LPSK Terima Perlindungan Korban Dugaan Pelecehan Rektor UP
LPSK menilai adanya potensi ancaman dan intimidasi yang dialami korban.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memutuskan memberikan perlindungan kepada dua korban dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan Rektor Universitas Pancasila. Terlapor Rektor UP berinisial ETH dijerat dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Keputusan diterimanya permohonan para korban berdasarkan Keputusan Sidang Mahkamah Pimpinan (SMPL) LPSK pada Senin 25 Maret 2024. "Kedua korban diputuskan mendapatkan perlindungan berupa Pemenuhan Hak Prosedural, Bantuan Psikologis, dan Fasilitas Penghitungan Restitusi," kata Wakil Ketua LPSK Susilaningtias dalam keterangannya pada Selasa (9/4/2024).
Dalam menindaklanjuti permohonan perlindungan yang diajukan para korban pada 21 dan 27 Februari 2024, LPSK telah melakukan sejumlah langkah. Ini mencakup pendalaman informasi terkait sifat penting keterangan, berkoordinasi dengan penyidik Polda Metro Jaya, UPTD PPA Kota Depok.
"LPSK pun menganalisis tingkat ancaman dan situasi psikologis korban," ujar Susi.
Susi menjelaskan LPSK menilai adanya potensi ancaman dan intimidasi yang dialami korban. Kondisi itu dapat mempengaruhi pemberian keterangan/kesaksian dalam proses hukum. "Trauma dan kecemasan juga dialami korban," ujar Susi.
Dalam perkara ini, Prof Edie Toet Hedratno (ETH) diperiksa atas laporan dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan oleh korban berinisial DF. ETH juga telah diperiksa atas laporan yang dilayangkan korban RZ pada Kamis (29/2/2024) lalu.
ETH dituduh telah melakukan pelecehan seksual terhadap dua wanita karyawan dari Universitas Pancasila. Salah satu laporan polisi dilayangkan oleh korban berinisial RZ. Laporan tersebut teregister dengan nomor LP/B/193/I/2024/SPKT/Polda Metro Jaya, tertanggal 12 Januari 2024. Kemudian laporan polisi berikutnya merupakan pelimpahan dari Bareskrim Polri dengan pelapor berinisial DF. Saat ini, kedua laporan itu masih dalam proses penyelidikan.
Kasus ini ditangani Sub-Direktorat Remaja, Anak, dan Wanita (Subdit Renakta) Polda Metro Jaya. Dalam perkara ini, ETH diduga melanggar Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).