Residen PPDS Alami Gangguan Mental, Ketum IDI Soroti Pentingnya Insentif

Memberikan pelayanan medis, residen PPDS berhak mendapatkan insentif.

Republika/Mabruroh
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Muhammad Adib Khumaidi. Menurut Adib, pemberian insentif penting untuk menjaga kesehatan mental residen PPDS.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Mohammad Adib Khumaidi mengatakan, pemberian insentif bagi residen program pendidikan dokter spesialis (PPDS) penting guna mencegah gangguan mental. Insentif diyakini juga dapat meningkatkan kualitas pelayanan.

"Karena residen PPDS juga melakukan pelayanan, maka sudah seharusnya mendapatkan hak untuk mendapatkan insentif. Karena dia sebagai tenaga medis, tenaga kesehatan yang ada di dalam institusi pelayanan tadi yang memberikan pelayanan," ujar Adib dalam taklimat media terkait skrining pada PPDS secara daring di Jakarta, Jumat (19/4/2024).

Adib menjelaskan, dalam Undang-Undang Pendidikan Kedokteran 2013 Pasal 31 tercantum bahwa para mahasiswa berhak memperoleh perlindungan dukung, memperoleh insentif, serta waktu istirahat. Menurutnya, selain proses pendidikan itu sendiri, faktor-faktor lain, seperti kesehatan mental, perlu dipertimbangkan guna memastikan proses pendidikan berjalan lancar.

Adib menyebut, dalam sebuah penelitian pada 2015, prevalensi depresi pada mahasiswa kedokteran adalah 30 persen secara global. Menurut Adib, insentif penting karena sebagian peserta didik tersebut sudah berkeluarga, sehingga memiliki beban lain berupa tanggung jawab pada keluarga. Oleh karena itu, ujarnya, PB IDI mendorong adanya dukungan finansial guna menangani beban mental para mahasiswa.

"Kalau namanya satu faktor ini bisa kita selesaikan, itu sangat mendukung upaya untuk mengurangi angka depresi," ujarnya.

Baca Juga


Selain insentif, menurut Adib, juga perlu ada regulasi mengenai jam kerja guna menjaga kesehatan mental para residen PPDS. Dia menilai, kesehatan mental pada PPDS penting diperhatikan karena menyangkut keselamatan pasien yang ditangani.

"Ini kita punya kepentingan untuk masalah jam kerja karena belum ada aturan untuk dokter tenaga kesehatan yang berkaitan dengan ini. Ini akan memengaruhi juga terkait dengan masalah burn out, depresi," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Adib mengatakan, penting bagi Kementerian Kesehatan sebagai pemegang otoritas untuk membuat regulasi guna mengatasi prevalensi depresi tersebut dengan deteksi dini serta pencegahan. IDI juga mendorong pembentukan satuan tugas kesehatan mental dalam masyarakat pendidikan, seperti yang telah dilakukan Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler