Praperadilan Pegi Dikabulkan, Ingat Dua Ayat Alquran Soal Beratnya Tugas Hakim

Kata hakim mengandung makna menghalangi terjadinya kesulitan.

Edi Yusuf
Kuasa hukum Pegi Setiawan melakukan sujud syukur usai Praperadilan Pegi Setiawan di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LRE Martadinata, Kota Bandung, Senin (8/7). Dalam sidang tersebut hakim tunggal Eman Sulaeman memutuskan penetapan tersangka terhadap pemohon berdasarkan surat ketetapan atas nama Pegi Setiawan dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum.
Rep: Muhammad Fauzi Ridwan Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Drama kasus pembunuhan Vina dan Eky yang terjadi pada 2016 silam memasuki babak baru setelah hakim tungggal Eman Sulaeman mengabulkan gugatan praperadilan terhadap tersangka Pegi Setiawan. "Mengadili, memutuskan mengabulkan gugatan praperadilan Pegi Setiawan," ucap dia di ruang satu sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Bandung, Senin (8/7/2024).

Dalam pertimbangannya, hakim menegaskan, termohon dalam hal ini penyidik Polda Jawa Barat tidak melakukan pemeriksaan terlebih dahulu kepada calon tersangka. Hakim mengatakan tidak terdapat panggilan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap calon tersangka yaitu Pegi Setiawan. Namun, langsung ditetapkan sebagai tersangka.

Baca Juga


"Hakim tidak sependapat dengan dalil termohon soal tidak perlu pemanggilan kepada pemohon," ucap Eman.

Di dalam Islam, tugas hakim sangatlah berat. Profesi hakim bahkan mendapatkan perhatian khusus di dalam ayat Alquran. "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS an-Nisa ayat 58).

Pada ayat lainnya, Allah SWT berfirman: "Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah) maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik." (QS al-Maidah ayat 49).

Muhammad Ali dalam Hakim dalam Perspektif Hadis menjelaskan, hakim yang berasal dari bahasa Arab dengan bentuk jamak hukkam memiliki makna mencegah. Dengan demikian, kata hakim mengandung makna menghalangi terjadinya kesulitan, penganiayaan, mudarat, kezaliman, dan perbuatan jahat lainnya.

Prof Quraish Shihab menjelaskan, al-hakam dan al-hakim merupakan nama sekaligus sifat Tuhan Yang Maha Suci. Salah satu cabang dari sifat ini adalah qadha, yakni ketetapan yang bersifat menyeluruh bagi sebab yang pasti. Yang meneladani sifat ini hendaknya memperdalam pengetahuannya tentang Allah SWT. Dari sini kemudian dipahami bahwa hakim semakna dengan qadhi, yakni orang yang memutuskan perkara hukum dalam masalah agama sesuai ketentuan Allah.

Amat berat menjadi seorang hakim. Butuh kejujuran, keberanian, ilmu, dan pengetahuan agar sukses menjalani profesi ini. Rasulullah SAW berdasarkan hadis yang diriwayatkan Imam Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah, bahkan menyebutkan di antara tiga hakim hanya satu yang berada di surga, dua lainnya masuk neraka.

Hakim yang sukses di surga ialah seorang hakim yang mengetahui kebenaran, lalu ia memutuskan perkara berdasarkan kebenaran itu. Adapun hakim yang mengetahui kebenaran lalu ia curang dalam memutuskan perkara maka dia berada di neraka. Sementara itu, hakim yang memutuskan perkara kepada manusia (yang terdakwa) berdasarkan kebodohannya, juga di neraka.

Keadilan Rasulullah..

 

 

Semasa hidupnya, Nabi SAW dikenal sebagai hakim yang adil. Salah satu kisahnya yakni tentang seorang perempuan dari keluarga terhormat dan disegani dari bani Makhzum.

Perempuan yang mencuri itu mesti dihukum sesuai dengan aturan yang diterapkan saat itu, yaitu dengan dipotong tangannya. Namun, kaum dan keluarga wanita itu merasa keberatan.

Akhirnya, mereka menemui Usamah bin Zain, seorang sahabat yang dekat dan dicintai Rasulullah. Mereka memohon kepada Usamah untuk menghadap Rasulullah dan menyampaikan maksud mereka.

Setelah itu, Usamah kemudian beranjak pergi menemui Rasulullah dan menyampaikan keinginan keluarga wanita yang melakukan pencurian itu. Setelah mendengarkan permintaan itu, Rasulullah pun terlihat marah, lalu berkata, "Apakah kau meminta keringanan atas hukum yang ditetapkan Allah?"

Kemudian, beliau berdiri dan berkhutbah di hadapan kaum muslimin hingga sampai pada sabdanya: "Sesungguhnya yang telah membinasakan umat sebelum kalian adalah jika ada orang terhormat dan mulia di antara mereka mencuri, mereka tidak menghukumnya. Sebaliknya, jika orang rendahan yang mencuri, mereka tegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah, bahkan seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya!"

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler