Hawa Penyebab Nabi Adam Terusir dari Surga, Benarkah?
Pendapat yang terkesan menuding Hawa ini bukan dari sumber Islam.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa pendapat menyebut bahwa Hawa, istri Nabi Adam AS, adalah penyebab dikeluarkannya kedua insan itu dari surga Allah. Klaim ini meyakini, iblis berhasil menggoda Hawa, yang kemudian memengaruhi Adam untuk memakan buah dari pohon terlarang.
Oleh sebagian pihak, pendapat demikian lantas menjadi alasan untuk "menuding" Hawa sebagai penyebab umat manusia harus jatuh ke bumi dan tidak merasakan nikmatnya surga. Bahkan, hal itu juga dipakai untuk merendahkan wanita dibanding lelaki.
Namun, benarkah pandangan tersebut menurut ajaran Islam? Syekh Yusuf Qardhawi dalam Fatwa-Fatwa Kontemporer membahas secara khusus soal hubungan Adam dan Hawa serta kaitan dengan keluarnya mereka dari surga.
Syekh Qardhawi mengatakan, pendapat bahwa Hawa yang dituding sebagai penyebab Nabi Adam diusir adalah pendapat yang tidak islami. Menurut alm tersebut, sumber hujah ini ialah kitab Taurat dengan segala tambahannya.
Syekh Qardhawi menerangkan, dalam Alquran jelas disebutkan jika bukan seperti itu kisah dan penekanan yang diambil.
Pertama, perintah Illahi untuk tidak memakan buah terlarang ditujukan kepada Adam dan Hawa. Jadi, bukan salah satu dari keduanya saja.
Allah berfirman, yang artinya, "Dan Kami berfirman, 'Wahai Adam! Tinggallah engkau dan istrimu di dalam surga, dan makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu. (Tetapi) janganlah kamu dekati pohon ini, nanti kamu termasuk orang-orang yang zalim!'" (QS al-Baqarah: 35).
Kedua, yang mendorong dan menyesatkan keduanya dengan tipu daya, bujuk rayu, dan sumpah palsu ialah setan. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah. "Lalu setan memperdayakan keduanya dari surga sehingga keduanya dikeluarkan dari (segala kenikmatan) ketika keduanya di sana (surga). Dan Kami berfirman, 'Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain. Dan bagi kamu ada tempat tinggal dan kesenangan di bumi sampai waktu yang ditentukan'" (QS al-Baqarah: 36).
Ketiga, Alquran telah menegaskan Nabi Adam AS diciptakan oleh Allah untuk suatu tugas yang sudah ditentukan sebelum diciptakannya, yakni menjadi khalifah Allah di muka bumi. Para malaikat pada waktu itu sangat ingin mengetahui tugas tersebut. Bahkan, mereka mengira bahwa mereka lebih layak mengemban itu daripada Adam.
Hal ini telah disebutkan dalam beberapa ayat surah al-Baqarah. Ayat-ayat itu hadir sebelum ayat-ayat yang membicarakan bertempat tinggalnya Adam dalam surga dan insan pertama itu memakan buah terlarang.
Di mana 'surga' yang ditempati Nabi Adam dan istrinya?
Firman Allah, artinya, "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.' Mereka berkata, 'Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?' Tuhan befirman, 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.'" (QS al-Baqarah: 30).
Keempat, ihwal surga tempat Nabi Adam AS diperintahkan untuk berdiam di dalamnya dan memakan buah-buahannya, kecuali satu pohon. Tidak dapat dipastikan bahwa surga tersebut adalah surga yang disediakan Allah untuk orang-orang beriman dan bertakwa di akhirat kelak.
Surga yang dimaksud belum tentu surga yang di dalamnya Allah menciptakan sesuatu--yakni kenikmatan-kenikmatan--yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga, dan belum pernah terlintas dalam hati manusia.
Para ulama berbeda pendapat mengenai "surga" Adam ini. Apakah ini merupakan surga yang dijanjikan kepada orang-orang Mukmin sebagai pahala mereka? Ataukah sebuah jannah (taman/kebun) dari kebun-kebun dunia, seperti firman Allah, yang artinya, "Sesungguhnya Kami telah menguji mereka (musyrikin Makkah) sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun (jannah) ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil)-nya pada pagi hari" (QS al-Qalam: 17).
Dalam surah lain Allah berfirman, "Dan, berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan dua orang laki-laki. Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun (jannatain) anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang. Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, kebun itu tiada kurang buahnya sedikit pun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu" (QS al-Kahfi: 32-33).
Ibnul Qayyim menyebutkan kedua pendapat tersebut dengan dalilnya masing-masing dalam kitabnya, Miftahu Daaris Sa'adah. Allahu a'lam.