Rasulullah: Zikir Lebih Kusukai daripada Kekayaan
Rasulullah SAW lebih mengutamakan zikir daripada kekayaan duniawi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dari Aisyah dikatakan bahwa Rasulullah Muhammad SAW senantiasa mengingat Allah atau berzikir dalam setiap keadaan. Dalam hadis lain diriwayatkan, Nabi SAW bersabda, "Kalau aku membaca subhanallah, alhamdulillah, laa ilaaha illa Allah, dan Allahu akbar maka bacaan-bacaan itu lebih aku sukai daripada mendapatkan kekayaan sebanyak apa yang ada di bawah sinar matahari" (HR Muslim).
Demikian besarnya perhatian Nabi SAW pada kebiasaan berzikir. Sebagai umatnya yang berupaya meneladani beliau, kita hendaknya juga menggiatkan aktivitas ibadah itu, mulai dari zikir di lisan hingga zikir yang mantap menetap di dalam hati.
Zikir-zikir yang dicontohkan Rasulullah SAW dalam hadis tersebut merupakan zikir yang mudah dilakukan. Siapa pun dapat melakukannya, baik yang sudah mencapai tingkatan zikir yang tinggi maupun awam (orang kebanyakan).
Berzikir secara teratur dengan disiplin perlu diamalkan, mulai dari zikir jali untuk kemudian ditingkatkan pada tingkatan yang lebih tinggi. Zikir bisa melembutkan hati sehingga seseorang yang melakukannya dapat melihat dan bersedia mengikuti kebenaran serta terpelihara dari godaan setan. Oleh karena itu, berzikirlah dengan terang maupun samar.
Shalat, meskipun merupakan ibadah formal karena dimaksudkan untuk mengingat Allah SWT, juga dapat disebut salah satu bentuk zikir (QS 20: 14). Shalat yang dilakukan dengan baik dengan zikir yang mendalam akan melindungi orang yang melakukannya dari perbuatan keji dan mungkar (QS 29: 45).
Diceritakan dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki sekelompok malaikat yang berkeliling di jalan-jalan mencari orang-orang berzikir. Apabila mereka menemukan sekelompok orang berzikir kepada Allah, maka mereka saling memanggil, ‘Kemarilah kepada apa yang kamu semua hajatkan’”.
Lalu para malaikat itu mengelilingi orang-orang yang berzikir dengan sayap-sayap mereka hingga ke langit. Apabila orang itu telah berpisah (bubar dari majelis zikir), para malaikat pun melesat naik menuju langit.
Maka Allah pun bertanya kepada mereka (padahal Dialah yang lebih mengetahui perihal mereka). “Dari mana kalian semua?” Malaikat menjawab, “Kami datang dari sekelompok hamba-Mu di bumi. Mereka bertasbih, bertakbir, dan bertahlil kepada-Mu.”
“Apakah mereka pernah melihat-Ku?” tanya Allah. Langsung dijawab malaikat, “Tidak pernah!” “Seandainya mereka pernah melihat-Ku?” timpal Allah. Malaikat menyahut, “Andai mereka pernah melihat-Mu, niscaya mereka akan lebih meningkatkan ibadahnya kepada-Mu, lebih bersemangat memuji-Mu, dan lebih banyak bertasbih kepada-Mu.”
“Lalu apa yang mereka pinta pada-Ku?” tanya Allah lebih lanjut. “Mereka minta surga kepada-Mu,” jawab malaikat lagi. Allah pun kembali bertanya, “Apakah mereka pernah melihat surga?” Dijawab oleh malaikat, “Tidak pernah!” “Bagaimana kalau mereka pernah melihatnya?” timpal Allah. Malaikat pun kembali menjawab, “Andai mereka pernah melihatnya niscaya mereka akan bertambah semangat terhadapnya, lebih bergairah memintanya, dan semakin besar keinginan untuk memasukinya.”
“Dari hal apa mereka minta perlindungan?” sahut Allah lagi. “Dari api neraka!” jawab malaikat. Allah kembali bertanya, “Apa mereka pernah melihat neraka?” “Tidak pernah!” jawab malaikat. Allah bertanya lagi, “Bagaimana kalau mereka pernah melihat neraka?” “Kalau mereka pernah melihatnya niscaya mereka akan sekuat tenaga menghindarkan diri darinya,” sahut malaikat.
Pada akhir dialog, Allah berfirman, “Aku persaksikan kepadamu bahwasanya Aku telah mengampuni mereka.” Salah satu dari malaikat menyela, “Tapi, di situ ada seseorang yang tidak termasuk dalam kelompok mereka. Dia datang semata-mata karena ada satu keperluan, apakah mereka akan diampuni juga?”
“Mereka adalah satu kelompok di mana orang yang duduk bersama mereka tidak akan kecewa”. (HR Bukhari Muslim).