Ijtima Ulama Tetapkan Dana Zakat Bukan Keuangan Negara

Ada dua pandangan yakni zakat sebagai keuangan negara dan zakat keuangan keagamaan.

Dok. BAZNAS
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) RI melalui Rumah Sehat BAZNAS (RSB) terus mengupayakan layanan kesehatan gratis di berbagai daerah.
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Diskursus mengenai apakah zakat termasuk keuangan negara masih terjadi. Berdasarkan Ijtima Ulama ke VIII di Bangka baru-baru ini, terdapat dua pandangan besar mengenai status dana zakat.

Dalam ketetapan hukumnya, Ijtima Ulama mengungkapkan,  dana zakat yang dibayarkan muzakki melalui amil zakat merupakan dana mustahik, bukan milik amil dan bukan keuangan negara.  Dana zakat didistribusikan hanya untuk kepentingan khusus mustahik, yaitu muslim yang fakir, miskin, amil, mualaf, yang terlilit utang, riqab, ibnu sabil, dan/atau fi sabilillah.

Meski demikian, dalam pertimbangannya, Ijtima Ulama menjelaskan dua pandangan terkait dana zakat.Pandangan pertama, zakat dikategorikan sebagai keuangan negara dilihat dari berbagai aspek, antara lain, zakat dapat dikategorikan sebagai Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum sehingga masuk ke dalam lingkup keuangan negara, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Berikutnya, aspek kelembagaan dan akuntabilitas Baznas dalam pengelolaan dana zakat, di mana Baznas merupakan badan yang diangkat oleh negara. Demikian dengan lembaga amil zakat dapat beroperasi karena mendapatkan izin dari Kementerian Agama. Pembayaran zakat sebagai dasar atas pengurang objek harta terkena pajak, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2010 Tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan Yang Sifatnya Wajib Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto, dan PMK No. 254/PMK.03/2010 Tentang Tata Cara Pembebanan Zakat atau Sumbangan Keagamaan Yang Sifatnya Wajib Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto.

Pertimbangan selanjutnya, yakni kerugian negara terkait pengelolaan zakat pada Baznas. Ijtima Ulama dalam pertimbangannya juga menjelaskan, pandangan lain mengatakan bahwa zakat bukan keuangan negara. Pertimbangannya yakni zakat dapat dikategorikan sebagai keuangan negara dengan syarat bersifat wajib dan memaksa, sebagaimana pajak yang merupakan bagian dari keuangan negara sesuai dengan UU No 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Negara juga merupakan  pendapatan negara, di mana mekanisme penerimaan dan pengeluarannya dilakukan melalui Rekening Kas Umum Negara/menggunakan SPM untuk meminta izin Menteri. Pemungutnya pun berasal  negara sebagaimana tata kelola pajak, di mana pemungutan dan pengelolaannya dilakukan secara langsung oleh pemerintah.

Pengelolaan ini dilakukan lembaga negara yang ditunjuk oleh undang-undang sebagai pengelola zakat sebagai sumber pendapatan negara. Sebagaimana Kementerian Keuangan di Direktorat Jenderal Pajak sebagai bagian dari lembaga negara yang ditugasi oleh undang-undang untuk untuk mengelola keuangan negara seperti pajak.

Secara fiskal kenegaraan yang masuk dalam Perencanaan Keuangan Negara oleh Kementerian Negara/Lembaga (K/L) yang menghasilkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL).

 

 

Ketetapan hukum lainnya yakni terkait tentang kedudukan amil zakat yang merupakan pemegang amanah (yad al-ama- nah). Amil zakat wajib dinilai mengelola dan menyalurkan zakat kepada mustahik sesuai ketentuan syariah dan dengan berpegang teguh pada prinsip amanah, adil, transparan, akuntabel, profesional, dan tata kelola yang baik.

Baca Juga



Untuk itu, Ijtima Ulama mendorong pemerintah untuk mengoptimalkan sosialisasi kewajiban zakat. Pemerintah dan DPR diimbau untuk meningkatkan tata kelola zakat dengan mewajibkan muzakki untuk membayar zakat dan mendistribusikannya untuk kemaslahatan mustahik, serta mengatur ketentuan bahwa pembayaran zakat menjadi pengurang kewajiban pajak bukan hanya sekedar pengurang penghasilan kena pajak.

Pemerintah diminta untuk meningkatkan pengawasan terhadap tata kelola zakat agar penyalurannya tepat sasaran dan terhindar dari penyimpangan dan/atau penyalahgunaan.
Dalam hal terjadi penyimpangan dan/atau penyalahgunaan dalam pengelolaan zakat maka aparat dapat melakukan penindakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan bidang zakat.

Ketetapan hukum Ijtima Ulama berdasarkan dalil berikut..

 

 

Ketetapan hukum tersebut berdasarkan dari dalil sebagai berikut.

1.Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Segala kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu akan kamu dapatkan (pahalanya) di sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. [QS. al- Baqarah: 110]

2. Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang- orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf ), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (mem- bebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [QS. at-Taubah: 60)

3.Rasulullah pernah menugaskan seorang dari suku Asad yang berna- ma Ibnu al-Lutbiyyah untuk mengumpulkan zakat Bani Sulaim. Saat ia datang melaporkan hasil kerjanya, Rasulullah memeriksa (laporan)nya. (Muttafaq ‘alaih)

PT Pelindo, Rumah Zakat, dan Puskesmas kecamatan Cilincing Kembali menggelar posyandu untuk melakukan kegiatan pemeriksaan rutin dan edukasi Kesehatan bagi lansia, pada Sabtu (17/5/2024). - (Dok. Rumah Zakat)

4.imam al-Mawardi mendefinisikan ‘amil zakat ialah orang yang di- beri wewenang oleh imam (ulil amri) untuk menarik dan mendis- tribusikan dana zakat, sebagai perwakilan pelaku sedekah/zakat itu sendiri (al-Hawi al-Kabir, jilid 10/561). Sedangakan menurut Imam Ibnu Qudamah, ‘amil yaitu mereka yang diutus oleh ulil amri untuk mengambil dana zakat dari pemiliknya, mengum- pulkannya, dan menyalurkannya. Begitu pun yang membantu mereka, mengawasinya, serta turut menghitungnya, menuliskan- nya, menimbangnya, dan segala yang dibutuhkan di dalamnya. Dan mereka diberi upah dari harta tersebut sebagai imbalannya (al-Mughni, jilid 9/312).

5.Menurut Imam Ibnu Hazm, ‘amil ialah para personal yang ditugaskan oleh ulil amri yang wajib ditaati (al-Muhalla, jilid 6/149). Dan Imam Ibnu Batthal berkata; para ulama telah bersepakat bahwa makna ‘amil zakat ialah mereka yang berupaya mengumpulkan zakat/sedekah atas mandat dari ulil amri (Fath al-Bari, jilid 3/428).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler