Setelah NU-Muhammadiyah, Satu Lagi Ormas Islam Nyatakan Terima Izin Usaha Pertambangan
Ada tiga ormas Islam yang siap kelola izin pertambangan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiga organisasi masyarakat (ormas) keagamaan menyatakan siap terima izin usaha pertambangan (IUP). Hal itu disampaikan setelah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 yang di dalamnya terdapat kewenangan dan kesempatan bagi ormas keagamaan yang memenuhi persyaratan untuk mendapatkan IUP.
Di antara ormas keagamaan yang siap menerima izin usaha pertambangan di antaranya Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, dan Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis).
Ketua Umum PP Persis, KH Jeje Zaenudin mengatakan, sejak dua bulan lalu, tim di PP Persis juga melakukan kajian.
"Kita sudah putuskan untuk menerima tawaran usaha tambang ini," kata Kiai Jeje kepada Republika, Senin (29/7/2024).
Kiai Jeje mengatakan, Insya Allah pekan-pekan ini tim sedang mempersiapkan segala persyaratan dan prosedur yang dibutuhkan. Kemudian mengagendakan untuk beraudiensi dengan pemerintah untuk memastikan apa saja yang harus dipenuhi sebagai syarat pengajuan, dan kawasan mana saja yang tersedia dan potensial dari pertambangan tersebut.
Pada Ahad (28/7/2024), Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Prof Abdul Mu'ti mengatakan, Muhammadiyah memutuskan siap mengelola usaha pertambangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 dengan pertimbangan dan persyaratan. Selanjutnya, Mu'ti menyampaikan sembilan poin persyaratan tersebut.
Mu'ti mengatakan, Muhammadiyah berkomitmen memperkuat dan memperluas dakwah dalam bidang ekonomi, termasuk pengelolaan tambang yang sesuai dengan ajaran Islam.
"Pengelolaan tambang yang sesuai dengan ajaran Islam, konstitusi, dan tata kelola yang profesional, amanah, penuh tanggung jawab, seksama, berorientasi kepada kesejahteraan sosial, menjaga kelestarian alam secara seimbang dan melibatkan sumber daya insani yang handal dan berintegritas tinggi," kata Mu'ti dalam Konferensi Pers Hasil Konsolidasi Nasional Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ahad, (28/7/2024)
Mu'ti mengatakan, PP Muhammadiyah telah melakukan pengkajian dan menerima masukan yang komprehensif dari para ahli pertambangan, ahli hukum, majelis/ lembaga di lingkungan PP Muhammadiyah, pengelola/ pengusaha tambang, ahli lingkungan hidup, perguruan tinggi dan pihak-pihak terkait lainnya.
Satu bulan sebelum PP Muhammadiyah menyatakan siap kelola tambang, Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf telah lebih dulu menyatakan terimakasih dan siap mengelola tambang.
“PBNU berterima kasih dengan apresiasi yang tinggi kepada Presiden Joko Widodo atas kebijakan afirmasinya untuk memberikan konsesi dan izin usaha pertambangan kepada ormas-ormas keagamaan, termasuk Nahdlatul Ulama,” kata Gus Yahya dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (3/6/2024).
Gus Yahya mengatakan, bagi Nahdlatul Ulama ini adalah tanggung jawab yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya agar sungguh-sungguh tercapai tujuan mulia dari kebijakan afirmasi itu.
“Nahdlatul Ulama telah siap dengan sumber daya-sumber daya manusia yang mumpuni, perangkat organisasional yang lengkap dan jaringan bisnis yang cukup kuat untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut,” ujar Gus Yahya tegas.
Ia mengatakan, Nahdlatul Ulama saat ini memiliki jaringan perangkat organisasi yang menjangkau hingga ke tingkat desa serta lembaga-lembaga layanan masyarakat di berbagai bidang yang mampu menjangkau masyarakat akar rumput di seluruh Indonesia.
“Itu semua akan menjadi saluran efektif untuk menghantarkan manfaat dari sumber daya ekonomi yang oleh pemerintah dimandatkan kepada Nahdlatul Ulama untuk mengelolanya,” kata Ketua Umum PBNU ini.
Gus Yahya mengatakan, Nahdlatul Ulama akan menyiapkan suatu struktur bisnis dan manajemen yang akan menjamin profesionalitas dan akuntabilitas, baik dalam pengelolaan maupun pemanfaatan hasilnya.
Sejalan dengan PBNU, Wakil Ketua PP Persis, Prof Atip Latipul Hayat mengatakan, pemanfaatan sumber daya mineral dan pertambangan di Indonesia bukan saja terkesan tidak adil, tapi memang tidak adil. Sumber daya alam itu diberikan kepada satu kelompok tertentu yang betul-betul untuk kepentingan bisnis saja.
"Nah sementara amanat konstitusi itu, (SDA) untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, nah ormas dalam hal ini ormas Islam itu adalah yang paling langsung terkait dengan masalah keumatan ini, kesejahteraan (umat) termasuk di dalamnya, karena kita juga mengurus pendidikan dan lain sebagainya," kata Prof Atip kepada Republika, Selasa (4/6/2024).
Prof Atip mengatakan, Persis memahami dan mengapresiasi kebijakan ini, jadi ini semacam reorientasi untuk pengelolaan tambangan. Penguasaan tambang tetap oleh negara jadi jangan disalahpahami seolah-olah ormas menguasai pertambangan, penguasaannya tetap oleh negara.
Ia mengatakan, jadi ormas itu justru sekarang mendapat kesempatan atau lahan amal soleh yang selama ini didengung-dengungkan. Jika tambang dikelola ormas keagamaan justru akan akan memfilter supaya kegiatan pertambangan ini tidak menjadi perusakan lingkungan.
Prof Atip menambahkan, undang-undang dalam hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 sudah mengamanatkan. Maka ormas keagamaan harus bekerja sama dengan badan usaha yang bergerak di bidang pertambangan. Tapi ormas keagamaan itu harus menjadi pemegang saham mayoritas dan pegang pengendali, disinilah fungsinya.
"Jadi secara tersirat ormas itu diberi mandat dan amanat oleh peraturan itu. Untuk menjaga agar pertambangan ini tidak merusak lingkungan, dan orientasinya tidak hanya bisnis semata," ujar Prof Atip.