Indikator Sektor Keuangan Tunjukkan Tren Kurang Baik, Ini Catatan Banggar DPR RI

Pemerintah perlu mewaspadai tren sektor keuangan yang melemah

Republika/Nawir Arsyad Akbar
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah, mengatakan pemerintah perlu mewaspadai tren sektor keuangan yang melemah
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Sejumlah indikator sektor keuangan yang menunjukkan tren kurang baik. Gejala ini pun perlu diwaspadai pemerintah.

Ketua Banggar DPR, Said Abdullah, mengatakan sejak dua tahun lalu, nilai tukar (kurs) rupiah terus bergerak naik, semua dari Rp 14 ribuan per 1 dolar AS pada 2022, terus merangkak Rp. 14.500- 15.000 an/1 dolar AS pada 2023, dan pada semester 1 2024 ini berada di level RP. 15.400-16.400-an per 1 dolar AS.

Indikator selanjutnya, kata dia, Kuartal II 2024, kinerja saham di bursa menunjukkan tren penurunan dibanding kurtal I 2024.

Pada kuartal II 2024, IHSG pada April 2024 masih di level Rp 7.200, dan per akhir Mei 2024 IHSG terus melorot Rp. 6.728 di 19 Juni 2024 kemarin.

“Situasi ini menempatkan IHSG menjadi pasar saham terburuk kelima setelah Qatar, Meksiko, Brasil, dan Thailand,” kata dia dalam keterangannya, Senin (24/6/2024).

Baca Juga


Said mengatakan, indikator berikutnya sejak akhir tahun lalu, yield SBN 10 tahun di level 6,4 persen, terus merangkak naik hingga 7,2 pada 20 Juni 2024.

Di lain pihak, kata dia, minat investor asing terhadap SBN makin turun sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia, dari sebelum pandemi porsi asing memegang SBN sebesar Rp. 38 persen, namun akhir Mei 2024 menyisakan 14 persen, sehingga kebutuhan likuiditas kedepan makin menantang dan ketat.

Current account juga menjadi indikator, kata dia. Sejak kuartal II 2023 hingga kurtal I 2024, terus mengalami defisit, padahal capaian kuartal III 2021 hingga Kuartal I 2023 mengalami surplus. Defisit current account kuartal I 2024 cukup dalam mencapai 2,2 miliar dolar AS.

Meskipun Foreign Direct Investment (FDI) pada kuartal I 2024 tumbuh 15 persen, kata Said, namun pertumbuhan ini tidak secemerlang pada periode sebelumnya.

“Pada Kuartal III 2022 FDI kita tumbuh fantastik hingga 63,6 persen, dan sejak itu perlahan lahan menurun,” ujar dia.

Dia menilai berangkat dari indikator di atas, minat investor asing terhadap kegiatan bisnis di Indonesia, khususnya pada sektor keuangan menurun.

Musababnya, menurut dia, karena sentimen peningkatan yield surat utang di Amerika Serikat dan tren suku bunga tinggi di sejumlah bank sentral negara maju yang belum akan berakhir.

“Dengan demikian, kebutuhan pemerintah dan pelaku usaha untuk mendapatkan likuiditas kedepan akan sangat kompetitif, dan berbiaya mahal,” kata dia.

Terkait hal ini, Said mengatakan untuk membantu pemerintah memiliki kelonggaran dalam bergerak, khususnya pada pemerintahan kedepan menghadapi sentimen negatif dari eksternal, khususnya pada sektor keuangan, posisi Badan Anggaran DPR terhadap sejumlah asumsi ekonomi makro dan postur RAPBN 2025, antara lain target pertumbuhan ekonomi di patok pada kisaran 5,1 – 5,5 persen.

Selain itu, kata Said, tingkat inflasi pada kisaran 1,5 -3,5 persen, nilai tukar (kurs) Rp/USD Rp. 15.300-15.900, Yield SBN 10 tahun 6,9 – 7,2 persen, harga minyak mentah Indonesia 75-80, lifting minyak bumi 580-605 ribu barel, dan lifiting gas bumi 1.003-1.047 setara ribu barel.

“Asumi tersebut sesungguhnya tidak terpaut signifikan dari usulan asumsi ekonomi makro yang diusulkan oleh pemerintah kepada DPR,” tutur dia.

Dia menyebutkan contoh misalnya, kurs batas atas Banggar DPR pada posisi Rp. 15.900 sementara pemerintah Rp. 16 ribu. Namun pemerintah sepakat batas atas kurs menjadi Rp. 15.900, agar ada upaya pengendalian rupiah yang lebih signifikan, sebagaimana disampaikan oleh pemerintah pada konferensi pers bersama Menko Perekonomian dan Menkeu pada Senin pagi.

Sementara Yield SBN, Banggar DPR pada posisi batas atas 7,2 persen sementara pemerintah 7,3 persen. Pemerintah menyepakati usulan Banggar DPR atas batas atas yield.

Sedangkan target lifting minyak bumi, Banggar DPR mematok volume yang lebih tinggi dari target pemerintah semula 580-601 ribu barel.

“Banggar DPR mendukung usulan Komisi VII DPR di level 580-605, dan pemerintah sepakat atas hal itu,” kata dia.

Dia mengatakan, ssumsi usulan Banggar di atas diletakkan dalam sejumlah landasan. Pertama, terhadap yield SBN, Banggar DPR mendorong agar batas atas yield tidak semakin tinggi.

“Meskipun hal itu bisa kita pahami, karena era suku bunga tinggi jadi kecenderungan pada setahun kedepan, namun resiko beban bunga yang akan dihadapi oleh pemerintah kedepan juga akan semakin memberatkan,” kata dia.

Kedua, demikian juga dengan target lifting minyak bumi, posisi Banggar DPR mendorong target yang lebih tinggi. Pertimbanganya investasi di sektor hulu terjadi peningkatan. Di lain pihak, peningkatan kapasitas produksi minyak bumi sebagai bantalan PNBP kita kedepan.

Atas postur pendapatan dan belanja pada RAPBN 2025, Said memperkirakan pendapatan negara Rp. 2.986,3 triliun, belanja negara Rp. 3.542 triliun, defisit APBN sebesar Rp. 555,7 triliun (2,29 persen PDB) dengan asumsi PDB 2025 sebesar Rp. 24.270 triliun.

“Belanja negara RAPBN 2025 juga akan memberikan dukungan anggaran untuk Program Pak Prabowo tentang makan bergizi gratis untuk anak sekolah sebesar Rp. 71 triliun.” Ujar dia.

Dia menyebut pula tax ratio diasumsikan bisa meningkat menjadi 10,5 persen PDB, maka target penerimaan perpajakan sebesar Rp. 2.548,3triliun, selebihnya dari PNBP dan hibah.

Target ini, menurut dia, sangat challenging bagi pemerintah pada 2025, di tengah situasi tingkat konsumsi rumah tangga meskipun tumbuh, namun capaiannya lebih rendah dari tahun sebelumnya, serta biaya dana yang mahal.

Apalagi sejak tiga tahun terakhir tax ratio hanya mampu di raih pada level 10,3 persen PDB, serta komoditas ekspor kita tidak setinggi 2022.

“Saya berkeyakinan, dengan postur RAPBN 2025 seperti ini, meskipun dengan sejumlah target yang cukup menantang, namun postur RAPBN ini cukup baik untuk merespons tantangan ekonomi kita kedepan,” kata dia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler