PBNU Tegaskan Haji tanpa Visa Resmi Hukumnya Haram dan Berdosa

PBNU minta umat Islam diminta pergi haji mengikuti aturan resmi.

M Hafil / Republika
Konferensi Pers PBNU terkait haji di Kantor PBNU, Jakarta, Kamis (6/6/2024).
Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menegaskan bahwa praktik menunaikan ibadah haji tanpa visa resmi hukummya adalah haram dan berdosa. Meskipun, ibadah hajinya tersebut sah secara fikih.

Baca Juga


"Jauh-jauh hari PBNU sudah memberikan fatwa bahwa melaksanakan ibadah haji tanpa mengikuti atau mengabaikan regulasi Pemerintah Saudi walaupun sah tapi haram dan berdosa," kata Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf, dalam konferensi pers di Kantor PBNU, Jakarta, Kamis (6/6/2024).

Ia menekankan bahwa tindakan tersebut dianggap berdosa karena melanggar hak dan kewenangan pemerintah berdaulat Kerajaan Arab Saudi.

Gus Yahya mengatakan, meski fatwa itu sudah keluar beberapa waktu lalu, namun masih ada WNI yang berangkat haji secara ilegal. Akhirnya, mereka dirazia pemerintah Saudi dan bahkan ada yang dihukum pidana. Dan semuanya, dilarang masuk Saudi dalam 10 tahun ke depan untuk kepentingan apapun.Termasuk, jika orang itu memiliki kuota antrean haji di Tanah Air.

Gus Yahya juga mengimbau masyarakat untuk bersabar menunggu giliran menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci.

"PBNU mengingatkan agar menunggu saja (giliran) dan ikuti regulasi yang ada," pintanya.

Gus Yahya menjelaskan bahwa ibadah haji wajib bagi yang mampu, dalam artian mampu mematuhi seluruh aturan yang ditetapkan pemerintah negara pemberangkatan dan tujuan. 

"Mampu itu tidak wajib mengupayakan. Tidak wajib. Haji hanya wajib bagi yang mampu, dan kemampuan itu tidak wajib diupayakan," ujar Gus Yahya. 

Karena itu, ia meminta umat tidak perlu gelisah karena pahala haji sudah banyak disediakan bagi mereka yang tidak mampu melaksanakan.

Wakil Ketua Umum PBNU KH Zulfa Mustofa menambahkan, disebut haram dan berdosa bagi jamaah haji tanpa visa khusus haji karena ada unsur mengambil hak jamaah haji resmi yang terdaftar

"Hak untuk wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah dan Mina sudah dihitung oleh pemerintah Saudi. Jika mengambil hak orang lain maka dihukumi dosa," ujar Kiai Zulfa.

PBNU dalam hal ini sudah dan selalu menghargai kesepakatan penyelenggaraan ibadah haji oleh pemerintah. Dalam hal ini pemerintah Saudi dan Indonesia.

"Jadi apabila sudah ditetapkan maka harus taat kepada ulil amri. Itu hukumnya wajib," ujar Kiai Zulfa.

Sedangkan Khatib Syuriah PBNU KH Syarmidi Husna mengatakan, bahwa visa haji yang sah ada dua. Yaitu visa haji reguler dan khusus serta visa haji mujamalah.

"Di luar dua visa itu pasti terlarang. Jika ada yang gunakan di luar dua visa itu maka hajinya cacat dan pelakunya berdosa, " ujar Kiai Syarmidi.

Sebelumnya, otoritas keamanan Arab Saudi kembali menahan 37 WNI yang kedapatan hanya memiliki visa ziarah tetapi diduga nekat untuk berhaji.

Dari hasil pemeriksaan aparat keamanan, puluhan WNI tersebut menggunakan atribut haji palsu yang selama ini dipakai oleh jamaah calon haji Indonesia resmi.

Pada Senin (3/6/2024), Konsul Jenderal RI Yusron B Ambary di Jeddah, Arab Saudi, telah menyampaikan bahwa sebanyak 34 dari 37 Warga Negara Indonesia (WNI) yang ditangkap aparat keamanan Arab Saudi karena kedapatan menggunakan visa non-haji dipulangkan ke tanah air, sementara tiga orang lainnya akan diproses secara hukum.

"Alhamdulillah, dalam pendampingan tersebut, 34 orang dinyatakan bebas dan pagi ini telah kembali ke Indonesia dengan penerbangan Qatar Airways yang akan tiba di Jakarta pukul 21.30 WIB," ujar dia.

Yusron mengatakan KJRI Jeddah akan memastikan hak-hak hukum 3 WNI yang diproses hukum tersebut terpenuhi.

Di sisi lain, berdasarkan pengakuan 34 orang yang sudah pulang mereka menyampaikan bahwa datang ke Arab Saudi dengan visa ziarah bukan visa haji.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler