Kisah Sukses SMA Muhammadiyah 1 Yogya yang Tiadakan Jurusan Dua Tahun Terakhir
Siswa menjadi lebih fleksibel dalam mengambil mata pelajaran.
REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA — SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta menjadi salah satu sekolah yang menerapkan peniadaan jurusan IPA, IPS dan Bahasa. Kepala SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, Hery Nugroho mengatakan, peniadaan jurusan ini setidaknya sudah berjalan dua tahun terakhir.
“Sudah mulai kita implementasikan. Kalau dari sisi kami pihak sekolah, itu siap-siap saja karena kurikulum itu dinamis. Perkembangan kurikulum itu kita pahami, pasti sudah berdasar analisis dari pakar di kementerian, dan siap kita implementasikan, di Muhammadiyah sudah kita laksanakan karena sudah Implementasi Kurikulum Merdeka,” kata Hery kepada Republika.
Menurut Hery, siswa menjadi lebih fleksibel dalam mengambil mata pelajaran (mapel) dengan adanya peniadaan jurusan ini. Bahkan, dengan mapel yang bisa dipilih oleh siswa sesuai minat dan kemampuannya, juga membuat anak lebih fokus dalam mengikuti mapel yang diinginkan.
“Anak bisa lebih fokus terhadap pelajaran tertentu, tidak seluas dulu yang hanya IPA, IPS, Bahasa yang itu (tiap jurusan) ada banyak sekali pilihannya. Kalau IPA kan ada matematika, fisika, kimia, biologi. Kalau IPS itu ada sosiologi, antropologi, ekonomi,” ucap Hery.
Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY juga mengatakan, hampir seluruh sekolah di DIY sudah melaksanakan penghapusan atau peniadaan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa ini. Bahkan, untuk sekolah negeri sudah 100 persen yang menerapkan peniadaan jurusan sebagai Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM).
“Sekolah negeri sudah semua, sudah tidak ada jurusan (IPA, IPS, dan Bahasa),” kata Wakil Kepala Disdikpora DIY, Suhirman kepada Republika, Selasa (23/7/2024).
Dia menjelaskan, sekolah swasta juga sudah banyak yang melaksanakan. Meski, kata Suhirman, masih ada beberapa sekolah swasta yang belum menerapkan kebijakan ini. “Namun secara keseluruhan sebenarnya hampir semua sekolah itu sudah siap (melaksanakan penghapusan jurusan ini),” ucap Suhirman.
Kebijakan penghapusan jurusan dipertanyakan DPRD...
Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana mempertanyakan kebijakan penghapusan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA. Menurut dia, kebijakan dikhawatirkan menjadi kebijakan yang sporadis.
Kebijakan ini akan diterapkan oleh Kemendikbudristek pada tahun ajaran 2024/2025 secara nasional. Di DIY sendiri, kebijakan peniadaan jurusan sudah berjalan sejak dua tahun lalu di hampir seluruh SMA.
“Kebijakan penghapusan jurusan SMA yang dikeluarkan oleh Kemendikbudristek patut dipertanyakan. Sistem ini sudah berlangsung lama (di DIY) dan terbukti cukup baik. Saya khawatir ini akan jadi kebijakan sporadis saja yang justru akan membingungkan sekolah,” kata Huda kepada Republika, Selasa (23/7/2024).
Hal ini dikatakan Huda mengingat kebijakan tersebut diambil di akhir masa jabatan pemerintahan Presiden Jokowi. Bahkan, Huda juga khawatir kebijakan ini justru akan menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintahan selanjutnya.
“Apalagi kebijakan diambil di akhir masa jabatan, belum tentu menteri yang akan datang sama kebijakannya. Bukan rahasia lagi kalau ganti menteri, ganti kebijakan. Dikhawatirkan ini hanya akan menjadi PR bagi pemerintahan yang akan datang,” ucap Huda.
Punya dampak positif dan negatif..
Penghapusan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di tingkat SMA masih menuai respons beragam dari kalangan praktisi serta pengamat pendidikan. Kebijakan tersebut dinilai masih menyisakan beberapa isu di lapangan.
Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Semarang Edi Subhkan mengatakan, keputusan penghapusan IPA, IPS, dan Bahasa memiliki dampak positif serta negatif. Dia mengungkapkan, salah satu pertimbangan dihapuskannya jurusan IPA, IPS, dan Bahasa adalah karena adanya semacam stigma.
“Jadi ada stigma kalau anak-anak pintar masuknya IPA, yang tidak terlalu pintar masuknya IPS, dan yang paling tidak pintar itu masuknya Bahasa. Jadi ada stigma negatif yang merugikan siswa itu sendiri. Padahal mungkin saja ada anak pintar yang memang mau belajar bahasa karena minatnya bahasa,” ucap Edi kepada Republika, Rabu (24/7/2024).
Dia menambahkan, penghapusan penjurusan di SMA juga dimaksudkan agar siswa bisa memiliki keleluasaan untuk mengambil mata pelajaran (mapel) yang akan menunjang studi lanjutan maupun kariernya di masa depan. Edi menyebut, ada cukup banyak pilihan program studi di tingkat pendidikan tinggi yang tidak terakomodasi oleh penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA.
“Jadi peniadaan jurusan ini memberikan peluang bagi yang mau studi lanjut atau melanjutkan karier yang tidak secara langsung ditunjang ketiga penjurusan itu. Jadi ada sisi fleksibilitas di situ,” ujar Edi.
Kendati demikian, Edi mencatat, dihapuskannya penjurusan di tingkat SMA juga memiliki kekurangan. Misalnya ketika siswa tidak bisa menentukan mapel pilihan apa yang hendak diambilnya. “Maka mungkin saja dia (siswa) akan memilih mapel yang mubazir. Artinya tidak bisa menunjang betul karier atau bekal studi lanjut,” ucap dia.
Selain itu, Edi menambahkan, dengan diberikannya keleluasaan pada siswa untuk memilih mapel secara mandiri, muncul kemungkinan ada beberapa mapel yang tidak dipilih atau sepi peminat. “Akhirnya guru yang mengampu mapel tersebut tidak bisa memenuhi target minimal jam mengajar dalam satu minggu. Imbasnya pasti terkait dengan keberlanjutan dari kariernya dia, termasuk tunjangan, sertifikasi guru, dan seterusnya,” kata Edi.
Menurut Edi, persoalan lainnya adalah mungkin saja tidak semua sekolah itu bisa memenuhi kebutuhan pilihan mapel siswa. “Jadi pilihan siswa beragam, tapi gurunya tidak ada,” ucap dia.
- penghapusan jurusan sma
- jurusan SMA dihapus
- jurusan IPA dan IPS dihapus
- SMA Muhammadiyah 1
- SMA Muhi Yogyakarta
- jurusan dihapus
- kebijakan penghapusan jurusan
- jurusan sekolah dihapus
- kisah penghapusan jurusan
- penghapusan jurusan IPA dan IPS
- Muhi 1
- SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta
- sekolah Islam
- penghapusan jurusan