Wacana Pembatasan BBM Subsidi, DPR Ingatkan Revisi Perpres 191

Ada dua hal penting yang perlu dicantumkan dalam revisi perpres tersebut.

Republika/Thoudy Badai
Pengendara mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite di SPBU di kawasan Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (13/5/2024).
Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengingatkan kepada pemerintah untuk melakukan revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak sebelum membatasi konsumsi BBM bersubsidi.

Baca Juga


"Saya kira, kita juga menanti revisi perpres tersebut. Namun, lagi-lagi saya tekankan untuk lakukan sosialisasi segera, agar masyarakat tidak salah paham terhadap wacana pembatasan pembelian BBM (bahan bakar minyak) bersubsidi," ujar Eddy dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (16/7/2024).

Eddy menjelaskan setidaknya ada dua hal penting yang perlu dicantumkan dalam revisi perpres tersebut. Pertama, terkait kategori atau kriteria kelompok masyarakat dan kendaraan yang berhak mengonsumsi BBM bersubsidi. Kedua, terkait sanksi yang diberikan kepada mereka yang masih membeli atau menjual BBM bersubsidi yang bertentangan dengan perpres itu.

Ia mengatakan bahwa wacana larangan pembelian BBM bersubsidi ini berlaku hanya untuk masyarakat kelas menengah ke atas atau masyarakat mampu. Sementara, masyarakat ekonomi kelas bawah, seperti ojek online, sopir angkot, kendaraan UMKM, hingga sepeda motor masih berhak dan diperbolehkan membeli BBM bersubsidi.

"Kebijakan ini dikeluarkan agar anggaran subsidi yang telah dikeluarkan pemerintah itu tepat sasaran kepada masyarakat yang membutuhkan. Jadi, yang dikenakan larangan pembelian BBM bersubsidi hanya masyarakat kelas menengah ke atas (masyarakat mampu)," ujarnya pula.

Dengan kebijakan pembelian BBM bersubsidi yang hanya untuk masyarakat ekonomi kelas bawah itu, kata Eddy pula, diharapkan akan menghemat anggaran pemerintah secara signifikan.

“Dana penghematan yang disebut bisa mencapai puluhan hingga seratusan lebih triliun rupiah itu dapat dialokasikan untuk program pembangunan ekonomi lainnya. Bahkan, bisa juga dipergunakan untuk memperkuat bansos kepada masyarakat yang membutuhkan,” kata Eddy.

Wacana pembatasan pembelian BBM bersubsidi sebelumnya diungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Luhut mengatakan bahwa pemerintah menargetkan pengetatan penggunaan subsidi BBM mulai 17 Agustus 2024, sehingga dapat mengurangi jumlah penyaluran subsidi kepada orang yang tidak berhak.

Pernyataan itu disampaikan ketika membahas permasalahan penggunaan BBM yang berhubungan dengan defisit APBN 2024. Ia meyakini, dengan pengetatan penerima subsidi, pemerintah dapat menghemat APBN 2024.

Selain memperketat penyaluran BBM bersubsidi, Luhut juga mengungkapkan bahwa pemerintah sedang berencana untuk mendorong alternatif pengganti bensin melalui bioetanol.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler