Kejagung Serahkan Pengelolaan Peleburan Timah Hasil Sitaan ke Kementerian BUMN

30 persen mata pencaharian masyarakat di Bangka Belitung berasal dari timah.

ANTARA/Aprionis
Kepala Badan Pemulihan Aset Kejagung Amir Yanto.
Rep: Bambang Noroyono Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, PANGKAL PINANG — Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Badan Pemulihan Aset (BPA) Kejaksaan menyerahkan pengelolaan aset sitaan peleburan dan pemurnian bijih timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Langkah tersebut dilakukan untuk memastikan smelter-smelter yang terkait dengan korupsi penambangan timah di lokasi IUP PT Timah Tbk itu tetap beroperasi meskipun dalam status penyitaan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).

Baca Juga


Kepala BPA Kejaksaan Amir Yanto mengatakan, ada lima smelter timah sitaan yang akan diserahkan kepada BUMN pengelolaannya. Yaitu milik PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) yang luasnya mencapai 85,8 Hektare (Ha) di Kecamatan Bukit Intan, Kota Pangkal Pinang. Juga smelter pemurnian bijih timah milik CV Venus Inti Perkasa (VIP) seluas 10.500 meter persegi yang berada di Bukit Intan, Kota Pangkal Pinang. Serta smelter yang disita dari PT Tinindo Inter Nusa (TIN) yang luasnya 84,6 Ha di Bukit Inta, Kota Pangkal Pinang.

Selanjutnya, smelter sitaan dari PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) yang luasnya mencapai 57,8 Ha di Bukit Intan, Kota Pangkal Pinang. Lalu smelter yang disita dari PT Rafined Bangka Tin (RBT) yang berada di Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka. “Smelter-smelter ini tetap dikelola, sehingga tidak rusak, dan juga tetap memberikan suatu peluang usaha kerja untuk masyarakat Bangka Belitung,” begitu kata Amir Yanto saat konfrensi pers di Bangka Belitung, Selasa (23/4/2024).

Amir Yanto, sengaja datang ke Bangka Belitung memastikan aset-aset sitaan yang sudah dilakukan oleh Kejagung beberapa waktu lalu. Penyitaan lokasi peleburan dan pemurnian timah itu, dijadikan barang bukti dalam pengusutan korupsi penambangan timah di lokasi IUP PT Timah Tbk.

Penyidik Jampidsus menjadi pengendali dalam pengusutan kasus yang merugikan negara lebih dari Rp 271 triliun itu. Amir Yanto melanjutkan, aset-aset produktif yang disita tersebut bakal memengaruhi pekerja jika tak beroperasional. Sebab itu, kata dia, meskipun dalam penguasaan penyidik selama proses hukum, BPA Kejaksaan menghendaki agar smelter-smelter tersebut tetap dapat berproduksi demi menjamin pekerjaan para pekerja.

“30 persen mata pencaharian masyarakat di Bangka Belitung berasal dari timah,” ujar Amir Yanto. Kata dia, dalam proses hukum berjalan aktivitas penambangan, pun peleburan, serta pemurnian bijihtimah oleh perusahaan-perusahaan tersebut saat ini dikatakan ilegal.

Akan tetapi, kata dia, untuk memastikan agar proses hukum berupa penyitaan tak semakin berdampak ke masyarakat pekerja, kejaksaan menghendaki agar aset-aset tersebut tetap dikelola atas nama negara. “Tentu saja kegiatannya harus dengan sifatnya legal. Dan mungkin kalau masih ada yang ilegal untuk secepatnya pihak-pihak terkait mencarikan solusi. Sehingga kegiatan pengelolaan ini, menjadi legal dan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan,” ujar Amir Yanto.

Amir Yanto menerangkan, BPA Kejaksaan bukan cuma melibatkan Kementerian BUMN dalam pengelolaan. Tetapi juga melibatkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepulauan Bangka Belitung. “Selanjutnya akan dibentuk tim kecil antara BPA Kejaksaan, dengan Kementerian BUMN, dan juga PT Timah Tbk, untuk merusukan pola dan mekanisme pengelolaan smelter-smelter ini,” tegas dia. 

Dalam pengusutan korupsi timah di Bangka Belitung ini, Kejakgung sudah menetapkan 16 orang sebagai tersangka. Dari para tersangka itu, tim penyidikan Jampidsus menyita banyak aset-aset berharga hingga ratusan miliar rupiah.

Beberapa hari terakhir, penyidik bersama BPA melakukan penelusuran aset dan melakukan penyitaan terhadap perusahaan-perusahaan yang ada terlibat dalam skandal korupsi terbesar itu. Saat ini, pun Jampidsus-Kejagung bersama Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sedang melakukan penghitungan besaran kerugian keuangan negara terkait kasus itu. 

Akan tetapi, Jampidsus bersama IPB sudah mengumumkan besaran kerugian kerusakan lingkungan dan ekologis senilai Rp 271 triliun akibat dampak korupsi dan penambangan ilegal itu. Nilai kerusakan lingkungan dan ekologis tersebut, dimasukkan ke dalam kerugian perekonomian negara oleh penyidik dalam rencana pendakwaan, dan penuntutan para tersangka yang sudah ditetapkan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler