Bupati Sidoarjo Jadi Tersangka Kasus Pemotongan Insentif Pegawai

KPK menemukan uang Rp 69,9 juta dari total Rp 2,7 miliar dalam OTT Sidoarjo.

Republika/Putra M. Akbar
Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali berjalan saat jeda pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (16/2/2024). Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif untuk Aparatur Sipil Negara di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali, sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemotongan dan penerimaan uang di BPPD Kabupaten Sidoarjo. Semula, baru dua anak buah Gus Muhdlor yang dijadikan tersangka oleh KPK. 

Baca Juga


"Kami mengonfirmasi atas pertanyaan media bahwa betul yang bersangkutan (Gus Muhdlor) menjabat Bupati di Kabupaten Sidoarjo periode 2021 sampai dengan sekarang," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya pada Selasa (16/4/2024).

KPK menetapkan Gus Muhdlor sebagai tersangka setelah penyidik menelaah kasus ini sekaligus memeriksa beberapa saksi. KPK mengaku mendapati alat bukti yang mengungkap keterlibatan Gus Muhdlor dalam kasus itu. 

"Tim penyidik kemudian menemukan peran dan keterlibatan pihak lain yang turut serta dalam terjadinya dugaan korupsi berupa pemotongan dan penerimaan uang di lingkungan BPPD Pemkab Sidoarjo," ujar Ali.

KPK mensinyalir Gus Muhdlor menikmati uang haram dalam perkara tersebut. KPK nantinya bakal menginformasikan perkembangan kasus ini. 

"Perkembangan dari penanganan perkara ini, akan kami sampaikan bertahap pada publik," ucap Ali.

Dalam kasus pemotongan dan penerimaan uang kepada pegawai negeri di lingkungan BPPD Sidoarjo ini, awalnya baru ada dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Keduanya ialah Siska Wati (Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD, Sidoarjo), dan Ari Suyono (Kepala BPPD, Sidoarjo). 

Dalam konstruksi perkaranya, bahwa pada tahun 2023, BPPD Sidoarjo memperoleh pendapatan pajak daerah sebesar Rp 1,3 triliun. Atas capaian tersebut, pegawai BPPD seharusnya berhak memperoleh insentif. Akan tetapi, insentif yang seharusnya mereka terima, secara sepihak dipotong, yang dimana disebutkan, pemotongan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan Kepala BPPD Sidoarjo, namun lebih dominan diperuntukkan bagi kebutuhan Bupati. 

Kasus ini mencuat setelah OTT di Sidoarjo pada Januari 2024. Saat itu, tim KPK menangkap 11 orang yaitu Siska Wati (Kasubag Umum BPPD Pemkab Sidoarjo), Agung Sugiarto, (suami Siska dan juga Kabag Pembangunan Setda Pemkab Sidoarjo), Robith Fuadi yang merupakan kakak ipar Bupati Sidoarjo, Aswin Reza Sumantri selaku asisten pribadi Bupati Sidoarjo. 

Kemudian Rizqi Nourma Tanya (Bendahara BPPD Pemkab Sidoarjo), Sintya Nur Afrianti (Bendahara BPPD Pemkab Sidoarjo), Umi Laila (Pimpinan Cabang Bank Jatim), Heri Sumaeko (Bendahara BPPD Pemkab Sidoarjo), Rahma Fitri (Fungsional BPPD Pemkab Sidoarjo) Tholib (Kepala Bidang BPPD Pemkab Sidoarjo), dan Nur Ramadan, anak Siska. 

Tapi saat itu yang dijadikan tersangka baru Siska dan Ari saja. Sisanya dilepaskan oleh KPK. 

Tercatat, total uang yang dipotong Siska mencapai Rp 2,7 miliar untuk periode 2023 saja. Sedangkan laporan pemotongan yang diterima KPK sudah terjadi sejak 2021. KPK menemukan uang Rp 69,9 juta dari total Rp 2,7 miliar yang dikumpulkan dalam OTT tersebut. 

Dari penelusuran KPK, Ari Suryono menyuruh Siska Wati mengalkulasi nominal dana insentif yang diterima para pegawai BPPD. Nantinya dana itu dipotong diduga diperuntukkan bagi kebutuhan Ari dan Gus Muhdlor. Besaran potongan yaitu 10% sampai dengan 30% sesuai dengan besaran insentif yang diterima. 

KPK menduga Ari Suryono aktif mengatur pemberian potongan dana insentif kepada Muhdlor Ali. Pemberian itu diduga dilakukan lewat orang-orang kepercayaan Muhdlor Ali.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler