Berhaji tanpa Visa Haji, LBM PBNU: Haji Ilegal Tindakan Ghasab
Haji harus didukung dengan dokumen perjalanan yang lengkap.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian umat Islam yang ingin pergi ke Tanah Suci, ada yang mengabaikan proses pelaksanaan ibadah haji. Diantaranya, bersikap nekat melanggar tuntunan syariat, seperti berangkat ke tanah suci tidak menggunakan visa haji yang resmi diterbitkan Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia (KSA).
Menanggapi hal itu, Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) KH Mahbub Maafi Ramdan menjelaskan, praktik haji ilegal di luar prosedur (manasik tanpa visa haji) bertentangan dengan substansi syariat Islam. Praktik ilegal ini, kata dia, membahayakan pelakunya dan jamaah haji secara umum.
Kiai Mahbub mengatakan, kebijakan pengendalian kuota jamaah haji dengan legalitas praktik manasik melalui visa haji yang dilakukan oleh KSA berkesesuaian dengan maqasid atau substansi syariat Islam, yaitu menghadirkan kemaslahatan dan mengantisipasi mafsadat.
"Praktik haji ilegal telah merampas (ghashab) hak (kenyamanan) jamaah haji yang kuotanya terdistribusi ke banyak negara. Praktik haji ilegal 'membunuh' ruang gerak jamaah haji dunia," ujar Kiai Mahbub dalam keterangannya di Jakarta, Ahad (12/5/2024).
Praktik haji ilegal memunculkan mafsadat bagi yang bersangkutan dan jamaah haji dunia, baik darurat layanan kamar kecil, serangan cuaca panas karena tidak mendapat tenda Arafah, kepadatan jamaah tak terkendali di titik-titik kritis area haji seperti terowongan Mina, area tawaf dan sai, keterbatasan oksigen di tengah lonjakan kerumunan, kemacetan lalu lintas di area haji, maupun ketidaktenangan sebagai buronan razia aparat otoritas KSA yang selalu menghantui selama melaksanakan ibadah haji.
Menurut Kiai Mahbin, praktik haji ilegal bertentangan dengan substansi syariat Islam. Praktik haji tanpa prosedur formal dilarang secara syariat karena melahirkan banyak mafsadat baik yang bersifat individual (pelakunya) maupun kolektif jamaah haji dunia.
“Praktik haji tanpa prosedur formal yang ditentukan pemerintah KSA maupun otoritas negara asal jamaah merupakan tindakan ghashab (perampasan hak) yang diharamkan secara syariat,” kata Kiai Mahbub.
Dia pun mengajak masyarakat Indonesia untuk menghargai dan mematuhi prosedur formal dan regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah KSA maupun ketentuan negara asal jamaah dalam hal ini undang-undang seputar perhajian yang berlaku di Indonesia.
“Pelaksanaan ibadah haji yang tertib dan prosedural dapat mengantisipasi berbagai mudarat perhajian yang potensi terjadi dan mendatangkan kemaslahatan sehingga rangkaian manasik haji dapat terselenggara dengan baik, layak, dan nyaman,” jelas Kiai Mahbub.