Perdebatan Seru Pengacara Pegi dengan Ahli dari Polda Jabar Soal Bukti dan Dua DPO Fiktif
Sejumlah pengunjung yang hadir di persidangan ikut menyoraki saksi ahli.
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG - Sejumlah kuasa hukum Pegi Setiawan menunjukkan kekesalannya terhadap saksi ahli pidana Prof Agus Surono yang dihadirkan Polda Jawa Barat (Jabar) di sidang praperadilan, di Pengadilan Negeri Bandung, Kamis (4/7/2024). Mereka merasa tidak puas dengan jawaban saksi ahli.
Terjadi perdebatan cukup seru di antara mereka hingga sejumlah pengunjung yang hadir di persidangan pun ikut menyoraki saksi ahli saat jawaban yang diungkapkan tidak memuaskan kuasa hukum Pegi Setiawan. Hakim tunggal Eman Sulaeman pun sempat mengingatkan pihak pemohon dan pengunjung untuk tertib.
Kuasa hukum sempat menanyakan terkait keterangan saksi fakta yang menyebut Pegi Setiawan di Bandung. Mereka menanyakan apakah surat penetapan tersangka dan penahanan sah atau tidak dalam kasus tersebut.
"Saya sudah sampaikan penetapan tersangka aspek formil ketika sudah ada dua alat bukti sah secara hukum," ucap ahli pidana Prof Agus Surono.
Sedangkan kuasa hukum lainnya menanyakan soal putusan Pengadilan Negeri Cirebon tentang tiga orang yang masuk daftar pencarian orang. Namun, saat kasus bergulir dua DPO disebut fiktif oleh penyidik.
"Di dalam putusan hakim tertuang tiga DPO, kita ketahui dua DPO fiktif. Pertanyaan menghilangkan dua DPO (apakah) melakukan obstruction of justice (menghalangi penyidikan)," tanya salah seorang kuasa hukum Pegi Setiawan.
"Itu tidak masuk lingkup praperadilan," kata dia.
Sejumlah kuasa hukum pun meminta agar saksi ahli bersikap independen dan proposional. Prof Agus Surono menegaskan dirinya hadir di persidangan dengan independen dan tidak berpihak kepada siapapun.
"Saya hadir di sini independen bersumpah tidak berpihak kepada siapapun yang saya pahami teori perundangan-undangan. Saya tidak dipengaruhi siapapun," kata dia.
Hakim tunggal Eman Sulaeman pun mengingatkan agar para pihak tidak menyimpulkan. Ia mencontohkan, meski ahli dianggap salah, tapi tidak lantas menyatakan salah di hadapan persidangan.
Salah seorang kuasa hukum Insank Nasruddin mengatakan, jawaban ahli selalu berbicara tentang proses penyidikan yang penting terpenuhi dua alat bukti. Sehingga ditetapkan sah sebagai tersangka.
"Kalau sebatas itu maka saya menilai bahwa gampang sekali menetapkan tersangka," kata dia.
Prof Agus langsung menolak pernyataan kuasa hukum tersebut. Ia merasa tidak sependapat dengan hal itu.
"Saya tidak sependapat dengan saudara, dalam penetapan tersangka dasarnya penetapan tersangka berdasarkan dua alat bukti," kata dia.
Bantahan Polda Jabar. Baca di halaman selanjutnya.
Tim hukum Polda meminta agar para pihak terkait persidangan praperadilan Pegi Setiawan tidak menyalahkan ahli yang dihadirkan di Pengadilan Negeri Bandung, Kamis (4/7/2024). Mereka menyebut ahli sudah menjawab pertanyaan pemohon kuasa hukum Pegi Setiawan sesuai aturan yang berlaku.
Seperti diketahui, Polda Jabar menghadirkan saksi ahli Prof Agus Surono di persidangan praperadilan Pegi Setiawan. Ia merupakan guru besar ahli pidana Universitas Pancasila di Jakarta Selatan.
Kabid Hukum Polda Jabar Kombes Nurhadi Handayani mengatakan, ahli yang dihadirkan telah komprehensif menjawab pertanyaan dari pemohon yaitu kuasa hukum Pegi Setiawan. Termasuk pertanyaan dari termohon tim Polda Jawa Barat.
