Wajah Almarhumah Mama Terbayang-bayang di Jamaah Haji Lansia
Sinar ikhlas, sabar, tabah, dan ahli surga terpancar jelas di wajah-wajah jamaah.
REPUBLIKA.CO.ID, Laporan Karta Raharja Ucu, Jurnalis Republika dari Madinah
Cessssssss..... Suara rem bus yang mengangkut Jamaah Haji Indonesia 2024 dari Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) berhenti persis di depan pedestrian Hotel Abraj Taba, Kota Madinah, Arab Saudi. Satu per satu jamaah haji turun dari bus dan menginjakkan kaki pertama kali di Kota Suci Madinah Al Munawarrah. Dari 393 jamaah yang tiba di hotel tersebut, Ahad 12 Mei 2024, 79 jamaah berusia senja alias lanjut usia (lansia), dan 13 orang menggunakan kursi roda.
Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi Abdul Aziz Ahmad, Konsul Haji Nasrullah Jasam, dan Kepala Daerah Kerja (Daker) Bandara Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Abdillah menyambut para Tamu Allah sembari memberikan sekuntum bunga. Para petugas haji pun sigap membantu jamaah, ada yang menuntun jamaah dari bus sampai ke dalam lobi hotel, ada yang memayungi dan mendorong kursi roda, hingga ada yang menyemprotkan air ke wajah jamaah agar lebih segar.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama sudah menyiapkan sejumlah hotel untuk menjadi tempat menginap jamaah haji selama di Madinah dan Mekkah. Petugas Penyelenggara Haji Indonesia (PPIH) 2024 pun disiapkan untuk melayani semua kebutuhan jamaah selama di Tanah Suci.
Saya yang tiba di hotel bersama rekan-rekan Media Center Haji (MCH) 2024 awalnya datang untuk meliput. Kami berbagi tugas, ada yang merekam video, mengambil foto, dan membuat naskah wawancara. Namun karena jumlah Petugas Haji yang tidak berbanding dengan jumlah jamaah, kami pun ikut turun tangan membantu para jamaah.
Lantunan Thola'al Badru Ala hiya dengan tabuhan rabana dan lemparan kelopak bunga mawar dari petugas hotel menyambut jamaah haji yang baru tiba. Landung Martani misalnya, jamaah asal Jakarta ini turun dari bus dengan jalan sedikit membungkuk.
Saya menawarkan bantuan untuk membawakan tas jinjingnya yang membuat jalan beliau menjadi lebih tergopoh-gopoh. Jamaah berusia 75 tahun ini tiba di Tanah Suci bersama istrinya. Namun, dia sempat terpisah dengan belahan jiwanya yang sudah lebih dulu mendapatkan kamar.
"Saya senang sekali, Nak bisa sampai di sini. Yang penting sabar," ujar Mbah Landung saat saya tanya apa yang pertama kali beliau rasakan ketika sampai di Tanah Suci.
Landung adalah salah seorang dari 241 ribu jamaah haji Indonesia 2024 di mana 45.678 di antaranya adalah lansia. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama tahun ini mengusung tema Haji Ramah Lansia. Selama Bimbingan Teknik (Bimtek) kami diminta sabar dan ikhlas melayani jamaah haji, terutama jamaah haji lansia.
Selama tiga hari beruntun saya meliput kedatangan jamaah haji. Namun porsi membantu jamaah, khususnya jamaah lansia yang baru tiba di Madinah rasanya lebih besar daripada porsi waktu liputan.
Di hari kedua, atau Senin, 13 Mei 2024 saya mendapatkan tugas meliput kembali kedatangan jamaah haji. Kali ini jamaah yang datang dari Bojonegoro, Jawa Timur di Hotel Makarim al Mahbaou.
Rupiah, salah seorang jamaah yang tiba berusia 80 tahun. Beliau demensia, karena baru saja duduk di sofa hotel, beliau minta pulang ke rumah. Bahkan saat ditanya bagaimana perasaannya naik pesawat, Mbah Rupiah mengaku belum naik pesawat. "Saya baru besok naik pesawat," kata dia.
Di Kloter SUB02 (Kloter 2 Surabaya), rata-rata yang saya temui adalah jamaah lansia dan berasal dari Bojonegoro. Ada yang datang menggunakan tongkat, ada yang dibopong, hingga ada yang harus didorong menggunakan kursi roda.
