Kisruh Pilkada Mengorbankan Rakyat

Cara kotor hingga janji manis seolah ringan dijanjikan oleh para kontestan pilkada. Nampak di permukaan rakyat mendapat keuntungan, namun hakikatnya rakyat menjadi korban. Korban perebutan kekuasaan, korban janji manis menjelang pilkada, hingga menja

retizen /Nur Aini
.
Rep: Nur Aini Red: Retizen

Pilkada Jawa Tengah 2024 ternodai dengan munculnya dugaan mobilisasi kepala desa (kades) untuk memenangkan salah satu kandidat. Mirisnya, praktik kotor semacam ini terjadi secara masif dalam beberapa pekan terakhir.(tirto.id, 26/10/2024)


Tak hanya memobilisasi kepala desa, ada juga calon bupati yang menjamin pemilihnya masuk surga. Belum lagi serangan fajar, politik uang dan suap-menyuap yang sudah menjadi rahasia umum selalu terjadi dalam setiap pemilihan. Cara kotor hingga janji manis seolah ringan dijanjikan oleh para kontestan pilkada. Nampak di permukaan rakyat mendapat keuntungan, namun hakikatnya rakyat menjadi korban. Korban perebutan kekuasaan, korban janji manis menjelang pilkada, hingga menjadi korban perpecahan karena kepentingan segelintir orang yang haus kekuasaan.

Lebih dari itu, rakyat menjadi korban dari proses pemilihan kepala daerah dalam sistem demokrasi, yang sejatinya hanya menguntungkan kepentingan oligarki. Padahal biaya yang digunakan adalah uang rakyat, dan rakyat justru mendapatkan banyak persoalan dari proses tersebut. Alih-alih hidup sejahtera di dunia dan selamat di akhirat, rakyat hanya mendapat getah atas perilaku politikus busuk yang lahir dari sistem demokrasi dan terbawa arus suap-meyuap yang dianggap biasa namun menjadi pengantar ke pintu neraka. Sudahlah memakan biaya mahal ujungnya menyengsarakan.

Sangat jauh berbeda dengan pengangkatan pemimpin daerah dalam sistem Islam. Islam memiliki mekanisme yang praktis dan hemat biaya karena kepala daerah (wali dan amil) ditetapkan dengan penunjukan Khalifah sesuai dengan kebutuhan Khalifah. Hal ini karena posisi mereka sebagai pembantu Khalifah. Khalifah akan memilih individu yang amanah, berintegritas dan memiliki kapabilitas. Dengan kepemimpinan yang tepat dan menerapkan hukum syariat, maka rakyat akan diurus dengan baik dan hidup sejahtera.

Satu hal yang pasti, dalam Islam para kepala daerah adalah pengurus rakyat dengan menerapkan syariat dari Allah dan RasulNya, kepentingan rakyat adalah pertimbangan utama, bukan kepentingan para pemilik modal yang telah mendanai proses kampanye sebagaimana yang terjadi dalam sistem demokrasi kapitalisme.

Terakhir, seharusnya rakyat sedikitpun tidak berharap akan terpilih pemimpin yang amanah dan bertakwa, takut semata kepada Allah SWT pada pilkada dalam sistem demokrasi, karena hal tersebut adalah kemungkinan yang tidak akan terjadi dalam sistem sekular yang mengabaikan aturan agama dan berlindung di balik jargon suara rakyat yang sejatinya hanya diinginkan saat pilkada saja. Rakyat hanya bisa berharap pada sistem Islam yang akan mengantarkan pada rahmat untuk seluruh alam. Maka hanya satu hal yang bisa melahirkan perubahan dan pemimpin adil, penerapan Islam kaffah dalam sistem Islam.

sumber : https://retizen.id/posts/486051/kisruh-pilkada-mengorbankan-rakyat
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke retizen@rol.republika.co.id.
Berita Terpopuler