Yahya Sinwar Jadi Pemimpin, Hamas Total War Habisi Israel

Penunjukkan Yahya Sinwar sinyal komunikasi Hamas lawan Israel hanya dengan peluru

EPA-EFE/MOHAMMED SABER
Senior Hamas leader in Gaza Strip, Yahya Al-Sinwar (C) attends a Hamas rally marking Al-Quds Day, or
Rep: Bambang Noroyono Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID,   JAKARTA — Penunjukkan Yahya Sinwar sebagai pemimpin Hamas menggantikan almarhum Ismael Haniyeh, merupakan pernyataan sikap dari faksi terbesar pejuang di Jalur Gaza itu terhadap situasi di Palestina saat ini.

Baca Juga


Pengamat Timur Tengah Dina Sulaeman menilai, penunjukkan Sinwar dapat diartikan sikap semakin mengerasnya perlawanan Hamas terhadap Zionis Israel. Sekaligus, jawaban kepada internasional yang tak pernah konsisten mentaati beragam resolusi dan perjanjian untuk mengakui Palestina sebagai negara merdeka.

“Yahya Sinwar ini, dia memastikan bahwa proses negosiasi yang dilakukan selama puluhan tahun terkait Palestina selama ini, tidak pernah berhasil, dan tidak membawa hasil,” begitu kata Dina kepada Republika, Rabu (7/8/2024).

“Karena dunia internasional, atau komunitas inernasional, yang dimaksud itu seperti PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) dan juga negara-negara barat, dan juga negara-negara di kawasan, tidak pernah berhasil, dan tidak pernah konsisten dalam memaksa Zionis Israel untuk mematuhi berbagai perjanjian, berbagai resolusi terkait Palestina,” sambung Dina.

Sebab itu, menurut Dina, penunjukkan Sinwar, yang merupakan tokoh nonkonformis di internal Hamas, merupakan penyampaian terbuka dari faksi bersenjata di Jalur Gaza tersebut, untuk hanya menjadikan medan peperangan, sebagai wadah satu-satunya yang tersisa dalam penyikapi brutalisme Zionis Israel di Tanah Palestina.

“Sehingga bagi Sinwar ini, dia berpandangan bahwa perjuangan bersenjata, adalah satu-satunya cara untuk penghapusan penjajahan, dan untuk kemerdekaan Palestina dari Zionis Israel,” begitu ujar Dina.

“Jadi terpilihnya Sinwar ini, memang artinya, akan terus berlanjut perjuangan bersenjata untuk kemerdekaan Palestina. Yang artinya, jalan untuk bernegosiasi (dengan Zionis Israel), sudah nyaris tertutup. Bagi Hamas saat ini, keputusan ada di lapangan, ada di medan peperangan,” kata Pengajar Hubungan Internasional dan Geopolitik Timur Tengah di Universitas Padjajaran (Unpad) itu.

Karena menurut Dina, Sinwar, selama ini, salah-satu komandan Hamas yang tak pernah terdeteksi berada di luar zona perlawanan. “Karena Sinwar ini berada di Jalur Gaza. Dia (Sinwar) tidak ada di Qatar, atau di negara lain. Sementara negosiasi-negosiasi selama ini terjadinya di Qatar,” sambung Dina.

Masa depan Deklarasi Beijing

Lihat halaman berikutnya >>>

 

Penunjukkan Yahya Sinwar sebagai pemimpin baru bagi Hamas, menurut Dina, juga bakal memengaruhi Deklrasi Beijing. Deklrasi Beijing adalah perjanjian rekonsiliasi terbuka untuk penyatuan damai 14 faksi-faksi perjuangan di seluruh Tanah Palestina.

Deklarasi Beijing berhasil diinisiasi oleh China, pada Juli 2024 lalu. Dua faksi terbesar yang turut serta menandatangani deklarasi tersebut adalah Hamas dan Fattah yang merupakan faksi politik terbesar kedua di Palestina. Jika Hamas selama ini terkenal sebagai faksi politik-bersenjata nonkooperatif di Jalur Gaza, adapun Fattah, faksi politik lunak yang berbasis di Ramallah. Sejak lama, kedua faksi besar di Palestina ini dikondisikan selalu tak bisa akur.

Dalam Deklarasi Beijing, perwakilan dan negosiator Hamas saat itu, adalah Ismail Haniyeh yang punya pandangan kooperatif, dan terbuka untuk penyatuan faksi-faksi perjuangan di seluruh Palestina. Dina mengatakan Hamas di bawah kepemimpin Sinwar sekarang ini, diharapkan tetap komitmen mewarisi jalan damai Ismael Haniyeh untuk misi penyatuan faksi-faksi Palestina itu. “Kalau dikaitkan dengan Deklarasi Beijing, bukan berarti Sinwar tidak setuju meskipun bukan dia yang di sana, bukan berarti nantinya ada dualisme keputusan di Hamas. Menurut saya tidak,” kata Dina.

Hanya saja, kata Dina, penunjukkan Sinwar sebagai pemimpin baru bagi Hamas ini, merupakan situasi yang baru pasca-Deklarasi Beijing. “Yang harus diperhatikan, terpilihnya Sinwar ini, merupakan perkembangan baru di mana negosiator terdepan Hamas dalam Deklrasi Beijing itu (Ismail Haniyeh) dibunuh oleh Zionis Israel. Jadi negosiasi macam apa nantinya yang akan bisa diterapkan, ketika satu pihak dibunuh oleh pihak lain?,” begitu kata Dina.

Hamas mengabarkan penunjukkan Yahya Sinwar sebagai pemimpin baru menggantikan Ismail Haniyeh yang syahid, Rabu (31/7/2024) pekan lalu. Kantor berita Reuters mengabarkan, Sinwar resmi ditunjuk pada Selasa (6/8/2024) sebagai pemimpin faksi terbesar Gerakan Perlawanan Islam untuk Palestina di Jalur Gaza itu.

“Gerakan Perlawanan Islam - Hamas, mengumumkan hasil pemilihan Yahya Sinwar sebagai Kepala Biro Politik Gerakakan Perlawanan Hamas, menggantikan Ismail Haniyeh yang telah wafat,” begitu pernyataan resmi Hamas yang dikutip dari Reuters, pada Rabu (7/8/2024) dini hari. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler