Iran Serang Israel dalam Waktu Dekat, Ini Bocoran Menlu AS kepada Negara G7
AS berharap bisa mencegah eskalasi dengan cara melakukan pendekatan kepada Iran.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengingatkan bahwa Iran dan Hizbullah mungkin menyerang Israel dalam waktu 24 hingga 48 jam ke depan. Hal itu menurut laporan Axios dilansir Al Jazeera, Senin (5/8/2024).
Mengutip tiga sumber anonim, Axios melaporkan, Blinken mengatakan kepada mitra negara G7 dalam sebuah konferensi telepon bahwa, Iran dan Hizbullah bisa menyerang Israel pada Senin. Namun, hingga Senin sore ini belum ada tanda-tanda serangan Iran dilancarkan.
"Para sumber mengatakan, Blinken menekankan bahwa AS meyakini Iran dan Hizbullah akan melancarkan serangan balasan," demikian laporan Axios, sembari menambahkan bahwa Washington, "tidak tahu waktu pastinya kapan serangan itu," atau dalam bentuk apa serangan akan dilancarkan.
Blinken juga mengatakan kepada mitra G7 bahwa, AS berharap bisa mencegah eskalasi dengan cara melakukan pendekatan kepada Iran Hizbullah untuk membatasi serangan mereka dan mencegah respons apapun dari Israel. Blinken meminta kepada menteri luar negeri negara lain untuk bergabung memberikan tekanan diplomatik kepada Iran, Hizbullah, dan Israel.
Kelompok G7 termasuk Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang dan Inggris Raya, pada Senin mengeluarkan pernyataan bersama yang mengekspresikan, "kekhawatiran mendalam atas meningkatkan level ketegangan di Timur Tengah", dan meminta semua pihak menahan diri, menegaskan bahwa "tidak ada negara yang mendukung eskalasi yang lebih jauh".
Segera setelah pembunuhan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh pada Rabu (31/7/2024), AS mengirim pasukan tambahan ke Timur Tengah sebagai antisipasi serangan balasan dari Iran. AS menegaskan, pengiriman itu sebagai upaya 'pertahanan'.
Kepala Komando Pusat AS, Jenderal Michael Kurilla, dilaporkan Axios, tiba di Israel pada Senin untuk 'memfinalisasi persiapan' bersama Angkatan Darat Israel 'jelang kemungkinan serangan'.
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant sudah mengeluarkan peringatan dengan mengatakan, "Jika mereka berani menyarang kami, mereka akan membayarnya dengan harga yang mahal."
Iran bersama Hizbullah di Lebanon saat ini diambang perang berskala besar dengan Israel. Negara-negara seperti Jepang, Arab Saudi, dan Prancis di antara yang mendesak warga negaranya untuk meninggalkan Lebanon selama layanan penerbangan masih tersedia.
"Dalam konteks volatilitas keamanan yang tinggi," Menteri Luar Negeri Prancis mendesak segara warga negaranya untuk menghindari kunjungna ke London dan menyarankan bagi mereka yang sudah ada di Lebanon untuk meninggalkan negara itu segara.
Seorang penasihan senior Korps Garda Revolusi Islam Iran, Hossein Taeb dikutip IRNA, pada Ahad (4/8/2024), mengatakan respons negaranya atas pembunuhan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh di Taheran akan baru dan mengejutkan. Sebagai reaksi atas syahidnya Haniyeh, Taeb melanjutkan, skenario pembalasan dendam tak akan bisa diprediksi.
"Situasi di rezim Zionis dalam kekacauan dan warga Israel tidak tahu bagaimana Iran akan merespons," kata Taeb.
Taeb pun menyoroti friksi di politik internal di Israel yang diklaimnya, baik partai yang tengah berkuasa dan oposisi yakin masa berakhir rezim Benjamin Netanyahu sangat dekat. Taeb juga mengatakan, hegemoni Amerika Serikat (AS) akan segera berakhir.
Koran Israel, Maariv pada Sabtu (3/8/2024) melaporkan bahwa, Israel saat ini dalam kondisi khawatir menyongsong serangan berskala besar dari Iran. Rezim zionis, seperti dilansir IRNA, memperkirakan Iran akan menargetkan serangan ke jalur-jalur listrik dan komunikasi di Israel.
Dalam laporan lain yang dimuat oleh Haaretz, sejarawan Israel, Benny Morris, mengkritik keras kepemimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Morris mengatakan, bahwa dia tidak tahu apakah Netanyahu sebagai orang yang paling dibenci dalam sejarah rezim atau tidak, tapi tidak diragukan bahwa Netanyahu adalah pemimpin paling korup dan inkompeten dalam sejarah Israel.