Saksi Kasus Vina Ajukan Permohonan Baru Perlindungan ke LPSK, Pakar Hukum Nilai Wajar

Permohonan dapat terjadi karena para saksi dinilai khawatir terhadap keselamatan jiwa

Republika.co.id
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Red: Israr Itah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana Universitas Padjadjaran Lies Sulistiani menyebut wajar bila ada permohonan perlindungan baru kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk saksi kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon, Jawa Barat.

Baca Juga


“Kasus Vina Cirebon menjadi kasus yang banyak menarik perhatian masyarakat. Oleh karena itu, banyaknya saksi yang mengajukan perlindungan kepada LPSK menjadi sangat wajar,” kata Lies saat dihubungi Antara dari Jakarta, Selasa (11/6/2024).

Selain itu, ia mengatakan banyaknya permohonan dapat terjadi karena para saksi dinilai khawatir terhadap keselamatan jiwanya, sehingga memerlukan jaminan perlindungan.

“Selain perlindungan atas rasa aman, mungkin juga membutuhkan perlindungan bentuk lain, misalnya jaminan untuk tidak dipidanakan karena keterangan yang diberikannya,” ujarnya.

Oleh sebab itu, ia mengatakan bahwa penting bagi LPSK untuk menelaah dengan baik posisi para saksi yang meminta permohonan perlindungan.

“Apakah benar ia mempunyai keterangan penting dalam pengungkapan kasus tersebut, dan bersedia menyampaikan keseluruhannya dengan benar dan dengan iktikad baik? Juga apakah yang bersangkutan berada dalam keadaan yang potensial terancam jiwa dan keselamatannya," kata Lies.

Menurut dia, hal-hal tersebut perlu dipertimbangkan LPSK dalam menerima setiap permohonan perlindungan, sehingga dasar pemberian perlindungan bukan dikarenakan kasus tersebut viral.

Sebelumnya, Wakil Ketua LPSK Sri Suparyati di Bandung, Jawa Barat mengatakan lembaganya menerima 3-4 permohonan baru perlindungan saksi kasus Vina.

Ia mengatakan, permohonan tersebut sudah masuk ke LPSK, tetapi belum diputuskan untuk dilakukan pendampingan karena masih dalam pendalaman. Untuk diputuskan, harus melalui sidang mahkamah LPSK.

Menurut dia, penentuan disetujuinya permohonan untuk pendampingan LPSK memang butuh waktu karena perlu penilaian psikologis, dan melihat lebih detail terkait keterangan yang disampaikan.

Pada prinsipnya, ia menekankan semua masyarakat memiliki hak untuk mengajukan pendampingan kepada LPSK, termasuk Pegi Setiawan yang ditetapkan sebagai tersangka. Namun, lanjut dia, sejumlah proses perlu sesuai dengan standardisasi LPSK sebelum diputuskan mendapatkan pendampingan.

"Semua punya hak, tetapi lagi-lagi kami akan tetap melakukan proses sesuai dengan standardisasi LPSK sesuai prosedur. Kalau tersangka mengajukan, kami harus lihat sifat keterangannya sejauh mana, apalagi dia misalnya sebagai pelaku utama itu kami mesti lihatnya lebih detail lagi," kata dia.

Pendetailan keterangan dan posisi pemohon itu, kata Sri, juga berlaku bagi delapan tersangka yang sedang dan sudah menjalani hukuman atas kasus yang terjadi 8 tahun lalu, yakni pada 2016.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler