Bohong Boleh Asal... Inilah Dusta yang Diizinkan dalam Islam
Ada dusta yang dibolehkan sebagaimana dijelaskan Imam Al Ghazali.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Agama Islam tegas melarang dusta atau berbohong karena pelakunya akan berdosa jika berbuat dusta. Akan tetapi, ada dusta yang dibolehkan sebagaimana dijelaskan Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin.
Dalam kitabnya, Imam Al Ghazali menjelaskan kadang-kadang dusta berkaitan dengan bahaya bagi orang lain. Kadang dusta berkaitan dengan kebodohan yang mengandung manfaat dan kemaslahatan. Maka, dusta yang seperti ini diperbolehkan, bahkan bisa menjadi wajib.
Malmun bin Mahram mengatakan, dusta pada sebagian tempat itu lebih baik daripada jujur. Coba bayangkan seandainya ada seseorang berjalan di belakang yang lain untuk membunuh, orang yang akan membunuh itu bertemu dengan kamu dan bertanya apakah kamu mengenal orang yang sedang jadi target dan akan dibunuhnya.
Maka, kamu berkata kepada orang yang akan membunuh itu bahwa kamu tidak mengenal orang yang akan menjadi targetnya. Padahal kamu mengenal dan mengetahuinya. Maka inilah dusta yang wajib.
Perkataan merupakan perantara kepada tujuan. Setiap tujuan terpuji yang mungkin bisa sampai dengan cara jujur dan dusta secara bersamaan, maka dusta padanya adalah haram.
Kalau tujuan terpuji itu hanya bisa sampainya hanya dengan dusta, tidak bisa dengan jujur, maka dusta padanya adalah mubah (diperbolehkan) jika tujuannya yang dihasilkan mubah. Sementara kalau tujuan yang dituju wajib, maka dusta itu menjadi wajib seperti menjaga pertumpahan darah orang Muslim.
"Jika kejujuran bisa menyebabkan pertumpahan darah orang Muslim yang bersembunyi dari orang zalim, maka dusta padanya menjadi wajib," kata ulama bergelar Hujjatul Islam Zainuddin al-Thusi dalam Ihya Ulumuddin.
Baca di halaman selanjutnya...
Jika tidak bisa sempurna target peperangan, mendamaikan orang yang bertikai atau menarik kalbu orang yang teraniaya kecuali dengan dusta, maka dusta seperti ini diperbolehkan.
Hanya saja, sebaiknya setiap orang menjaga diri dari dusta sedapat mungkin. Karena apabila ia membuka pintu dusta kepada apa yang tidak perlu dan kepada apa yang tidak terbatas atas batas terpaksa, maka dusta itu haram menurut asalnya kecuali dalam keadaan terpaksa.
Hal yang menunjukkan kepada pengecualian itu adalah apa yang diriwayatkan dari Ummi Kaltsum, ia berkata, "Aku tidak mendengar Rasulullah membolehkan berdusta dalam sesuatu kecuali pada tiga perkara yaitu: Seorang laki-laki yang berkata dengan sesuatu perkataan untuk maksud mendamaikan, seorang laki-laki yang berkata dengan suatu perkataan dalam peperangan, dan seorang laki-laki berbicara dengan istrinya dan istri berbicara dengan suaminya." (HR Imam Muslim)
Ummi Kaltsum berkata, Nabi Muhammad SAW bersabda,
لَيْسَ بِكَذَّابٍ مَنْ أَصْلَحَ بَيْنَ اثْنَيْنِ فَقَالَ خَيْرًا أَوْ نَمَى خَيْرًا.
"Tidaklah dikatakan pendusta, orang yang mendamaikan antara dua orang yang bertikai, lalu ia mengatakan yang baik atau ia menambahkan yang baik," (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim)
Asma' bin Yazid berkata, Rasulullah SAW juga bersabda, "Setiap dusta itu ditulis atas anak Adam kecuali seorang laki-laki yang berdusta di antara dua orang Muslim untuk mendamaikan antara keduanya." (HR Imam Ahmad dan Imam At-Tirmidzi)
Baca di halaman selanjutnya...
Diriwayatkan dari Abi Kahil berkata, "Terjadi pertengkaran antara dua orang sahabat Nabi Muhammad SAW, sehingga keduanya saling memutuskan hubungan, lalu aku jumpai salah seorang dari keduanya."
"Aku dan bertanya: Apa yang terjadi antara engkau dan si fulan, dan aku mendengar ia membaguskan pujian kepadamu. Kemudian aku jumpai yang lain, lalu aku bertanya kepadanya seperti perkataan tadi sehingga keduanya berdamai."
"Kemudian aku berkata: Aku telah membinasakan diriku dan memperbaiki di antara dua orang ini, lalu aku beritahukan kepada Rasulullah SAW."
Maka Nabi Muhammad SAW bersabda,
يَا أَبَا كَاهِلٍ أَصْلِحْ بَيْنَ النَّاسِ.
"Wahai Abi Kahil, damaikanlah di antara manusia."
Artinya, walaupun dengan dusta.