IDEAS: Banyak Daerah Defisit Daging Kurban, Pembagian Harus Sampai ke Pelosok

Daerah dengan potensi surplus kurban terbesar didominasi daerah metropolitan Jawa.

IDEAS
Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) mengidentifikasi sejumlah daerah prioritas intervensi gizi protein hewani melalui kurban.
Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Besarnya potensi daging yang bisa dihasilkan dalam pelaksanaan ibadah kurban berpeluang untuk memperbaiki tingkat gizi dan kesehatan masyarakat, terutama kelompok termiskin. Namun, potensi kurban terdistribusi amat tidak merata, kesenjangan yang lebar terjadi antara daerah metropolitan utama Jawa dengan wilayah lainnya.

Baca Juga


Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) mengidentifikasi sejumlah daerah prioritas intervensi gizi protein hewani melalui kurban, yaitu daerah dengan konsumsi daging yang sangat rendah, mendekati nol, dan dengan jumlah orang termiskin (mustahik) yang besar. 

“Daerah-daerah prioritas intervensi gizi melalui kurban ini didominasi oleh daerah luar Jawa dengan karakteristik umum adalah daerah tertinggal dan terisolasi, seperti Kab. Majene, Kab. Seram Bagian Barat dan Kab. Hulu Sungai Selatan,” kata Haryo Mojopahit, Peneliti IDEAS dalam keterangan tertulisnya, pada Selasa (11/6/2024).

Haryo menambahkan, terdapat beberapa daerah di Jawa yang masuk dalam kategori daerah prioritas intervensi gizi melalui kurban ini seperti Kabupaten Ngawi, Kabupaten Pandeglang, dan Kabupaten Lebak. Padahal daerah-daerah tersebut dekat dengan kota-kota besar. 

Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) mengidentifikasi sejumlah daerah prioritas intervensi gizi protein hewani melalui kurban. - (IDEAS)

Dari simulasi IDEAS terlihat daerah dengan potensi surplus kurban terbesar didominasi daerah metropolitan Jawa, seperti Jakarta (9.905 ton) serta Bandung Raya yaitu Bandung, Cimahi dan Kabupaten Sumedang (6.355 ton). 

“Daerah surplus kurban terbesar lainnya adalah Sleman dan Bantul (4.975 ton), Bogor, Depok, dan Sukabumi (2.381 ton), Surabaya dan Sidoarjo (1.952 ton), Tangerang Selatan dan Kota Tangerang (1.699 ton) dan Bekasi (1.012 ton),” ujar Haryo.

Sementara itu wilayah dengan potensi defisit kurban terbesar didominasi daerah pedesaan Jawa, IDEAS mengelompokannya berdasarkan kedekatan secara geografisnya. Wilayah tersebut yaitu pertama Kabupaten Grobogan, Blora, Pati, Jepara, dan Demak (-2,623 ton), kedua kawasan utara Jawa Timur, yaitu Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep (-2.484 ton), ketiga kawasan timur Jawa Timur yaitu Kabupaten Jember, Bondowoso, Probolinggo, dan Pasuruan (-1.964 ton).

Keempat kawasan utara Jawa Tengah yaitu Kabupaten Brebes, Tegal, Pemalang, Purbalingga, dan Pekalongan (-1.958 ton), kelima Kabupetan Jombang, Nganjuk, Madiun, Ngawi, Bojonegoro, Kabupaten Mojokerto, dan Kota Kediri (-1.849 ton), keenam Kabupaten Tangerang, Pandeglang, dan Lebak (-1.764 ton).

Selanjutnya ketujuh Kabupaten Banyumas dan Kebumen (-519 ton), kedelapan wilayah selatan Jawa Barat yaitu Kabupaten Cianjur (-590 ton), dan kesembilan kawasan utara Jawa Barat yaitu Kabupaten Karawang, Indramayu, Majalengka, dan Kabupaten Cirebon (-94 ton). 

“Kemiskinan Jawa yang sangat masif menuntut kemampuan identifikasi mustahik yang sempurna bagi pengelola hewan kurban. Sedangkan, kemiskinan luar Jawa menuntut kemampuan membuka akses keterpencilan dan keterisolasian yang kuat,” ujar Haryo.

Tantangan pengelolaan kurban Indonesia secara umum masih terdesentralisasi di ribuan panitia kurban lokal temporer yang tersebar di seluruh negeri, berbasis masjid, musholla, pesantren, hingga lembaga pendidikan dan perusahaan. 

Tidak meratanya potensi kurban ini mencerminkan kesenjangan pendapatan antarwilayah yang akut di Indonesia. Untuk intervensi daging bagi kelompok termiskin, maka dibutuhkan reformasi berupa kolaborasi kegiatan kurban. “Program distribusi hewan kurban dari daerah surplus ke daerah minus daging kurban sangatlah tepat dan penting untuk penyaluran kurban yang tepat sasaran dan signifikan untuk pemerataan dan peningkatan kesejahteraan si miskin,” ucap Haryo.

Mengambil studi kasus program tebar hewan kurban dari LAZ Dompet Dhuafa (THK-DD), rekayasa sosial terbukti mampu meningkatkan kemanfaatan kurban secara signifikan. “Pada 2023, dari ribuan titik distribusi program THK-DD di penjuru negeri, kami menemukan bahwa daerah distribusi secara umum adalah daerah dengan rerata konsumsi daging yang sangat rendah, bahkan mendekati nol,” ungkap Haryo.

Haryo memberi contoh di Jawa, daerah distribusi kurban program THK-DD seperti di Kabupaten Ngawi dengan rerata konsumsi daging 0,01 kg/kapita/tahun, Kabupaten Magelang (0,18 kg/kapita/tahun), dan Kabupaten Pandeglang (0,06 kg/kapita/tahun). 

Sedangkan di luar Jawa, daerah distribusi program THK-DD seperti di Kabupaten Seram Bagian Barat dengan rerata konsumsi daging hanya 0,01 kg/kapita/tahun, Kabupaten Kubu Raya (0,08 kg/kapita/tahun), Kabupaten Sigi (0.16 kg/kapita/tahun), dan Kabupaten Halmahera Utara (0.11 kg/kapita/tahun).

“Dengan demikian, program Tebar Hewan Kurban adalah tepat sasaran dan efektif meningkatkan konsumsi daging mustahik,” kata Haryo.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler