Kejujuran Ka'ab bin Malik, Sahabat Nabi

Ka'ab bin Malik absen dalam Perang Tabuk, padahal tak punya uzur syar'i.

Pixabay
Ilustrasi Sahabat Nabi
Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada sekitar 80 orang Madinah yang tidak berangkat dalam Perang Tabuk pada bulan Rajab tahun kesembilan Hijriyah. Kebanyakan mereka adalah kaum munafik yang enggan memperjuangkan Islam. Namun, ternyata ada seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang juga ikut absen. Dialah Ka'ab bin Malik.

Baca Juga


Bagaimana bisa Ka'ab tertinggal rombongan pasukan Muslim? Semua itu berawal dari keteledoran penyair Muslim tersebut dalam menata waktunya.

Ka'ab menceritakan, Rasulullah SAW dan rombongan pasukan Muslim berangkat dari Madinah ketika suasana masih rindang. Saat itu, kaum Muslimin semua sudah dalam kondisi siap-sedia. Sementara, Ka'ab dan segelintir lelaki Madinah lainnya masih belum mempersiapkan diri.

Ka'ab bercerita, "Waktu itu (masa menjelang keberangkatan Perang Tabuk --Red), aku berpikir bisa melakukannya (bersiap ke medan perang) kapan pun aku mau. Sementara, orang-orang terus berbenah dengan serius.

Pada pagi harinya, Rasulullah SAW dan kaum Muslimin yang bersama beliau berangkat perang. Adapun diriku belum melakukan persiapan apa-apa."

Keengganan itu berlangsung sekitar tiga hari berturut-turut. Maka, laki-laki yang tersisa di Madinah hanyalah dari kalangan lansia, kaum munafik yang memang benci berjuang di jalan Allah, dan orang-orang yang hatinya terombang-ambing, seperti Ka'ab bin Malik. Padahal, saat itu Ka'ab baru saja membeli hewan tunggangan baru sehingga tidak bisa dikatakan memiliki uzur.

Singkat cerita, Perang Tabuk usai dan pasukan Muslimin yang dipimpin Rasulullah kembali ke Madinah. Seperti biasa, sepulang dari pertempuran, Rasul mengumpulkan kaum Muslimin di masjid. Ketika itulah mereka yang urung ikut Perang Tabuk mendatangi Rasulullah untuk menuturkan alasan-alasannya.

Ka'ab mengenang jelas peristiwa itu. Dia merasa bisa saja berdalih macam-macam di hadapan Rasulullah SAW dan jamaah. Namun, kesedihan merundung dirinya.

"Hilanglah dari diriku segala pikiran yang batil hingga aku benar-benar mengetahui bahwa aku tidak akan selamat dari beliau dengan cara dusta selamanya. Maka aku bertekad bersikap jujur kepada beliau," kenang Ka'ab.

Ka'ab menuturkan, saat melihat wajah Rasulullah tersenyum dengan senyuman orang yang marah. Rasul berkata, "Kemarilah. Apa yang membuatmu tidak ikut? Bukankah kamu telah membeli kendaraanmu?"

"Benar, sesungguhnya saya, demi Allah, seandainya saya duduk menghadap orang selain Anda, saya yakin akan lolos, karena saya telah diberi kemampuan mendebat. Tapi, jika hari ini saya menceritakan kepada Anda cerita dusta, yang dengannya Anda bisa merelakan saya, tentu Allah akan menjadikan Anda murka terhadap saya," jawab Ka'ab, apa adanya.

"Dan apabila saya menceritakan kepada Anda cerita benar, pasti karenanya Anda akan murka terhadap saya. Sesungguhnya, dengan kejujuran itu saya mengharapkan pemberian maaf dari Allah," sambung Ka'ab dengan nada menyesal.

Mendapatkan sanksi dari Rasulullah SAW ....

Rasulullah SAW pun mengapresiasi kejujuran Ka'ab. Namun, sejak saat itu hingga 50 hari penuh berikutnya, beliau melarang kaum Muslimin berkomunikasi dengan sahabatnya itu.

Dua Muslim lainnya, yang pernah ikut dalam Perang Badar, juga mengalami nasib serupa Ka'ab.

Selama 50 hari itu, Ka'ab merasa hidupnya tersiksa sangat berat. Rasulullah enggan melihat wajahnya. Seluruh kaum Muslim menghindari menjawab salamnya. Dalam kondisi demikian, Ka'ab menerima surat dari Raja Ghassan, salah satu pentolan kaum musyrik.

Dalam surat itu, Raja Ghassan mengajak Ka'ab bergabung dengannya lantaran Rasulullah sendiri sudah mengeksklusi Ka'ab. Bahkan, Rasulullah juga sempat memerintahkan ketiga pria itu, termasuk Ka'ab, menjauhi istri mereka masing-masing.

Namun, jawaban Ka'ab untuk surat dari Raja Ghassan itu jelas. Begitu selesai dibacanya, surat itu ia langsung lempar ke dalam tungku api.

Demikianlah kesabaran dan keteguhan iman Ka'ab diuji. Maka begitu gembira hatinya ketika masa 50 hari itu usai.

Ketiga orang yang dieksklusi itu, termasuk Ka'ab, diterima Rasulullah SAW di masjid. Ketika mengucapkan salam, beliau bersabda dengan wajah yang berseri-seri karena gembira. "Bergembiralah dengan hari terbaik yang terbaik yang pernah melewati hidupmu semenjak kamu dilahirkan oleh ibumu."

Kemudian, turunlah surah at-Taubah ayat 117-119. Dalam ayat ke-118, Allah menyebutkan ihwal tiga pria Madinah ini, termasuk Ka'ab bin Malik.

Mereka suka cita karena mengetahui, Allah tidak memasukkannya ke dalam golongan orang-orang fasik, yang sengaja meninggalkan jihad. Inilah buah kejujuran dan tanda diterimanya taubat oleh Allah.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler