pengendara ojol hingga tewas misalnya, pelaku bisa dijerat dengan Pasal 310, 311, 312 ayat 4 UU tentang lalu lintas angkutan jalan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler