KPK Sudah Layangkan Surat ke Hasto Terkait Pemeriksaan Harun Masiku
Politikus PDIP Harun Masiku masuk daftar pencarian orang di KPK sejak 17 Januari 2020
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melayangkan surat pemanggilan kepada Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto untuk diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 dengan tersangka Harun Masiku. Hingga kini, Harun berstatus daftar pencarian orang (DPO).
"Tim penyidik KPK menjadwalkan pemanggilan Pak Hasto Kristiyanto, kemarin juga ada pertanyaan itu dari teman-teman, untuk hadir hari Senin, 10 Juni 2024 sekitar pukul 10.00 WIB di dalam surat panggilannya dan tentu sudah dikirim," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (6/6/2024).
Baca: Bertemu Dubes Slovakia, Prabowo Bahas Senjata Berstandar NATO
Ali berharap, Hasto bisa memenuhi panggilan tim penyidik KPK demi kelancaran proses penyidikan dan pencarian terhadap Harun. "Kami berharap yang bersangkutan bisa hadir, sehingga bisa menjelaskan apa yang nanti akan dibutuhkan keterangannya oleh tim penyidik KPK," ujarnya.
Harun Masiku yang merupakan politikus PDIP ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 di Komisi Pemulihan Umum (KPU) Republik Indonesia.
Walau demikian, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukkan dalam DPO sejak 17 Januari 2020. Selain Harun, pihak lain yang terlibat dalam perkara tersebut adalah anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 yakni Wahyu Setiawan.
Baca: Kepala Bakamla Dorong Terbentuknya ASEAN Coast Guard
Wahyu Setiawan yang juga terpidana dalam kasus yang sama dengan Harun Masiku. Saat ini, ia sedang menjalani bebas bersyarat dari pidana tujuh tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang, Jawa Tengah.
KPK menjebloskan Wahyu Setiawan ke balik jeruji besi berdasarkan Putusan MA Nomor: 1857 K/ Pid.Sus/2021 juncto putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 37/Pid.Sus-TPK/2020/PT DKI jo. putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 28/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst tanggal 24 Agustus 2020 yang telah berkekuatan hukum tetap.
Terpidana Wahyu Setiawan juga dibebani kewajiban membayar denda sejumlah Rp 200 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan. Wahyu juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak politik dalam menduduki jabatan publik selama lima tahun terhitung setelah selesai menjalani pidana pokok.
Sebelumnya, amar putusan kasasi terhadap Wahyu Setiawan adalah menjatuhkan pidana penjara selama tujuh tahun dan pidana denda sebesar Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan ditambah pencabutan hak politik dalam menduduki jabatan publik selama lima tahun terhitung setelah selesai menjalani pidana pokok.