Indonesia tak Alami Deindustrialisasi Karena Manufaktur Tumbuh Positif
Industri manufaktur menunjukkan kinerja yang menguntungkan terhadap ekonomi RI.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis (LPEM FEB) Universitas Indonesia Kiki Verico menyampaikan Indonesia tidak mengalami fase penurunan kontribusi industri terhadap perekonomian atau deindustrialisasi. Karena sektor manufaktur terus mengalami pertumbuhan positif.
"Deindustrialisasi itu dialami oleh negara yang sudah mencapai tahap advanced manufacturing atau maju manufakturnya lalu menurun (sunset) dan mulai digantikan negara lain yang manufakturnya baru take-off (sunrise). Negara industri maju itu lalu bergeser backbone ekonominya dari industri manufaktur ke sektor jasa," kata Kiki.
Ia mengatakan industri manufaktur di Indonesia terus menunjukkan kinerja yang menguntungkan terhadap ekonomi di Tanah Air. Kontribusi tersebut diharapkan bisa menjadi modal utama untuk menarik lebih banyak investasi asing dengan tujuan dapat meningkatkan ekspor.
Oleh karena itu, dirinya menilai perlu adanya dukungan dari kementerian dan lembaga (K/L) lain guna mendukung kebijakan yang dijalankan oleh Kementerian Perindustrian untuk memperkuat sektor manufaktur. Menurutnya, hal itu ke depan bisa meningkatkan ekspor Indonesia, serta memberikan sumbangan lebih besar bagi perekonomian nasional.
"Di sini peran Kemenperin bersama Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Investasi (BKPM) harus harmonis, termasuk kebijakannya. Jangan sampai kebijakan perindustrian mendukung industri, sedangkan perdagangan dan investasi nya tidak, kan repot," ujarnya.
Ia mengatakan daya saing sebuah negara dilihat dari kemampuan untuk bersaing dalam ekspor dan impor, serta hal tersebut dapat dilihat dari kemampuan menarik investasi asing.
Menurutnya, ada sejumlah upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah agar sektor industri di Indonesia terus semakin maju.
Upaya tersebut antara lain yakni kualitas institusi dan lingkungan, lingkungan dan sosial, faktor jumlah penduduk muda dan produktivitas, serta kemampuan infrastruktur dalam menurunkan harga logistik.
"Kalau infrastruktur tidak bagus, logistik mahal, investor juga tidak mau investasi manufaktur di Indonesia," katanya.
Sebelumnya Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan kontribusi sektor manufaktur Indonesia berada di atas rata-rata nilai kontribusi dunia. Menurutnya, berdasarkan data UNStats, nilai Manufacturing Value Added (MVA) Indonesia pada tahun 2021 sebesar 228 miliar dolar AS. Pada periode tersebut, peringkat MVA Indonesia berada di atas beberapa negara, seperti Kanada, Turki, Irlandia, Brazil, Spanyol, Swiss, Thailand, dan Polandia.
"MVA Indonesia memberikan kontribusi sebesar 1,46 persen terhadap total MVA dunia tahun 2021, menunjukkan bahwa Indonesia adalah salah satu powerhouse manufaktur di dunia," kata Agus.