CCS Dinilai Bukan Solusi Pengurangan Karbon

Konsep CCS berasal dari upaya untuk mengekstrak lebih banyak minyak di kilang.

www.freepik.com
Emisi karbon (ilustrasi)
Rep: Lintar Satria Red: Satria K Yudha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Teknologi carbon capture and storage (CCS) atau penangkapan dan penyimpanan karbon yang dianggap solusi untuk mengurangi emisi pemerangkap panas sudah tidak lagi dinilai sebagai solusi perubahan iklim. Pengamat keuangan energi asal Australia Kevin Morris mengatakan, secara historis CCS hanya digembar-gemborkan sebagai solusi emisi tanpa ada hasil nyata.


"Namun, masih masuk dalam kebijakan pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (ERK), meskipun kenyataannya lebih cenderung meningkatkannya," tulis Morris dalam artikel yang dirilis di situs Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Rabu (10/7/2024).

CCS merupakan langkah untuk menangkap emisi karbon dioksida (CO2) dari industri minyak dan gas dan menyimpannya di bawah tanah agar tidak lepas ke permukaan bumi. Morris mengatakan banyak perusahaan minyak dan gas merujuk pada CCS sebagai upaya kunci dalam strategi mengurangi emisi dan mencapai nol-emisi.

Namun bagi perusahaan minyak dan gas, mereka hanya menangkap sedikit emisi dibandingkan yang mereka hasilkan. Morris menjelaskan bagi perusahaan gas, CCS artinya menghilangkan kontaminasi CO2 di kilang gas.  Hal ini dikenal sebagai Scope One dan kerap hanya mewakili 10 persen dari total emisi yang dihasilkan proyek-proyek gas.

Sangat jarang perusahaan gas melakukan Scope Two, yaitu membersihkan CO2 dan nitrogen di kilang gas sebelum dijual ke pasar domestik atau didinginkan untuk dijadikan gas alam cair (LNG) sebelum dikirim ke pasar global.

"Mayoritas gas emisi efek rumah kaca yang berasal dari proyek gas dihasilkan saat pembakaran atau digunakan konsumen untuk memasak atau pemanas, atau sebagai bahan baku industri, atau saat dijadikan listrik," tulis Morris.

Ia mengatakan tidak ada satu pun emisi ini yang dikategorikan Scope Three ditangkap dengan teknologi CCS. "Dan emisi-emisi itu mewakili 90 persen emisi dari proyek-proyek gas," katanya.

Morris menjelaskan awalnya CCS digunakan untuk mendorong produksi minyak dan gas, dilegitimasi dengan klaim dapat mengurangi emisi. Perusahaan-perusahaan bahan bakar fosil biasanya menggunakan Scope One dan Scope Two dalam strategi pencapaian nol emisi. Scope Three diabaikan meski mayoritas emisi dari semua proyek minyak dan gas.

Konsep CCS berasal dari upaya untuk mengekstrak lebih banyak minyak di kilang. Produsen melihat CO2 dapat dipompa ke dalam kilang minyak yang sudah hampir habis untuk mengekstrak sisa minyak di dalamnya.

"Proses ini dikenal sebagai enhanced oil recovery (EOR) dan sudah ada selama sekitar 50 tahun setelah pertama kali dilakukan di Amerika Serikat sekitar tahun 1970-an," tulis Morris.

Ia menambahkan, mayoritas proyek yang disebut CCS atau CCUS (penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon), merupakan EOR. Hal ini artinya fokus CSS lebih pada mengekstraksi lebih banyak minyak atau gas daripada menyimpan CO2 di bawah tanah, yang berarti memompa lebih banyak emisi ke atmosfer.

Pada tahun 2023, emisi CO2 yang dihasilkan dari industri energi di dunia 37,4 miliar ton, naik 410 juta ton dari tahun sebelumnya. Sementara setelah 50 tahun, ruang penyimpanan CO2 dalam upaya CCS hanya 11,33 juta ton per tahun, dan jumlah CO2 yang disuntikan ke dalam tanah di bawah kapasitasnya.

"Promosi CCS sektor bahan bakar fosil adalah upaya mempertahankan bisnis mereka seperti biasa, bukan mengurangi produksi minyak dan gas, artinya emisi dalam skala hari ini akan terus berlanjut di masa mendatang. Opsi yang lebih murah untuk mengurangi emisi adalah beralih ke energi yang lebih bersih," kata Morris. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler