Analisis: Sebagian Besar Batalyon Pejuang Palestina Masih Sanggup Bertempur

Hanya tiga dari 24 batalyon Brigade al-Qassam yang dilumpuhkan.

IDF
Tentara dari Batalyon Netzah Yehuda, pasukan paling brutal Israel, sedang beroperasi di Jalur Gaza.
Red: Fitriyan Zamzami

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Klaim Israel bahwa mereka berhasil menghabisi sebagian besar batalyon Brigade al-Qassam setelah sembilan bulan lebih menyerang Gaza terbantahkan. Kelompok pejuang tersebut dilaporkan masih aktif dan mampu memberikan perlawanan terhadap penjajah Israel.

Analisis dari American Enterprise Institute’s Critical Threats Project, Institute for the Study of War dan CNN melansir bahwa hampir setengah dari batalion militer Hamas di Gaza utara dan tengah telah membangun kembali beberapa kemampuan tempur mereka. Hal ini menyangkal klaim Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bahwa mereka berhasil melumpuhkan pejuang Hamas.

Penelitian tersebut, yang mencakup aktivitas Hamas hingga bulan Juli, menunjukkan bahwa kelompok tersebut tampaknya telah memanfaatkan secara efektif sumber daya yang semakin berkurang di lapangan. Beberapa unit telah kembali ke daerah-daerah penting yang diklaim Israel telah dibersihkan melalui pertempuran sengit dan pemboman intensif. Pejuang Palestina terus menyelamatkan sisa-sisa batalyon mereka dalam upaya habis-habisan untuk menambah barisan mereka.

“Israel akan mengatakan bahwa mereka membersihkan suatu tempat, namun mereka belum sepenuhnya membersihkan wilayah tersebut, mereka belum mengalahkan para pejuang ini sama sekali,” kata Brian Carter, manajer portofolio Timur Tengah untuk Critical Threats Project (CTP), yang memimpin penelitian bersama dengan Institut Studi Perang (ISW) mengenai pola aktivitas militer Hamas dan Israel dilansir CNN International pada Senin (5/8/2024).

“(Hamas) siap berperang dan punya kemauan bertempur,” ia menambahkan. Analisis forensik dalam laporan ini menggunakan definisi dari militer AS untuk mengkarakterisasi status unit Hamas, yang berbeda dengan definisi militer Israel.

Sayap militer Hamas, yang dikenal sebagai Brigade Qassam, dibagi menjadi 24 batalyon yang tersebar di seluruh wilayah, menurut militer Israel. Per 1 Juli, hanya tiga dari 24 batalyon ini yang tidak lagi bisa bertempur secara  efektif karena dihancurkan oleh militer Israel, menurut penilaian CTP dan ISW. Delapan batalyon tempur efektif, mampu melaksanakan misi melawan tentara Israel di darat di Gaza. 

Sedangkan 13 sisanya telah terdegradasi, hanya mampu melakukan serangan gerilya secara sporadis dan sebagian besar tidak berhasil. Batalyon di Gaza tengah adalah yang paling sedikit mengalami kerusakan di jalur tersebut, menurut sumber dan analisis militer Israel. Sumber-sumber Israel mengatakan mereka belum “menangani” batalyon-batalyon tersebut secara memadai karena mereka diyakini menyandera banyak orang Israel.

Analisis CTP, ISW dan CNN mengenai kemampuan Hamas untuk menyusun kembali fokus pada 16 batalyon di Gaza tengah dan utara, yang merupakan target serangan Israel yang paling lama berjalan. Tujuh dari 16 batalyon ini telah mampu menyusun dan membangun kembali beberapa kemampuan militer mereka setidaknya sekali dalam enam bulan terakhir. Semua ini berada di bagian utara Jalur Gaza yang diluluhlantakkan Israel.

Analisis yang dipublikasikan dalam laporan CNN ini tidak memasukkan Gaza bagian selatan karena data historis yang tidak lengkap mengenai status delapan batalyon Hamas yang diyakini beroperasi di sana. Pakar militer AS yang diwawancarai untuk laporan ini mengatakan bahwa tindakan Israel atas perang tersebut, yang ditandai dengan pengeboman brutal, dan tidak adanya rencana pascaperang telah membantu memicu kebangkitan Hamas. 

Terdapat bukti kebangkitan kembali hal tersebut di titik-titik konflik utama. Di kamp pengungsi Jabaliya, Israel mengatakan pihaknya kembali pada bulan Mei untuk melakukan perlawanan “sengit” dari tiga batalyon Hamas, meskipun telah menghancurkan daerah tersebut dalam kampanye pemboman selama hampir tiga bulan pada musim gugur. Dan Israel telah melancarkan empat serangan di lingkungan Zeitoun di Kota Gaza, menurut analisis tersebut.

“Jika sebagian besar batalyon Hamas dihancurkan, pasukan Israel tidak akan lagi berperang,” kata pensiunan Kolonel Angkatan Darat AS Peter Mansoor, yang membantu mengawasi pengerahan tambahan 30.000 tentara AS ke Irak pada 2007.

Mansoor menjabat sebagai pejabat eksekutif pensiunan Jenderal David Petraeus, yang merupakan kepala pasukan multinasional pimpinan AS pada saat itu. “Fakta bahwa mereka masih berada di Gaza, masih berusaha mengusir unsur-unsur batalyon Hamas menunjukkan kepada saya bahwa Perdana Menteri Netanyahu salah,” tambahnya. “Kemampuan Hamas untuk menyusun kembali kekuatan tempurnya tidak berkurang.”

Menanggapi investigasi CNN yang IDF mengatakan bahwa kesimpulan tersebut tidak akurat. “Dari intelijen dan temuan di lapangan, sebagian besar Brigade Hamas telah dibubarkan. Diperkirakan sebagian besar batalion memiliki tingkat kompetensi yang rendah dan tidak dapat lagi berfungsi sebagai kerangka militer,” kata IDF dilansir the Times of Israel. “Klaim yang dibuat dalam artikel tersebut bertentangan dengan pencapaian pasukan di lapangan, dan menciptakan gambaran yang salah tentang situasi Hamas di Gaza,” lanjut tanggapan tersebut. “

 

Israel mengatakan bahwa mereka telah membunuh setengah dari komandan Hamas dan lebih dari 14.000 pejuang di Gaza. Hamas membantah angka tersebut, meski belum menyebutkan jumlah korban. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, hampir 40.000 orang telah syahid dan lebih dari 91.000 orang terluka, sejak perang dimulai.

Sekitar 1.200 orang tewas dalam serangan pimpinan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober, dan lebih dari 250 orang diculik. 

Media Israel melaporkan sedikitnya 10 ribu tentara pasukan penjajahan Israel (IDF) tewas atau terluka akibat perlawanan pejuang Palestina di Jalur Gaza. Angka itu jauh melampaui angka yang dilansir markas besar IDF.

Media Israel Yedioth Ahronoth menuliskan, mereka memeroleh nama-nama sekitar 10 ribu ribu tentara Israel termasuk di antara korban tewas atau terluka dalam agresi yang sedang berlangsung di Jalur Gaza. Hal itu termuat dalam laporan yang diterbitkan pada Ahad.

Surat kabar tersebut menyoroti bahwa sekitar seribu tentara ditambahkan ke dalam barisan mereka yang terluka secara fisik dan mental di departemen rehabilitasi militer Israel setiap bulannya, menurut data departemen.

Terlepas dari angka-angka yang mengejutkan ini, baik Knesset maupun pemerintah telah melanjutkan penyusunan ulang dan pengesahan undang-undang untuk memperluas wajib militer, sehingga membuat tentara reguler berada dalam keadaan frustasi yang signifikan, menurut media Israel.

Yedioth Ahronoth mengutip ayah seorang tentara dari brigade elit Israel Nahal, yang saat ini menjadi bagian dari pasukan yang menyerang Rafah di Jalur Gaza selatan, yang menyatakan keprihatinan mendalam tentang kondisi tentara tersebut. “Situasi seperti ini belum pernah terjadi dalam sejarah perang Israel, bahkan pada tahun 1948,” katanya. “Tentara bertempur dalam kondisi yang tidak menguntungkan selama sepuluh bulan berturut-turut.”

Menurut data Israel, berdasarkan sensor militer, lebih dari 690 perwira dan tentara telah terbunuh sejak 7 Oktober. Selain itu, mereka mengumumkan sekitar 2.500 tentara terluka. Atas angka-angka itu, militer Israel saat ini menghadapi tuduhan internal karena menyembunyikan jumlah korban jiwa yang sebenarnya, yang dilaporkan jauh lebih tinggi. Kelompok pejuang Palestina berulang kali mengeklaim bahwa yang mereka habisi di Gaza jauh lebih banyak yang diumumkan pemerintah Israel.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler