AS, Siswi SLB Korban Asusila yang Kini Hamil 7 Bulan Trauma Melihat Seragam Sekolah
Usia kandungan AS jadi bukti awal kehamilan korban terjadi pada masa aktif sekolah.
REPUBLIKA.CO.ID, "(Korban) kalau lihat baju sekolah, 'mama enggak mau olah', 'mama enggak mau sekolah, libur' setiap lihat baju sekolah. Kayak orang trauma," demikian pengakuan R, ibu difabel berinisial AS (15 tahun), korban asusial hingga hamil 7 bulan, Rabu (29/5/2024).
Kepada wartawan, R menceritakan perilaku anaknya yang kini seakan trauma dengan seragam sekolah. Selain itu, ibu korban juga menjelaskan bahwa usia kehamilan korban telah memasuki minggu ke-27 berdasarkan hasil USG kandungan.
"Tanggal 22 (Mei 2024) kemarin, dia ternyata hamilnya masuk ke 27 minggu, tujuh bulan kurang kurang minggu," katanya.
Usia kandungan tersebut, menurut ibunda korban, membuktikan bahwa awal kehamilan terjadi sekira pada November 2023 atau di masa aktif kegiatan sekolah korban di salah satu Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) di wilayah Kalideres, Jakarta Barat. Hal tersebut sekaligus membantah pernyataan pihak sekolah bahwa awal kehamilan korban terjadi pada saat libur sekolah.
"(November 2023) ya sekolah penuh lah. Aktif sekolah terus," kata ibu AS.
Lebih lanjut, meskipun kepolisian belum memulai proses penyelidikan terkait kasus asusila tersebut, paman korban, Suwondo juga menyakini bahwa pelaku berada di dalam lingkungan sekolah. Namun, pihak sekolah menepis dugaan tersebut.
"Kalau dari pihak keluarga dan pihak korban, meyakinkan bahwa terduga pelakunya dari sekolahan," kata Suwondo.
"Dari sekolahan sendiri menepis, bahwa kemarin pada saat kita lakukan pertemuan di ruang kepala sekolah dan dihadiri oleh Kasudindik Jakbar, bahwa di situ terduga pelaku ada di lingkungan rumah korban," kata Suwondo, menambahkan.
Korban AS kemarin, didampingi keluarga dan Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) membuat laporan polisi (LP) ke Polres Metro Jakarta Barat. Laporan tersebut berisi pemberian keterangan serta penyampaian bukti pendukung berupa hasil ultrasonografi (USG) kandungan korban.
"Agendanya dari Polres Jakarta Barat, khususnya dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Jakbar untuk melakukan BAP (berita acara pemeriksaan), memintai keterangan dari korban, yang di situ akan didampingi dari Unit PPA dan dari Kementerian PPPA," kata Suwondo.
Suwondo juga mengatakan Kemen PPPA telah menyiapkan juru bahasa isyarat, pendamping psikologis, serta pendamping hukum bagi korban.
"Di situ akan disertakan juru bicara untuk mentranskrip bahasa, karena untuk cara berkomunikasi, mempertanyakan dari pertanyaan polisi ke anak, karena si anak sendiri tuna wicara dan tuna rungu," kata Suwondo.
Keluarga korban berharap agar korban bisa mendapat kepastian hukum, pelaku dapat ditemukan, serta transparansi penanganan perkara dari pihak Polres Metro Jakarta Barat serta upaya pendampingan maksimal dari Kementerian PPPPA. "Artinya hukum sendiri supaya transparan dan dari Kementerian PPPA juga melakukan semaksimal mungkin untuk melakukan upaya-upayanya," kata Suwondo.
"Tentu pendampingan ini berupa pendampingan hukum dan pendampingan psikologis termasuk menyediakan juru bahasa isyarat, contohnya di sini anak yang mengalami disabilitas tentu butuh penanganan yang khusus dalam proses hukumnya," kata Atwirlany.
Pihaknya memastikan pendampingan korban dilakukan secara komprehensif dengan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Pelayanan Terpadu (PPPA) DKI Jakarta yang memberikan pendampingan di lapangan.
"Memastikan apakah penanganan kasus ini udah berjalan komprehensif atau belum, dan di bawah kami itu ada UPT P2TP2A di Jakarta yang sudah bertugas untuk memberikan pendampingan yang hari ini akan melaksanakan dalam proses pemeriksaan di kepolisian," kata Atwirlany.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga menyiapkan juru bahasa isyarat dan pendamping bagi AS. Hal tersebut ditujukan untuk memberikan pendampingan hukum yang layak bagi korban.
"Karena kasus ini melibatkan anak disabilitas, maka pesan kami harus sangat cermat dan memerlukan pendamping anak disabilitas serta juru bicara isyarat (JBI)," kata Komisioner KPAI Diyah Puspitarini saat dihubungi di Jakarta pada Selasa (28/5/2024).
Untuk menyiapkan juru bicara isyarat dan pendamping tersebut, KPAI bekerjasama dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) DKI Jakarta dan Polres Metro Jakarta Barat.
"Saat ini KPAI masih berkoordinasi dengan UPTD PPA dan Polres Jakbar termasuk mempersiapkan juru bicara isyarat dan pendamping anak disabilitas," kata Diyah.
Selanjutnya, Diyah meminta pihak terkait, dalam hal ini Polres Metro Jakarta Barat (Jakbar) dan UPTD PPA DKI Jakarta untuk menangani masalah asusila tersebut sesuai dengan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak, khususnya dalam pasal 59A.
"Selanjutnya sesuai dengan pasal 59 A tentang perlindungan khusus anak maka pertama proses anak harus cepat, kedua ada pendampingan psikologis dan bantuan hukum, ketiga mendapat bantuan sosial dan keempat adanya perlindungan hukum," kata Diyah.