Pekerja Pariwisata Jadi Sorotan di Perayaan May Day di Bali

Masyarakat pekerja di Bali sangat rentan kehilangan pekerjaan.

ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
Petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pariwisata Kabupaten Badung berbincang dengan wisatawan saat hari pertama bertugas di Pantai Kuta, Badung, Bali, Kamis (8/2/2024). Sekitar 70 orang petugas Pol PP Khusus Pariwisata yang baru dibentuk di Bali mulai ditugaskan di berbagai destinasi pariwisata Pulau Dewata untuk menjaga kondusifitas keamanan dan kenyamanan serta memberikan informasi bagi para wisatawan.
Red: Setyanavidita livicansera

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Bali dan masyarakat yang bergabung dalam Aliansi Perjuangan Rakyat Bali, menggelar aksi unjuk rasa Hari Buruh atau May Day dan menyoroti kondisi di sektor pariwisata. Sekretaris FSPM Regional Bali Ida I Dewa Made Raibudi Darsana di Denpasar, Rabu, (1.5/2024), mengatakan tema penyampaian aspirasi adalah pariwisata berkelanjutan, sehingga mereka ingin agar buruh di sektor tersebut juga bekerja secara berkelanjutan.

Baca Juga


“Masyarakat pekerja di Bali sangat rentan kehilangan pekerjaan karena status mereka kontrak bisa dibuang kapan pun, kami ingin status mereka pekerja permanen atau PKWTT,” kata dia. Raibudi berharap serikat pekerja dengan pemerintah daerah dapat duduk bersama berdiskusi agar tidak ada sistem pekerja kontrak di Bali, apalagi di tengah pariwisata yang kian pulih.

Raibudi mengaitkan dengan kondisi saat pandemi Covid-19, di mana saat itu banyak pekerja pariwisata yang dirumahkan bahkan pemutusan hubungan kerja lantaran perusahaan tidak mampu menggaji. Sementara ketika mereka bisa menjadi pekerja permanen maka ada negosiasi yang bisa dilakukan, termasuk tidak diberi upah namun ketika kondisi membaik pekerjaannya tetap terjamin.

Selain menyoroti konsep pariwisata berkelanjutan, mereka yang sebagian besar bekerja di perusahaan perhotelan, restoran, dan akomodasi transportasi pariwisata itu berharap dengan pulihnya pariwisata Bali berdampak pada upah yang mereka terima. Dari data FSPM Bali, setidaknya hingga November 2023 realisasi nilai devisa pariwisata sudah mencapai Rp161,69 triliun, lebih tinggi dari target yang dicanangkan pemerintah sebesar Rp 109,68 triliun hingga Rp 154,43 triliun.

Meningkatnya kunjungan dan okupansi dari wisatawan berimbas pada kinerja buruh pariwisata yang juga harus meningkat. Sehingga serikat pekerja ingin ada timbal balik bagi mereka.

“Target kunjungan wisman untuk tahun 2024 juga dinaikkan dari yang sebelumnya 14,3 juta menjadi 17 juta kunjungan, belum lagi pergerakan wisatawan Nusantara yang setidaknya sampai bulan November 2023 mencapai 749,1 juta pergerakan, dan untuk 2024 ditargetkan menjadi 1,25 miliar-1,5 miliar,” sebutnya.

“Makanya kita ingin ada kebijakan untuk Bali agar meningkatkan kesejahteraan buruh khususnya sektor pariwisata,” tambah Raibudi. Salah satu peserta unjuk rasa Hari Buruh, Mahendra (28), bahkan mengatakan untuk menjadi pekerja kontrak di sebuah hotel harus lama menjalani pekerjaan sebagai pekerja harian.

Menurutnya saat ini untuk bisa menjadi pekerja permanen di hotel yang terletak di Nusa Dua, Badung, itu sangat sulit, sehingga kecil harapan untuk bisa merasakan naik pangkat. Untuk itu ia berharap status pekerja kontrak tahunan atau bahkan pekerja harian yang hanya dibutuhkan sewaktu-waktu, dapat segera dihapuskan.

Dalam kegiatan unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Bali itu, terlihat sekitar 300 orang massa aksi yang datang, satu per satu dari mereka menyampaikan aspirasi dengan kondusif dan lancar.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler