Ancang-Ancang ICC Terbitkan Surat Penangkapan Terhadap Benjamin Netanyahu
Media Israel melaporkan Netanyahu dalam kondisi stres dan ketakutan atas rencana ICC.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Andri Saubani, Mabruroh
The New York Times (NYT) pada Ahad (28/4/2024) menerbitkan laporan, kalangan pemerintahan Israel saat ini yakin bahwa Mahkamah Pidana Internasional (ICC) bersiap menerbitkan surat penahanan sekaligus mendakwa pejabat tinggi rezim zionis terkait perang mereka terhadap Hamas. Mengutip lima sumber pejabat Israel, surat penahanan ICC termasuk akan ditujukan kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Proses pemidanaan oleh ICC bisa berlanjut pada dakwaan terhadap para pejabat Israel dengan tuduhan mencegah masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza dan respons berlebihan terhadap serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Menurut sumber NYT, surat penahanan juga diterbitkan ICC untuk pejabat Hamas.
Proses pidana oleh ICC bisa menjadi pukulan telak bagi rezim Netanyahu secara moral, menyusul eskalasi gelombang protes internasional atas tindakan militer mereka di Gaza yang telah mengakibatkan hampir 35 ribu warga Palestina meninggal dunia. Termasuk Presiden AS Joe Biden pun menilai apa yang dilakukan Israel di Gaza sebagai tindakan yang berlebihan.
Karim Khan, kepala Jaksa ICC, sebelumnya mengonfirmasi bahwa, timnya tengah menginvestigasi apa yang terjadi di Gaza. Namun, dia menolak mengomentari kabar penerbitan surat penahanan terhadap Netanyahu dkk.
Pihak pemerintahan Netanyahu pun menolak berkomentar, namun, pada Jumat (26/4/2024), lewat akun media sosialnya, Netanyahu mengatakan, intervensi apa pun dari ICC, "akan menjadi preseden buruk dan mengancam pejabat dan tentara di negara demokrasi manapun yang berjuang melawan terorisme."
"Di bawah kepemimpinan saya, Israel tidak akan pernah menerima upaya (hukum) dari ICC untuk menggagalkan haknya dalam membela diri. Ancaman untuk menangkap prajurit dan pejabat satu-satunya negara demokrasi di Timur Tengah dan satu-satunya negara Yahudi di dunia adalah keterlaluan. Kami tidak akan tunduk terhadapnya," ujar Netanyahu menambahkan.
ICC adalah satu-satunya pengadilan internasional di dunia yang memiliki kekuatan untuk mengadili individu-individu yang dituduh melakukan kejahatan perang, genosida, dan kejahatan kemanusiaan. ICC tidak memiliki polisi sendiri, namun bergantung pada 124 negara anggota, termasuk hampir semua negara di Eropa (kecuali Israel dan AS), yang bisa mengeksekusi surat perintah penahanan. Meski para tersangka tidak bisa disidang secara in absentia, surat penahanan dari ICC bisa membuat para tersangka sulit melakukan perjalanan secara internasional.
Penerbitan surat penahanan ICC terhadap pejabat Israel bisa dibilang tinggal menunggu waktu. Pasalnya, jika mereka tidak melakukannya, ICC akan dicap menerapkan standar ganda lantaran sebelumnya pernah menerapkan proses hukum terhadap pemimpin yang diduga melakukan kejahatan perang seperti mantan presiden Sudan, Omar al-Bashir dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Sebelumnya, Israel juga telah digugat ke Mahkamah Internasional (ICJ) oleh Afrika Selatan. Bedanya, ICC fokus atas dakwaan terhadap individu, sementara ICJ adalah sengketa hukum antarnegara.
Berdasarlan laporan Middle East Eye (MEE), Ahad (28/4/2024), Gedung Putih tengah berupaya mencegah ICC menerbitkan surat penahanan terhadap Netanyahu cs. Mengutip laman Walla, MEE melaporkan, bahwa, Netanyahu pada akhir pekan lalu memimpin rangkaian sambungan telepon diplomatik khususnya ke Gedung Putih dengan tujuan bisa mencegah ICC.
Koran Israel, Maariv, melaporkan, bahwa Netanyahu dalam kondisi "ketakutan dan stres", atas kemungkinan ICC menerbitkan surat penahanan terhadap dirinya. Sumber Maariv meyakini bahwa, surat penahanan ICC akan terbit dalam waktu yang tidak lama lagi. Tidak hanya Netanyahu, masih menurut sumber Maariv, Menteri Pertahanan Yoav Gallang dan Kepala Staf IDF Mayjen Herzi Halevi juga menjadi pejabat yang akan ditahan oleh ICC.
Menteri Luar Negeri, Israel Katz kepada kanal N12, menilai, surat penahanan ICC sebagai, "kemunafikan absolut". "Kami tidak akan meninggalkan Israel," ujarnya.
Serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, menurut klaim Israel, telah menwaskan 1.200 orang dan sedikitnya 250 orang kini berstatus sandera. Israel kemudian merespons serangan itu dengan pemboman bertubi-tubi ke Jalur Gaza yang masih berlangsung hingga kini. Serangan militer Israel telah membunuh sedikitnya 34 ribu warga Palestina dan meluluhlantahkan sebagian besar infrastruktur di Jalur Gaza.
Selain tekanan dari luar, Netanyahu kini juga dihadapkan pada gelombang demontrasi warga Israel di dalam negeri. Pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, pada Senin (22/4/2024) pekan lalu pun telah meminta Netanyahu untuk segera mundur dan melepas jabatannya.
Desakan Yair Lapid terhadap Netanyahu menyusul pengunduran diri Kepala Intelijen Militer atas kegagalan untuk memprediksi serangan Hamas pada Oktober lalu. Sebelumnya, Kepala Direktorat Intelijen Militer tentara Israel, Mayor Jenderal Aharon Haliva mengundurkan diri atas kegagalannya untuk memprediksi serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
“Pengunduran diri Kepala Intelijen Militer dibenarkan dan terhormat. Akan lebih tepat bagi Perdana Menteri Netanyahu untuk melakukan hal serupa,” tulis Lapid di akun media sosial X, dilansir dari Middle East Monitor pada Senin (22/4/2024).
Sebuah jajak pendapat yang dilaporkan Channel 13, menunjukkan, dua pertiga orang Israel tidak percaya klaim Netanyahu, bahwa negara mereka hampir mencapai kemenangan dalam perang yang sedang berlangsung di Gaza selama lebih dari enam bulan. Jajak pendapat juga menemukan bahwa 63 persen responden mendukung penyelenggaraan pemilihan awal, sementara 33 persen lebih suka mengadakan pemungutan suara sesuai jadwal pada Oktober 2026.