Kenalan Via Mobile Legends, Mengapa Anak Bisa Sampai Menuruti Kemauan Pelaku Pedofila?
Anak di Tasikmalaya menjadi korban pencabulan setelah kenalan di Mobile Legends.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus pencabulan terhadap anak yang terjadi melalui perkenalan di aplikasi gim daring bukan sekali dua terjadi. Kali ini, seorang siswi sekolah dasar berusia 13 tahun asal Tasikmalaya, Jawa Barat menjadi korban pencabulan setelah berkenalan dengan pedofil di gim Mobile Legend pada Februari lalu.
Pelaku dan korban pun berkomunikasi dengan intensif hingga saling bertukar nomor Whatsapp. Pada April, pelaku yang berinisial YPS mulai sering meminta korban untuk mengirimkan foto tanpa busana.
Sebaliknya, pelaku pun sering mengirimkan foto dan video tidak senonoh kepada korban melalui pesan Whatsapp. Apabila permintaannya tidak dituruti, pelaku yang memakai nama akun Call Me Oppa di Mobile Legends itu mengancam dan menakut-nakuti korban dengan cara melukai diri sendiri. Pria berusia 27 tahun tersebut juga sering mengirim video tangannya terluka dan berdarah.
"Modus tersangka berkenalan dengan korban di aplikasi game Mobile Legends: Bang Bang," kata Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol Jules Abraham, Rabu (2/5/2024).
Kasus yang menimpa remaja putri tersebut sempat menarik perhatian warganet setelah akun media sosial X (dulunya bernama Twitter) atas nama @olafaa_ mengunggah utas (thread) berisi foto-foto cuplikan layar dari teks yang berkonotasi seksual antara seorang pria dan korban. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) pun mengajak publik mewaspadai aksi menjurus child grooming.
Deputi Perlindungan Khusus Anak KPPPA, Nahar, sangat prihatin melihat percakapan di ruang publik yang mengarah pada kekerasan seksual pada anak. Hal itu disebutnya sangat membahayakan korban.
"Saya memperhatikan sungguh-sungguh akun @olafaa_ yang menyuarakan dugaan adanya kekerasan seksual terhadap korban usia anak," kata Nahar dalam keterangannya pada Rabu (1/5/2024).
Nahar menjelaskan, proses child grooming saat ini semakin mengkhawatirkan. Apalagi jika melihat percakapan terduga pelaku dan korban, terlihat jelas bahwa korban sulit untuk menolak.
"Karena korban sebelumnya merasa pelaku adalah orang yang dapat dipercaya dan memiliki hubungan yang spesial," ujar Nahar.
Nahar mengingatkan grooming adalah proses manipulasi seksual orang dewasa terhadap calon korban usia anak. Proses child grooming bisa jadi sudah berlangsung cukup lama mengingat kedekatan korban dengan terduga pelaku.
Dalam kasus ini, KPPPA melalui Tim Layanan SAPA berupaya melakukan kontak akun @olafaa_ untuk menawarkan pelayanan pendampingan psikologis bagi korban. Nahar menyebut grooming dalam permainan daring dilakukan dengan cara pelaku berkenalan dengan anak, membelikan anak "diamond" ataupun gimmick yang disediakan oleh permainan daring.
Tujuannya agar karakter anak di dalamnya menjadi lebih keren, memberikan banyak like, dan bercakap-cakap melalui ruang chat di dalam permainan daring tersebut. Ujungnya, pelaku akan meminta kontak pribadi anak.
"Dengan perlakuan-perlakuan tersebut, anak menganggap bahwa pelaku adalah sosok istimewa karena dapat mengerti dan memahami anak, menjadi teman bercerita, dan menjaga rahasia," kata Nahar.
Menurut Nahar, para pelaku biasa menggunakan akun palsu dengan foto profil menarik.
"Jika seseorang meminta informasi pribadi seperti foto, alamat rumah, nomor telepon, atau sekolah, itu bisa menjadi tanda bahaya," ujar Nahar.
Polres Deli Serdang, Sumatra Utara telah menangkap terduga pelaku berinisial YPS. KPPPA juga memastikan korban mendapatkan pendampingan psikologis dan perlindungan.
"Seorang anak dapat menjadi korban child grooming, yaitu pada kondisi ketika seseorang mencoba membangun hubungan saling percaya dengan anak-anak dengan tujuan untuk melecehkan korban. Korban seringkali tidak sadar telah menjadi korban grooming," ujar Nahar.