PKB, Tradisi, dan Inovasi

PKB menjadi partai Aswaja yang dinamis

ANTARA/Fauzan
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (tengah). PKB menjadi partai Aswaja yang dinamis
Red: Nashih Nashrullah

Oleh : KH Muhammad Khozin, Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswi Al-Khozini, Jember dan Kader PKB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada 23 Juli 2024 ini genap memasuki usia 26 tahun. Perjalanan seperempat abad lebih memiliki arti penting bagi partai yang lahir dari rahim reformasi ini.

Baca Juga


Dalam lanskap politik, PKB menjadi buku berjalan yang menarik untuk dikaji. Di saat bersamaan, PKB yang dari sisi sejarah pendiriannya tidak terlepas dari Nahdlatul Ulama (NU), juga harus dibaca dalam perspektif politik santri.

Dalam kenyataannya, partai ini mampu berdialektika dengan cuaca politik yang dinamis dengan karakteristik konstituen yang juga tak kalah dinamis. Menariknya, di tengah dialektika tersebut, PKB senantiasa menempatkan ideologi ahlussunnah wal jamaah senantiasa suprematif. Pekerjaan yang tak mudah dan tak banyak yang bisa melakukannya.

Dalam kerja elektoral selama enam kali pemilu di era reformasi, PKB mampu mengorganisasi kekuataan massa, khususnya warga NU, melalui perolehan pemilu yang cemerlang.

Pada titik yang sama, PKB juga konsisten mengkonversi harapan pemilih melalui politik kebijakan dan politik anggaran di legislatif maupun di eksekutif, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.

Jangkar perawat tradisi

Partai yang didirikan para kiai NU ini dari awal konsisten menjadi jangkar perawat tradisi Islam Indonesia yang khas. PKB, dapat disebut menjadi satu-satunya partai politik di Indonesia, setelah sebelumnya terdapat Partai NU pada Pemilu 1955, yang memanggungkan tradisi keislaman-keindonesiaan dalam lanskap politik melalui pelbagai perjuangan politik, baik di parlemen maupun di eksekutif.

Paham keagamaan keislaman moderat yang diusung PKB dalam 26 tahun terakhir ini mewarnai pelbagai nomenklatur, pilihan politik kebijakan, hingga keberpihakan pada kelompok yang pada orde politik sebelumnya selalu dipinggirkan.

Produk legislasi, yang beririsan langsung dengan umat Islam Indonesia, dalam 26 tahun terakhir ini tampak diwarnai dengan khazanah keislaman yang moderat.

Di luar hal tersebut, ruang publik kita saat ini juga tak terlepas dari tampilan karakteristik Islam yang wasathiyyah. Situasi itu, tentu tidak terlepas, salah satunya, dari peran PKB dalam memanggungkan tradisi “Islam Tengah” ke ruang publik yang direpresentasikan melalui gagasan, dialektika, kebijakan yang diperjuangkan oleh PKB dan jejaringnya melalui jalur perjuangan politik.

PKB tampil sebagai naradamping (liassion officer) terhadap pelbagai kelompok kepentingan dengan pluralitas pikiran dan aspirasi politik yang diusung di ruang publik. PKB memosisikan diri sebagai “Partai Negarawan” yang berdiri di atas semua golongan dan kelompok seraya mendorong secara dialektis pada posisi tengah yang kompatibel dengan ideologi negara dan ajaran Islam yang moderat.

Pada titik ini...

Pada titik ini, PKB berhasil menemukan format ideal dalam menggandeng pelbagai kelompok di Indonesia yang secara fitrah cukup beragam. Karena dalam menghadapi kompleksitas persoalan saat ini tak ada pilihan selain mempromosikan sekaligus menguatkan politik kolaboratif antarelemen anak bangsa. PKB dalam sejumlah peristiwa penting menjadi pelopor penting agenda ini.

Gaya politik PKB ini tentu tidak terlepas dari tradisi keislaman-keindonesiaan yang secara konsisten dirawat dan dikontekstualkan para aktivis PKB. Tradisi NU secara tempel salin (copy paste) ditransformasi melalui pikiran, lelaku, dan perjuangan di jalur politik oleh PKB. Pada poin inilah, kata kunci mengapa PKB senantiasa dicinta secara lahir dan batin oleh warga NU.

Belum lagi lelaku khas NU yang dipromosikan dan disebarluaskan dalam panggung publik secara demonstratif melalui aktivitas PKB di ruang publik. Seperti tradisi istighotsah, semaan Alquran, shalawat, Barzanji diba’, ziarah kubur, sowan ke kiai dan ulama, merupakan sejumlah contoh tradisi NU yang saat ini telah menjadi tradisi masyarakat Indonesia secara umum. PKB turut berkontribusi memanggungkan ragam tradisi itu ke panggung publik.

Inovasi politik

Perolehan suara PKB dalam Pemilu 2024 menjadi potret dari kerja keras seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) di partai ini. Faktor kepemimpinan di PKB menjadi pemantik penting dalam proses elektoral yang penuh kompetitif, intrik, dan dinamika yang tidak mudah itu.

Ketua Umum PKB Gus..

Ketua Umum PKB Gus Muhaimin Iskandar, menjadi faktor penting dalam membawa partai ini berdialektika dalam tantangan zaman yang telah berbeda dari dua dekade yang lalu. Dalam forum Sekolah Pemimpin Perubahan Wilayah 1 Jawa Timur di Malang pada 10 Juli 2024 lalu, Gus Muhaimin secara terbuka mengingatkan pentingnya inovasi dalam menghadapi disrupsi politik saat ini.

Peringatan dari Gus Muhaimin tak sekadar seruan hampa. Pada Pemilu 2024 lalu, menjadi ajang pembuktian inovasi politik PKB. Hal itu tampak diwujudkan melalui tata kelola organisasi, eksekusi persoalan, desiminasi program, kaderisasi, dan lain-lain. Bahkan, Pemilu 2024 lalu, PKB berhasil memperluas ceruk pemilih yang tidak hanya dari kalangan pedesaan, namun juga dari kalangan masyarakat kota. Pemilih PKB tidak hanya dari pemilih akar rumput, tetapi juga dari pemilih kelas elite.

Inovasi politik yang dilakukan PKB dan Gus Muhaimin dalam pengelolaan partai politik tak ubahnya menjalankan kaidah dalam doktrin Ahlsunnah wal Jamaah yakni menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik.

Praktik politik PKB juga dapat dibaca dengan cara baca maqashid al-syariah yang orientasinya tidak sekadar terbatas pada perkara hukum keluarga semata, namun patut didorong pada tata kelola ketatanegaraan yang berorientasi pada kemaslahatan publik (mashalih al-‘ibad).

Di atas semua itu, inovasi politik yang dilakukan PKB tak terlepas dari figur pemimpin dan model kepemimpinan Gus Muhaimin Iskandar. Seperti diungkapkan Jhon P. Dugan (2024) terdapat empat domain penting dalam kepemimpinan yakni kapasitas, efektivitas, penerapan, dan motivasi.

Perjalanan Gus Muhaimin menjadi nahkoda PKB telah mengalami interaksi panjang hingga melahirkan model yang efektif dalam pengeloalaan partai. Seperti kutipan populer Tan Malaka, Gus Muhaimin dan PKB telah mengalami terbentur, terbentur, terbentur, dan pada akhirnya terbentuk. Selamat harlah ke-26 PKB.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler