Prabowo-Gibran akan Langsung Diadang Utang Jatuh Tempo Rp800 Triliun, Defisit APBN Melebar

Beban berat APBN era Prabowo karena harus mengakomodasi warisan proyek Jokowi.

Republika
Foto Presiden dan Wakil Presiden Terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Eva Rianti

Baca Juga


Dalam Rapat Paripurna ke 21 Masa Persidangan V Tahun 2024, Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal mengingatkan pemerintah terkait utang jatuh tempo pada 2025 yang berpotensi sangat berdampak terhadap defisit APBN 2025. Oleh karena itu, ia menilai perlu adanya perhatian terhadap perubahan pendapatan negara serta lifting minyak bumi.

"Potensi utang yang jatuh tempo pada tahun 2025 akan memberikan dampak terhadap defisit APBN 2025," kata Cucun dalam dalam rapat paripurna pada Selasa (9/7/2024).

Cucun menilai bahwa pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Prabowo-Gibran ke depan akan menghadapi tantangan fiskal yang berat mengingat kondisi ekonomi global masih menghadapi ketidakpastian. Kondisi eksternal tersebut akan memberikan efek domino terhadap perekonomian domestik.

"Bagaimana rescheduling utang dan bagaimana jatuh tempo kita yang harus betul-betul prudent dalam penyusunan APBN, karena tools-nya ini kan APBN, bagaimana jaga keseimbangan primer. Jangan sampai kita terlalu bernafsu untuk membuat program-program baru, sementara kondisi fiskalnya juga dalam keterbatasan," ujarnya.

Selain itu, Cucun juga mengingatkan bahwa penerimaan negara tahun ini diproyeksikan tidak mencapai target lantaran kondisi perekonomian global saat ini.

"Kita juga agak worry kalau semester II tidak sesuai target nanti akan jadi beban kepada pemerintah baru ke depan untuk mengakselerasi, makanya kita mempersiapkan bingkai dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2025," kata Cucun.

Adapun sebelumnya Direktur Surat Utang Negara (SUN) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Deni Ridwan menyampaikan utang jatuh tempo yang mencapai Rp 800 triliun pada 2025. Menurutnya, selama pasar keuangan baik, maka utang yang jatuh tempo tahun depan tidak menjadi masalah.

"Ibu (Menkeu) menyampaikan kemarin kan selama pasar keuangan kita baik, selama confident dari masyarakat, dari investor bagus itu sesuatu yang masih bisa kita manage," ujar Deni.

Negara Kantongi Rp 19 Triliun dari Lelang 7 Surat Utang - (Republika)

 

Saat Rapar Kerja Badan Anggaran DPR pada Senin (8/7/2024), Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengajukan penggunaan saldo anggaran lebih (SAL) tahun anggaran 2023 sebesar Rp100 triliun untuk menjaga defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024. Dengan tambahan dana SAL tersebut, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan bisa mengurangi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).

“Jadi, meski defisit naik, dengan penggunaan SAL Rp100 triliun, kita tidak menerbitkan SBN lebih banyak atau justru mengalami penurunan sebesar Rp214 triliun,” kata Sri Mulyani.

Defisit anggaran hingga akhir 2024 diperkirakan akan berada pada level 2,7 persen PDB atau Rp609,7 triliun, melebar dari target APBN 2024 yang sebesar 2,29 persen PDB. Pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp2.802,5 triliun atau tumbuh 0,7 persen (year-on-year/yoy), utamanya dipengaruhi oleh aktivitas ekonomi yang terjaga dan positif, implementasi reformasi perpajakan, peningkatan dividen BUMN, serta peningkatan layanan kementerian/lembaga (K/L).

Sementara belanja negara diperkirakan mencapai Rp3.412,2 triliun atau 102,6 persen dari pagu APBN 2024, seiring dengan peran APBN sebagai shock absorber untuk tetap menjaga momentum pertumbuhan, melindungi daya beli dan mendukung pencapaian target-target prioritas pembangunan nasional.

Adapun realisasi penerbitan SBN neto hingga semester I-2024 tercatat sebesar Rp206,2 triliun atau 30,9 persen terhadap APBN. Di tengah dinamika pasar keuangan, stabilitas pasar SBN tetap terjaga dengan kenaikan imbal hasil (yield) yang tetap terkendali.

Menurut Sri Mulyani, Kemenkeu memastikan pembiayaan defisit melalui utang dilakukan secara terukur untuk mendapatkan biaya yang paling efisien dan risiko yang terkendali. Penerbitan SBN dilakukan secara fleksibel dan oportunistik, baik terkait diversifikasi instrumen, currency mix, timing penerbitan, maupun komposisi tenor.

“Kehati-hatian inilah yang diharapkan mampu menjaga kredibilitas dari APBN, stabilitas kebijakan fiskal, dan stabilitas seluruh makroekonomi,” kata Menkeu pula.


 

Pengamat Ekonomi Yusuf Wibisono berpendapat, Presiden terpilih Prabowo Subianto mesti memikirkan dan mempertimbangkan sejumlah persoalan terkait pengelolaan anggaran negara. Menurut Yusuf, kondisi fiskal Indonesia saat ini perlu menjadi peringatan.

Peringatan terjadi seiring dengan stagnasi rasio pajak sekaligus beban belanja negara yang sulit ditekan. Ia pun menyoroti mengenai ‘normalisasi’ utang pemerintah yang kian membengkak hingga saat ini.

“Pembenaran pemerintah untuk berutang umumnya adalah spekulatif, yaitu bahwa utang akan digunakan untuk kegiatan produktif yang diproyeksikan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari bunga utang,” kata Yusuf kepada Republika, Rabu (3/7/2024).

Berdasarkan analisisnya, Yusuf mengatakan, di era Presiden Prabowo, bila pada 2024 utang pemerintah yang jatuh tempo di kisaran Rp400 triliun, maka sepanjang 2025—2028 utang pemerintah yang jatuh tempo totalnya Rp3.100 triliun atau sekitar Rp800 triliun per tahun.

Dengan beban bunga utang penerimaan kini ada di kisaran Rp500—600 triliun per tahun, maka beban bunga utang dan cicilan pokok utang pemerintah di era Presiden Prabowo berpotensi menembus Rp1.300-1.400 triliun setiap tahunnya.

“APBN era Presiden Prabowo akan menanggung beban berat karena harus mengakomodasi warisan proyek Presiden Jokowi seperti IKN dan PSN yang belum selesai, maupun untuk mengakomodasi janji kampanye Presiden Prabowo sendiri seperti makan siang-minum susu gratis,” terangnya.

Menurutnya, Presiden terpilih Prabowo akan menghadapi situasi yang semakin sulit karena janji politik yang harus dipenuhinya tidak hanya makan bergizi gratis. Tetapi juga kenaikan gaji ASN, membuka sekolah unggulan termasuk menambah fakultas kedokteran hingga 300, meningkatkan produktivitas pertanian, melanjutkan dan mengembangkan hilirisasi tambang, hingga membentuk badan penerimaan negara untuk meningkatkan kinerja penerimaan perpajakan.

“Skenario ideal adalah jika APBN memiliki tambahan ruang fiskal yang signifikan untuk membiayai janji politik Presiden Prabowo, melanjutkan proyek warisan Presiden Jokowi dan sekaligus memenuhi pembayaran beban utang pemerintah. Dibutuhkan setidaknya tax ratio di kisaran 12 persen dari PDB. Namun skenario ini sangat sulit, untuk APBN 2025 pemerintah dan DPR hanya berani menetapkan target tax ratio 2025 di kisaran 10,0-10,2 persen dari PDB saja,” jelas Yusuf.

Tanpa adanya kenaikan rasio pajak yang signifikan, serta tetap memaksakan melanjutkan proyek warisan Presiden Jokowi dan sekaligus memenuhi janji politik, akan ada risiko yang ditanggung. Setidaknya ada dua hal menurut Yusuf akibat persoalan itu.

“Itu akan berimplikasi dua hal; kenaikan utang pemerintah dan defisit anggaran atau pemotongan anggaran belanja tidak terikat seperti belanja infrastruktur atau belanja bantuan sosial,” ujar dia.

Yusuf melanjutkan, ketika pasar melihat sikap Presiden Prabowo yang cenderung permisif dengan utang, bahkan sempat beredar kabar liar berniat akan menaikkan rasio utang pemerintah yang kini di kisaran 38 persen dari PDB menjadi kisaran 50 persen dari PDB, hal ini segera dipandang sebagai sinyal meningkatnya risiko fiskal. Dalam beberapa pekan terakhir ini terlihat instabilitas nilai tukar rupiah yang salah satunya dipicu oleh persepsi kenaikan resiko fiskal ini.

“Maka skenario yang lebih rasional dan menjamin kehati-hatian dalam pengelolaan fiskal adalah Presiden Prabowo harus mengevaluasi kembali proyek-proyek mercusuar warisan Presiden Jokowi yang tidak memiliki urgensi seperti IKN,” ungkapnya,

Bahkan juga akan lebih solutif jika Presiden terpilih Prabowo bersedia mempertimbangkan ulang program makan bergizi gratis agar tidak membebani APBN secara masif. Jika benar program makan bergizi gratis ‘hanya’ menelan anggaran Rp71 triliun pada 2025, ini tetap berat untuk ditanggung oleh APBN 2025.

Menurut Yusuf, sebaiknya anggaran sebesar Rp71 triliun itu difokuskan untuk memperkuat program yang memiliki dampak lebih besar, seperti program penanggulangan stunting yang selama ini anggaran nya hanya di kisaran Rp35 triliun. Atau anggaran Rp71 triliun ini akan menjadi sangat berarti jika dialihkan untuk anggaran ketahanan pangan yang selama ini anggaran nya hanya di kisaran Rp100 triliun.

“Kita juga berharap Presiden terpilih tidak secara gegabah menambah utang dan menjaga disiplin fiskal secara ketat. Konsolidasi fiskal pascapandemi harus dipastikan berlanjut. Defisit anggaran yang dipatok hingga 2,8 persen dari PDB tidak mencerminkan kehati-hatian fiskal. Selayaknya defisit fiskal dijaga dibawah 2 persen dari PDB,” ujarnya.

Karikatur Opini Republika : Jebakan Hutang - (Republika/Daan Yahya)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler