Mantan Wakapolri: Penyidik KPK Bisa Dipidana karena Sita Barang Sekjen PDIP
Oegroseno menyatakan Kompol Rossa telah melanggar Pasal 363 KUHP.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wakapolri Komjen (purn) Oegroseno menilai penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kompol Rossa Purbo Bekti bisa dijerat pidana dan diproses etik. Sebab, ia mengambil ponsel dan dokumen PDI Perjuangan dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang berstatus sebagai saksi.
Oegroseno, mantan Kadiv Propam Polri, juga menyatakan dirinya pernah menjatuhkan sanksi etik berat terhadap anggota kepolisian yang terbukti menjebak seseorang yang masih berstatus saksi.
"Jadi, sebetulnya kejadian seperti ini pernah terjadi pada 2009. Itu seorang saksi diperiksa kemudian diperiksanya di tempat yang bukan semestinya, harusnya kan diperiksa di tempat yang sudah dijelaskan, ya," kata Oegroseno dalam keterangannya pada Sabtu (15/7/2024).
Oegroseno menyampaikan, saksi sebenarnya bisa mengajukan tempat pemeriksaan kepada aparat penegak hukum. Saksi juga berhak menolak tempat yang diajukan saksi apabila merasa lokasi tidak aman.
"Saksi juga tidak boleh digeledah, dulu terjadi 2009 itu, juga digeledah seolah ditemukan narkoba di situ," kata Oegroseno.
Waktu itu, lanjut Oegroseno, ia menjabat sebagai Kadiv Propam. Anggota kepolisian yang melakukan itu lalu diproses pelanggaran etika berat.
"Nah, sekarang kalau misalnya seorang saksi digeledah seperti kemarin Hasto, sekarang yang dicari apa dari saksi ini? Keterangan saksi, kan? Kenapa harus disita barangnya, digeledah? Iini kan tidak ada aturannya seperti itu. Terus yang diambil barang-barang yang berharga, ini kan sama dengan kejahatan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum," kata Oegroseno.
Oegroseno menyatakan Kompol Rossa telah melanggar Pasal 363 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
"Saya katakan sama dengan pencurian dengan kekerasan," ujarnya.
Purnawirawan jenderal bintang tiga Polri itu menambahkan aparat penegak hukum bahkan tidak boleh sewenang-wenang melakukan penyitaan terhadap seseorang yang berstatus sebagai tersangka. Penyitaan hanya boleh dilakukan dengan aturan yang ketat dan barang yang disita terlibat langsung dengan kejahatan yang dilakukan tersangka.
"Waktu saya ikut pendidikan di Amerika Serikat saja, itu ada tentang masalah kepropaman. Jadi, pada saat polisi menggeledah tersangka di rumahnya, kemudian polisi itu membaca hape istri tersangka, itu pelanggaran profesi berat dan polisi itu diberhentikan. Bagi saya kalau KPK mengambil langkah-langkah seperti itu apakah di UU juga diatur, UU KPK loh, ya. Tetapi kalau di hukum acara pidana itu saya rasa enggak ada. Kalau ada UU khusus ya silakan, tetapi itu UU-nya yang salah menurut saya dan harus diperbaiki," ujar Oegroseno.
Oegroseno menegaskan...
Oegroseno menegaskan KPK tidak bisa menggunakan ponsel dan barang Hasto sebagai alat bukti di mata hukum karena proses penyitaannya dilakukan dengan melawan hukum.
"Apa yang mau dijadikan bukti. Itu kan sama dengan menjebak. Yang boleh menjebak itu dengan kontrol delivery atau undercover buy begitu. Jangankan dirampas, dipinjam saja enggak boleh kok," kata Oegroseno.
Oleh karena itu, Oegroseno menekankan, yang dilakukan oleh Kompol Rossa bisa diproses hukum.
"Menurut saya itu kejahatan berat ya kalau di pidana umum itu sama dengan merampas barang seseorang. Itu mengambil secara paksa kok," kata Oegroseno.
Sebelumnya, Staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Kusnadi bersama kuasa hukumnya Petrus Selestinus mendatangi Bareskrim Polri untuk membuat laporan terkait tindakan penyidik KPK, Kompol Rossa Purbo Bekti, Kamis (13/6/2024). Mereka tiba di Kantor Bareskrim Polri sekira pukul 14.25 WIB.
Kompol Rossa diduga melakukan intimidasi dan perampasan barang milik Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Kusnadi, berupa buku catatan partai serta telepon pintar (smartphone). Saat itu, Kusnadi ikut di dalam rombongan yang mengantar Hasto ketika menghadiri panggilan untuk memberikan keterangan.
Kusnadi lalu didekati oleh Rossa dan membisikkan bahwa ia tengah dicari dan dipanggil oleh Hasto. Kusnadi akhirnya mengikuti Rossa dan naik ke lantai atas gedung KPK.
Di sana, Kusnadi mengaku mendapat intimidasi, pengeledahan, serta penyitaan barang-barang pribadi miliknya dan Hasto yang dipegangnya. Padahal, Kusnadi bukan merupakan objek pemeriksaan pada hari itu.