Minuman Lokal Ini Laris Manis Usai 93 Persen Penduduk Yordania Boikot Israel dan Konconya
93 persen warga Yordania berpartisipasi dalam memboikot perusahaan-perusahaan Barat.
REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Di supermarket di Amman, sebuah revolusi diam-diam sedang terjadi. Boikot terhadap produk Israel dan pro Israel telah membangkitkan usaha-usaha lokal yang terpendam.
Gerakan akar rumput yang memprotes perusahaan-perusahaan Barat pendukung Israel di tengah perang brutal di Gaza, Palestina telah mengubah pangsa pasar Pepsi dan Coca-Cola di Yordania.
Rak-rak yang dulunya memajang deretan minuman pokok Amerika itu kini memberi ruang bagi minuman alternatif lokal. Soda Yordania Matrix Cola mengalami lonjakan penjualan dalam beberapa bulan terakhir.
Yang terdepan dalam perubahan ini adalah Defaf Al-Nahrayn Company (DNC), pemilik merek dagang Matrix Cola, produsen soda dan jus Yordania yang didirikan pada tahun 2008.
Selama lebih dari satu dekade, perusahaan ini berfokus pada ekspor ke negara-negara tetangga karena perusahaan tersebut bergulat dengan dominasi raksasa asing di pasar dalam negerinya. Namun, menanggapi lonjakan permintaan konsumen lokal baru-baru ini, DNC telah menggandakan kapasitas produksi Matrix Cola.
Manajer Pemasaran Abdalmo'een Ibrahim Abu Zaid mengatakan kepada Arab News bahwa sejak boikot mendapatkan momentum pada bulan Oktober, DNC telah memperluas distribusinya ke seluruh daerah dengan meningkatkan tenaga kerja dan armada konvoi.
Dia mencatat bahwa perubahan ini terutama terlihat di ibu kota, di mana seruan untuk memboikot produk-produk Barat paling kuat terdengar.
Sentimen ini masif di Yordania dan negara-negara Arab lainnya. Banyak yang menyatakan bahwa pendudukan Israel di Palestina tidak akan mungkin terjadi tanpa dukungan Amerika Serikat dan beberapa negara serta perusahaan Eropa. Pepsi dan Coca-Cola termasuk di antara merek yang mendapat kritik.
Aktivis hak asasi manusia Palestina mengecam Coca-Cola karena mengoperasikan pabrik di pemukiman Israel di Atarot di Tepi Barat yang diduduki. Pepsi juga mendapat sorotan setelah mengakuisisi perusahaan manufaktur SodaStream yang berbasis di Israel pada tahun 2018.
Sultan, seorang kasir di Cozmo, sebuah jaringan supermarket populer di Amman Barat mengatakan pelanggan sangat berkomitmen untuk memboikot.
"Sebagian besar mencari alternatif selain merek yang mendukung Zionisme,” katanya.
Di toko khusus ini, semua karyawan bahkan mengenakan keffiyeh Palestina untuk menunjukkan solidaritas terhadap Gaza. Sultan memperkirakan sekitar 90 persen pelanggan berpartisipasi aktif dalam boikot tersebut.
Lebih jauh lagi, toko tersebut merespons dengan memberi label pada produk lokal, sehingga membantu pelanggan mencari alternatif yang etis.
Menurut gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) yang dipimpin Palestina, 93 persen warga Yordania berpartisipasi dalam memboikot perusahaan-perusahaan Barat yang mendukung pendudukan Israel.
“BDS meluncurkan kampanyenya di Yordania selama perang Israel di Gaza pada tahun 2014. Saat itu, dukungan publik terhadap boikot relatif lemah. Masyarakat skeptis bahwa hal ini akan membuat perbedaan,” Randa Jamal, anggota BDS Jordan, menjelaskan kepada Arab News.
Jamal menambahkan, BDS telah berkampanye, meningkatkan kesadaran, mendidik siswa di sekolah selama bertahun-tahun. Kampanye ini telah membawa kesuksesan dengan perusahaan-perusahaan besar menjual aset dan meninggalkan Israel, serta sejumlah investor melakukan divestasi dari perusahaan-perusahaan Israel dan internasional pendukungnya.
“Sekarang kami tahu bahwa hal ini telah membawa perubahan. Masyarakat kini tahu betapa hebatnya alat boikot,” kata dia.
Ketika perang di Gaza memasuki bulan ketiga, semakin banyak warga Yordania yang memilih untuk mengungkapkan kecaman mereka dengan menggunakan daya beli sebagai senjata. Ini mencerminkan meningkatnya kesadaran akan implikasi etis yang ditimbulkan oleh konsumsi sehari-hari.