"Beliau secara komprehensif ya, telah menjelaskan beberapa pertanyaan yang disampaikan oleh para pemohon maupun dari kami sendiri, begitu," ucap dia, Kamis (4/7/2024).
Setelah persidangan selesai, ia akan membuat kesimpulan yang akan diserahkan kepada hakim tunggal Eman Sulaeman, Jumat (5/7/2024). Terkait pertanyaan kuasa hukum yang membahas syarat formil praperadilan yaitu dua alat bukti tanpa membuktikan kualitas, ia mengamini hal itu. "Ya memang seperti itu, kalau orang menaikan tersangka memang ada syarat yang harus dipenuhi yaitu dua alat bukti. Bunyinya undang-undang seperti itu," kata dia.
Ia meminta kuasa hukum tidak menyalahkan ahli atau penyidik. Sebab undang-undang menyatakan seperti itu. "Jangan disalahkan ahli atau salahkan penyidik. Bunyinya undang-undang, text book-nya bunyinya seperti itu. Jadi kalau disalahkan undang-undangnya," kata dia.
Ia mengatakan tiga alat bukti dalam penetapan tersangka Pegi Setiawan sudah ada mulai dari saksi, surat hingga ahli. Nurhadi pun merasa ahli bersikap independen tidak seperti yang disampaikan kuasa hukum bahwa ahli tidak independen. "Saya nggak ada apa-apa. Saya nggak pernah merasa seperti itu," kata dia.
Bukan Pegi Perong. Baca di halaman selanjutnya.
Pengacara Pegi, Insank Nasruddin menyakini bahwa Pegi Setiawan tersangka pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon pada 2016 silam bukan Pegi alias Perong. Pegi Setiawan menjadi korban salah tangkap atau error in persona.
"Alhamdulillah kami sangat puas betul, artinya apa kami mampu membuktikan bahwa selama ini yang dikatakan Pegi Perong itu adalah Pegi Setiawan adalah tidak seperti demikian," ucap dia belum lama ini seusai persidangan praperadilan.
Insank menegaskan, saat kejadian pembunuhan pada 2016 silam Pegi Setiawan berada di Kota Bandung. Saksi-saksi yang didatangkan, ia mengatakan berkaitan dengan penetapan tersangka dan dalil salah tangkap.
"(Saksi) sangat-sangat menguatkan sangat-sangat memuaskan dan terjadi persesuaian antara saksi dan bukti surat kami kemudian dikaitkan lagi sama permohonan kami," kata Insank.
Insank optimistis bahwa Pengadilan Negeri Bandung akan mengabulkan permohonan dirinya. Sebab, Pegi Setiawan berada di Kota Bandung bekerja sebagai kuli bangunan.
Tidak hanya itu, tim Polda Jawa Barat menanyakan secara rinci aktivitas Pegi Setiawan di Agustus malam. Suharsono yang ditanya terkait itu menjawab dengan detail.
Empat saksi fakta dihadirkan yaitu Dede Kurniawan, Suharsono alias bondol, Agus dan Riana. Serta satu orang ahli Prof Suhandi Cahaya.
Dede Kurniawan teman dekat Pegi Setiawan mengaku mendapatkan pesan dari Pegi pada bulan Juli sebelum kejadian pembunuhan Vina dan Eky. Serta bulan September setelah kejadian pembunuhan tersebut. Dede menyebut Pegi berada di Bandung.
Agus dan Riana mengatakan tidak mengetahui apakah Pegi berada di Bandung bekerja menyelesaikan proyek pembangunan rumah miliknya saat peristiwa pembunuhan. Mereka berdua lebih banyak berkomunikasi dengan Rudi Irawan ayah Pegi yang bertindak sebagai mandor.
Sedangkan Suharsono alias bondol mengaku Pegi Setiawan berada di Bandung saat peristiwa pembunuhan Vina dan Eky. Ia mengaku diantar Pegi, Robi adik Pegi dan Ibnu dari tempat proyek pembangunan ke jalan raya untuk pulang ke Cirebon.