Di kesempatan itu saya menemui Mbah Suramlan. Pria yang tahun ini berusia 86 tahun tersebut datang ke Tanah Suci bersama Siti Masiroh (78 tahun), istri tercinta. Bagi Suramlan, penantian selama 13 tahun terbayarkan karena kakek 17 cucu ini sudah sampai ke Tanah Suci. Sayangnya komunikasi kami tidak berlangsung lancar. Alasannya, indra pendengaran Mbah Suramlan sudah sangat jauh berkurang. Saya harus mendekat ke telinga beliau ketika bertanya.
"Bagaimana Mbah perasaannya sampai di Madinah?"
Pertanyaan saya dijawab Suramlan dengan tatapan bingung. "Kulo mboten krungu (saya tidak mendengar)," kata Mbah Suramlan yang semua giginya sudah tanggal.
Beberapa kali saya bertanya dalam bahasa Indonesia, beliau menjawab dengan bahasa Jawa. "Gembira, senang, bisa numpak kaji," kata Mbah Suramlan yang dulu pekerjaan sehari-harinya bertani dan menarik becak.
Siti Masiroh, sang istri saat saya ajak berbincang menitipkan pesan untuk anak-anak dan keluarga di Indonesia agar rukun. Beliau juga minta didoakan agar sehat selama di Tanah Air. "Semoga anak-anak kulo rukun karo sederek-sederek".
Melihat wajah, cara bertutur dan unggah-ungguh Siti Masiroh yang khas masyarakat Jawa, mengingatkan saya akan almarhumah mamah atau ibu. Ada wajah ikhlas almarhumah mamah terlihat jelas di jamaah lansia.
Dari beberapa lansia yang saya dan rekan-rekan MCH bantu, hampir semua baru pertama kali pergi ke luar negeri. Bahkan belum pernah naik pesawat dan belum pernah menginap di hotel.
Banyak kendala yang didapat jamaah. Misal, beberapa jamaah mengaku belum mendapatkan kunci kamar hotel. Padahal, mereka memegang kartu yang menjadi akses masuk kamar.
Ada pula yang nyasar lantai hotel. Yang mendapatkan kamar 110 seharusnya naik ke lantai 1, tetapi malah naik ke lantai 1. Yang mendapatkan lantai 312, bingung karena tidak ada pilihan lantai 31.
"Ibu, Bapak, kartu itu kunci kamar ya. Angka di awal menunjukkan lantai kamar bapak dan ibu. Misalnya 110 berarti kamarnya di lantai 1, 321 berarti kamarnya di lantai 3," saya berkata kepada jamaah yang hendak naik lift.
"Owhhh." Suara beberapa jamaah membuat saya mengulum senyum.
Sum, nama panggilan salah satu jamaah yang saya bantu contohnya. Beliau membuat saya tersenyum lantaran minta tolong dinyalakan lampu kamar. "Ditaruh di sini (saklar) ya Bu kartunya. Nanti kalau mau keluar kamar semuanya mau ke masjid, kuncinya jangan ditinggal. Dicabut lalu dibawa ya."
Beberapa rekan saya juga menceritakan keseruan dan keharuan membantu jamaah, khususnya jamaah lansia. Putri contohnya, rekan saya dari MCH sembari terharu merawikan bagaimana membantu jamaah di dalam kamar. "Ada yang diam saja, ternyata haus dan tidak bisa mengambil air dari dispenser."
Rekan saya lainnya, Asep bahkan mengaku menangis saat membantu mengangkat jamaah yang stroke. Beberapa jamaah yang dibantunya juga tidak bisa menggunakan fasilitas kamar, seperti flush toilet, membuka keran air, sampai ada bapak-bapak yang keluar memakai sarung dan kaos singlet berkeliling kamar mencari gayung untuk mandi.
Yang menarik, meski wajah-wajah para jamaah, khususnya jamaah lansia kelelahan setelah melewati perjalanan jauh, tak ada umpatan yang keluar dari lisan mereka. Sinar ikhlas, sabar, tabah, dan ahli surga terpancar jelas di wajah-wajah jamaah. Sembari berbincang, menemani, dan membantu jamaah, dalam hati, saya yang hingga akhir hayat belum bisa memakaikan pakaian ihram untuk ibu, berdoa, semoga pahala-pahala jamaah haji yang saya tolong juga mengalir kepada ibu dan ayah di alam barzah.