PBB Revisi Prediksi Pertumbuhan Global Jadi 2,7 Persen

Sebelumnya PBB memperkirakan ekonomi global tumbuh 2,4 persen.

AP Photo/Michael Probst
PBB merevisi perkiraan kenaikan pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2024 menjadi 2,7 persen.
Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) merevisi perkiraan kenaikan pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2024 menjadi 2,7 persen. Sebelumnya pada Januari, PBB memperkirakan ekonomi global tumbuh 2,4 persen.

Baca Juga


Revisi sebesar 0,3 poin persentase tersebut tergambar dari laporan Situasi dan Prospek Ekonomi Dunia yang dirilis Kamis (16/5/2024). Perkiraan untuk tahun 2025 juga direvisi naik 0,1 poin persentase menjadi 2,8 persen dari ekspektasi bulan Januari sebesar 2,7 persen.

“Prospek perekonomian global telah membaik sejak bulan Januari dengan negara-negara besar menghindari penurunan yang parah, sehingga menurunkan inflasi tanpa meningkatkan pengangguran,” kata laporan tersebut.

 PBB juga turut memperingatkan bahwa suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama, tantangan keberlanjutan utang, ketegangan geopolitik yang terus berlanjut, dan risiko iklim terus menimbulkan tantangan terhadap pertumbuhan global.

Tantangan tersebut dinilai akan mengancam kemajuan pembangunan selama beberapa dekade, terutama bagi negara-negara kurang berkembang.

“Revisi terutama mencerminkan prospek yang lebih baik di Amerika Serikat, di mana perkiraan terbaru menunjukkan pertumbuhan 2,3 persen pada tahun 2024 dan beberapa negara berkembang besar, terutama Brasil, India, dan Federasi Rusia,” menurut laporan itu.

Begitu juga dengan prospek China yang menunjukkan sedikit peningkatan dengan pertumbuhan diperkirakan sebesar 4,8 persen pada tahun 2024.

Di sisi lain, prospek Afrika telah memburuk degan perkiraan sementara pertumbuhannya turun 0,2 poin persentase pada tahun 2024. Begitu juga dengan pertumbuhan Turki yang diprediksi PBB melambat dari 4,5 persen pada tahun 2023 menjadi 3,2 persen pada tahun 2024.

“Devaluasi lira Turki yang cepat menambah tekanan inflasi, mendorong otoritas moneter mengambil tindakan pengetatan. Di tengah melemahnya permintaan domestik, yang juga menyebabkan berkurangnya impor, defisit transaksi berjalan menyempit pada awal tahun 2024,” tambah laporan itu. 

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler