Kejagung Garansi Tahanan Kota Kasus Korupsi Emas 109 Ton tidak Kabur, Ada Gelang Khusus

Penyidikan melakukan penahanan kota terhadap lima tersangka karena masalah kesehatan.

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Petugas menunjukkan emas edisi Imlek berupa gambar Naga Kayu di Butik Emas Antam, Setia Budi, Jakarta, Jumat (2/2/2024).
Rep: Bambang Noroyono Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) meyakinkan lima tersangka yang dijadikan tahanan kota lantaran diduga terlibat korupsi peleburan 109 ton emas di PT Antam tak bakal bisa kabur. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Harli Siregar mengatakan, penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) mengenakan alat pendeteksi berupa gelang pada pergelangan kaki-kaki yang dapat mengontrol, pun mengawasi pergerakan masing-masing tersangka.

Baca Juga


“Tahanan kota kami menggunakan alat khusus yang digelangkan di bagian kaki,” begitu kata Harli saat dihubungi Republika, Jumat (19/7/2024). “Jadi alat tersebut untuk mendeteksi keberadaan masing-masing tahanan (kota), dan penyidik bisa memantau mobilitas masing-masing tahanan tersebut,” begitu sambung Harli.

Namun begitu, kata Harli, pertimbangan objektif penyidikan dalam melakukan penahanan kota terhadap lima tersangka itu lebih kepada masalah kesehatan. “Penyidik memberikan pertimbangan kesehatan dari masing-masing tersangka untuk dilakukan penahanan kota,” begitu ujar Harli.

Lima tersangka yang berstatus tahanan kota tersebut adalah Lindawati Efendi (LE), Suryadi Jonathan (SJ), James Tamponawas (JT), Djudju Tanuwijaya (DT), dan Ho Kioen Tjay (HKT). Kelima tersangka tersebut diumumkan status hukumnya pada Kamis (18/7/2024) malam. Selain kelima nama tersebut, penyidik Jampidsus pun mengumumkan dua tersangka lainnya, yakni Suryadi Lukmantara (SL) dan Gluria Asih Rahayu (GAR).

Namun terhadap dua tersangka SL dan GAR, dilakukan penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, cabang Kejagung di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Jaksel). Tujuh tersangka tersebut semuanya adalah pihak swasta, dan pengusaha logam mulia emas, serta perhiasan. Tujuh tersangka tersebut, menggenapkan 13 pesakitan yang dijerat hukum sama dari hasil penyidikan korupsi peleburan logam mulia, dan cap emas ilegal PT Antam 2020-2021.

Zakat emas dan perak - (Tim Infografis)

 

Pada Mei 2024 lalu, penyidik Jampidsus sudah menetapkan enam tersangka awalan dari kalangan penyelenggara di PT Antam. Keenam tersangka tersebut, semuanya adalah para General Manager (GM) pada Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) Antam. Mereka di antaranya adalah, inisial TK (GM periode 2010-2011), HN (GM periode 2011-2013); DM (GM periode 2013-2017); AH (GM periode 2017-2019), MAA (GM periode 2019-2021), dan ID (GM periode 2021-2022). Keenam tersangka dari PT Antam tersebut, hingga saat ini masih mendekam di sel tahanan yang terpisah di Rutan Salemba Kejagung, pun di Rutan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).

Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi pernah menerangkan, kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 1,1 triliun. Kuntadi mengatakan, kasus korupsi ini berawal dari terungkapnya kerja sama manufaktur ilegal antara sejumlah pengusaha emas dan logam mulia dengan PT Antam sepanjang 2010-2021. Yaitu berupa peleburan dan pemurnian logam mulia emas untuk dijadikan emas lantakan atau emas batangan yang akan dijual ke pasaran. Namun dalam kerja sama tersebut, cacat hukum karena tak didasari pada ikatan resmi.

Kuntadi, pun mengungkapkan, dalam kerja sama tersebut, hasil dari peleburan serta pemurnian emas menjadi lantakan tersebut, dibubuhi dengan cap LM Antam yang merupakan merk bisnis dagang resmi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Antam. Dan diketahui, dalam pemberian cap dan merk LM Antam tersebut, tanpa dilakukan ikatan kerja sama yang legal dengan PT Antam selaku pemegang hak resmi dari merk dagang LM Antam. Alhasil dari pemurnian emas, dan pelabelan LM Antam pada 109 ton emas tersebut dinilai ilegal dan merugikan keuangan negara.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler