Ilmuwan Identifikasi Molekul yang Buat Planet Venus Gersang

Venus merupakan planet terpanas di tata surya.

Scitech Daily
Venus merupakan planet terpanas di Tata Surya.
Rep: Shelbi Asrianti  Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Planet Venus sering disebut kembar dengan Bumi karena ukuran dan kepadatan yang hampir sama. Keduanya juga merupakan planet berbatu yang terletak di 'wilayah dalam' Tata Surya. Namun, berbeda dengan Bumi yang penuh dengan kehidupan, Venus amat gersang.

Baca Juga


Venus merupakan planet terpanas di Tata Surya, dengan suhu sekitar 471 derajat Celsius yang mampu melelehkan timah. Bahkan, Venus lebih panas dari Merkurius, planet terdekat dari Matahari. Ditambah lagi, Venus memiliki tekanan permukaan yang cukup menakutkan.

Planet terdekat kedua dari Matahari ini juga kekurangan air, elemen yang sangat penting bagi kehidupan. Padahal, Venus berada dalam "Zona Goldilocks", wilayah di sekitar bintang yang tidak terlalu panas atau terlalu dingin sehingga memungkinkan adanya air dalam bentuk cair.

"Venus memiliki air 100.000 kali lebih sedikit dibandingkan Bumi, meskipun pada dasarnya ukuran dan massanya sama," ujar Michael Chaffin, salah satu ketua tim dan ilmuwan Laboratorium Fisika Atmosfer dan Luar Angkasa (LASP), Universitas Colorado Boulder, Amerika Serikat.

Dari kondisi tersebut, tim ilmuwan LASP berusaha mengidentifikasi apa yang membuat Venus menjadi sangat kering dan gersang seperti yang diketahui saat ini. Hasil penelitian para ilmuwan tentang Venus telah dipublikasikan di jurnal Nature.

Dikutip dari laman Space, Selasa (7/5/2024), para ilmuwan mengulas bahwa miliaran tahun yang lalu, Venus diyakini memiliki jumlah air sebanyak Bumi. Namun, pada titik tertentu dalam evolusinya, awan karbon dioksida di atmosfer planet ini memicu efek rumah kaca yang paling intens di Tata Surya.  

Kondisi itu menyebabkan suhu melonjak hingga mencapai kondisi saat ini, memicu air di planet tersebut menguap, setelah itu hilang ke luar angkasa. Tim LASP mencoba mencari tahu perubahan di Venus menggunakan model komputer dari planet tersebut.

Model itu lantas diperlakukan seperti halnya laboratorium kimia raksasa. Metode demikian memungkinkan tim peneliti melihat lebih dekat berbagai reaksi yang terjadi di atmosfer Venus dan mengidentifikasi penyebab hilangnya air di planet tersebut.

Tim menemukan bahwa....

 

 

Tim menemukan bahwa molekul yang disebut HCO+ (terdiri dari atom hidrogen, atom karbon, dan atom oksigen) berada di atmosfer Venus. Molekul itu yang diduga kuat bertanggung jawab menyebabkan hilangnya sisa air di Planet Venus ke luar angkasa.

Sebelumnya, tim yang sama pun menyatakan bahwa HCO+ juga merupakan penyebab hilangnya air di Planet Mars. Dipaparkan dalam studi bahwa HCO+ kemungkinan diproduksi terus-menerus di atmosfer Venus, sehingga ada kelebihan molekul HCO+ di atmosfer Venus.

Hal itu yang diduga peneliti membuat Venus mencapai kondisi kering ekstremnya. Namun, ada hambatan besar dalam kesimpulan penggunaan model ini. Belum pernah ada misi antariksa yang membuktikan langsung keberadaan HCO+ di atmosfer Venus.

Salah satu ketua tim dan ilmuwan di LASP, Eryn Cangi, berpendapat hal itu bukan karena molekul tersebut tidak ada, melainkan karena belum ada instrumen yang tepat. Berbeda dengan Mars yang telah dikunjungi oleh banyak pesawat luar angkasa dari Bumi, hanya ada sedikit misi antariksa dengan tujuan Venus.

Tidak satu pun dari sedikit misi yang dikirim ke Venus memiliki peralatan yang tepat untuk melihat HCO+. Karena itu, para ilmuwan berharap sejumlah misi luar angkasa di masa depan bisa mengupayakan itu, termasuk Misi Investigasi Gas Mulia, Kimia, dan Pencitraan (DAVINCI) di Atmosfer Dalam Venus milik Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA).

DAVINCI yang rencananya diluncurkan pada 2029 akan menjatuhkan wahana antariksa melalui atmosfer panas terik Venus untuk menentukan komposisi kimia dunia. Diketahui bahwa DAVINCI pun tidak memiliki peralatan yang tepat untuk mendeteksi HCO+, namun Cangi berharap ketertarikan umum terhadap Venus akan muncul berkat misi itu.

 

Dengan begitu, selanjutnya akan ada misi luar angkasa yang memang dirancang untuk mendeteksi HCO+, sehingga menguatkan teori ilmuwan perihal hilangnya air di Venus. "Misi baru yang direncanakan akan memanfaatkan pengalaman kolektif selama puluhan tahun dan minat yang berkembang terhadap Venus untuk mengeksplorasi atmosfer planet yang ekstrem, evolusi, dan kelayakan huni," ucap Cangi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler