Jampidsus Isyaratkan Jerat Tersangka Korporasi dalam Pengusutan Korupsi Timah

Recovery lingkungan hidup bukan hanya dibebankan perseorangan, tetapi korporasi.

Dok Puspen Kejagung
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung), Febrie Adriansyah.
Rep: Bambang Noroyono Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) bakal menjerat sejumlah perusahaan sebagai tersangka korporasi dalam penyidikan korupsi penambangan timah di lokasi IUP PT Timah Tbk. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah menegaskan, besarnya angka kerugian negara dari dampak kerusakan lingkungan dan ekologis yang ditimbulkan dari praktik korupsi penambangan timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, tak cukup hanya dibebankan kepada tersangka perorangan.

Baca Juga


Menurut Febrie, sementara ini, tim penyidikannya sudah menjerat 16 tersangka perorangan dalam pengusutan korupsi timah tersebut. Satu tersangka dijebloskan ke tahanan terkait dengan obstruction of justice atau perintangan penyidikan.

Sisanya, 15 tersangka, dilakukan penahanan terkait dengan pokok perkara korupsi. Dua dari para tersangka tersebut, juga dijerat dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dalam penyidikan berjalan, kata Febrie, sudah melakukan penelusuran aset-aset milik para tersangka untuk disita.

Namun kata Febrie, penyitaan yang dilakukan dari penelusuran aset-aset para tersangka itu, bukan hanya untuk mengganti kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dari praktik korupsi penambangan timah tersebut. Juga kata Febrie, paling penting untuk merehabilitasi kerusakan lingkungan dan ekologis yang ditimbulkan dari tampak praktik korupsi dalam penambangan timah ilegal di lokasi IUP PT Timah Tbk tersebut.

Karena itu, Febrie mengatakan, tak cukup dalam penyidikan yang dilakukan oleh timnya hanya menetapkan tersangka perorangan. “Dalam kasus korupsi timah ini, dampaknya sebagai bagian dari kerugian perekonomian negara. Bukan semata-mata recovery asset-nya saja sebagai uang pengganti, tetapi lebih menitikberatkan perbaikan atau rehabilitasi kepada pelaku yang kita tuntut pada tanggung jawab atas kerusakan yang timbul. Termasuk dampak ekologisnya kepada masyarakat,” kata Febrie, Rabu (24/4/2024).

“Oleh karenanya, tujuan dari recovery asset, juga berorientasi pada recovery lingkungan hidup yang harus dibebankan kepada pelakunya (tersangka perorangan), dan juga dibebankan kepada pelaku korporasinya,” tutur Febrie menambahkan.

Penyitaan aset...

 

Kejagung menggandeng tim ahli lingkungan hidup dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam menghitung besaran dampak kerusakan lingkungan dan ekologis dari aktivitas penambangan timah ilegal di lokasi IUP PT Timah Tbk sepanjang 2015-2022. Dari penghitungan nilai kerugian negara akibat kerusakan lingkungan dan ekologisnya mencapai Rp 271 triliun.

Tim penyidik Jampidsus memasukkan kerugian kerusakan lingkungan, dan ekologis senilai Rp 271 tersebut, ke dalam kerugian perekonomian negara dalam pengusutan perkara pokok korupsi. Adapun kerugian keuangan negara dalam kasus pokok korupsinya, sampai saat ini masih dalam penghitungan di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Dari penyidikan berjalan saat ini, tim penyidikan Jampidsus, bersama-sama Badan Pemulihan Aset (BPA) Kejaksaan sudah melakukan penelusuran, dan penyitaan aset-aset para tersangka yang dapat dirampas sementara untuk mengganti kerugian negara. Beberapa aset yang disita termasuk lima lahan perusahaan penambangan, dan pelogaman timah. 

Lima perusahaan tambang, dan smelter timah yang sudah disita diantaranya milik PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) yang luasnya mencapai 85,8 Hektare (Ha) di Kecamatan Bukit Intan, Kota Pangkal Pinang. Juga smelter pemurnian bijih timah milik CV Venus Inti Perkasa (VIP) seluas 10.500 meter persegi yang berada di Bukit Intan, Kota Pangkal Pinang.

Serta smelter yang disita dari PT Tinindo Inter Nusa (TIN) yang luasnya 84,6 Ha di Bukit Intan, Kota Pangkal Pinang. Selanjutnya, smelter sitaan dari PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) yang luasnya mencapai 57,8 Ha di Bukit Intan, Kota Pangkal Pinang. Lalu smelter yang disita dari PT Rafined Bangka Tin (RBT) yang berada di Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka.

Pada Selasa (23/4/2024) Jampidsus bersama-sama Badan Pemulihan Aset (BPA) Kejaksaan sementara pengelolaan lima perusahaan penambangan timah itu kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk dikelola selama proses hukum berjalan.

Penyerahan pengelolaan lima perusahaan tambang timah tersebut, dimaksudkan agar selama proses hukum penyidikan korupsi timah oleh Jampidsus, perusahaan-perusahaan penambangan, dan pemurnian timah yang dalam status sita tersebut tetap dapat operasional, dan tak merugikan masyarakat pekerjanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler