Ini Alasan Baleg DPR Pilih Merujuk Putusan MA daripada Putusan MK Soal Batas Usia Cakada

Baleg DPR mengatakan, MK tidak berwenang membuat norma baru dari suatu UU.

Republika/Prayogi
Suasana jalannya sidang pendahuluan pengujian materiil Undang-Undang di MK.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi menyebut pihaknya lebih condong merujuk pada putusan Mahkamah Agung (MA) daripada Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai norma hukum dalam menyepakati ketentuan batas usia minimum calon kepala daerah untuk maju pilkada. Alasannya, kata Baidowi, karena putusan MA lebih eksplisit.

"Atas dasar norma hukum yang lebih eksplisit itulah kemudian kami yang memiliki pandangan hukum, semua fraksi, mayoritas fraksi itu menyepakati memilih yang jelas saja yang sudah berbunyi dalam putusan," kata Awiek, sapaan karibnya, ditemui usai Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada Badan Legislasi DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024).

Dia menjelaskan bahwa MA dan MK merupakan dua lembaga hukum yang setingkat. Namun, dia mengatakan bahwa putusan MA No.23 P/HUM/2024 lebih jelas mengatur tentang persyaratan usia calon kepala daerah.

"Mahkamah Agung sudah memutuskan terkait dengan klausul usia itu secara jelas, eksplisit menegaskan bahwa calon gubernur atau calon wakil gubernur bersyarat berusia 30 tahun saat pelantikan. Itu bunyi putusan Mahkamah Agung, dan itu bunyi hukum, jelas itu," ucapnya.

Sementara itu, dia menyebut putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 menolak pengubahan syarat usia minimum calon kepala daerah yang dihitung saat pelantikan pasangan calon terpilih, sebagaimana merujuk pada putusan MA.

"Kemarin putusannya menolak. Menolak itu bukan berarti membatalkan pasal yang sudah ada dan tidak menghapus, tidak mengubah pasal yang ada. Pasal yang ada di Undang-Undang Pilkada itu hanya disebut usia 30 tahun, tidak disebutkan kapan," ujarnya.

Atas dasar itu, Awiek menyebut putusan yang lebih tegas dengan menyebutkan usia 30 tahun disertai dengan keterangan waktu dihitung sejak pelantikan, lebih dipilih pihaknya sebab dianggap mampu memberikan kepastian.

"Nah, bunyi putusan MK kan teman-teman sudah bisa lihat sendiri. Jadi supaya tidak ada kebimbangan, supaya tidak ada kebuntuan maka perlu politik hukum untuk menjembatani persoalan ini dengan melakukan revisi terhadap undang-undang yang kebetulan revisi undang-undang ini sudah diusulkan sejak bulan November 2023," kata dia.

Dia juga menyebut MK tak memiliki kewenangan dalam merumuskan undang-undang sebab menjadi kewenangan DPR RI dan Pemerintah. Termasuk dalam hal merumuskan ketentuan batas usia minimum calon kepala daerah untuk maju pilkada melalui revisi UU Pilkada.

"Yang diamanatkan oleh konstitusi itu membentuk undang-undang adalah Pemerintah bersama DPR. Mahkamah Konstitusi sifatnya adalah negatif legislation, jadi membatalkan ataupun menolak. Bukan merumuskan norma. Merumuskan norma, membuat norma itu tugasnya pembentuk undang-undang," kata dia.

Sebelumnya, Baleg DPR RI menyepakati daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) terkait batas usia minimum calon kepala daerah untuk maju pilkada merujuk pada putusan Mahkamah Agung (MA) yang dihitung sejak pelantikan.

"Setuju ya merujuk pada putusan Mahkamah Agung, ya? Lanjut?” tanya Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi atau Awiek saat memimpin rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.

Rumusan DIM nomor 72 yang disetujui Panja RUU Pilkada itu berbunyi: "d. berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur, serta 25 tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan calon wakil walikota terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih."

Adapun pada Sebelumnya, Selasa (20/8), Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan dua putusan krusial yang terkait dengan tahapan pencalonan kepala daerah, yakni Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.

Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusung pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.

Sementara itu, Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 menegaskan bahwa batas usia minimum calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Putusan itu menggugurkan tafsir putusan Mahkamah Agung (MA) sebelumnya yang menyebut bahwa batas usia itu dihitung sejak pasangan calon terpilih dilantik.

Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (20/8/2024), membacakan putusan atas uji materi Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada). Lewat Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024, MK menegaskan bahwa syarat usia calon kepala daerah harus terpenuhi pada saat penetapan pasangan calon peserta pilkada oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Sebagai penyelenggara, KPU menetapkan batas usia minimum calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah sesuai dengan batas usia minimum yang diatur dalam undang-undang. Berkenaan dengan ini, penting bagi Mahkamah menegaskan, titik atau batas untuk menentukan usia minimum dimaksud dilakukan pada proses pencalonan, yang bermuara pada penetapan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah," ucap Wakil Ketua MK Saldi Isra di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa (20/8/2024).

Pada perkara ini, para pemohon, yakni A. Fahrur Rozi dan Anthony Lee, yang keduanya merupakan mahasiswa, meminta MK menambahkan frasa "terhitung sejak penetapan pasangan calon" ke dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada. Pasal tersebut mengatur syarat usia minimum calon kepala daerah.

Saldi menjelaskan norma pasal diuji memang tidak mencantumkan secara eksplisit ihwal frasa "terhitung sejak penetapan pasangan calon". Namun, apabila ditelisik berdasarkan pendekatan sistematis, peraturan batasan usia minimum untuk dapat diajukan sebagai calon kepala daerah (cakada) selalu ditempatkan dalam bab yang mengatur mengenai persyaratan calon.

Pendekatan sistematis tersebut juga dapat dibaca dan dipahami dalam konteks tahapan pilkada. Dalam hal ini, MK menyatakan bahwa tahapan pendaftaran, penelitian persyaratan calon, serta penetapan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah berada dalam satu kelindan.

Karena berada dalam satu kelindan maka semua yang menyangkut persyaratan harus dipenuhi sebelum dilakukan penetapan calon. Artinya, menurut MK, penelitian keterpenuhan persyaratan calon kepala daerah harus dilakukan sebelum tahapan penetapan pasangan calon.

"Dalam hal ini, semua syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU 10 Tahun 2016 harus dipastikan telah terpenuhi sebelum penyelenggara, in casu KPU, menetapkan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah," ujar Saldi.

Baca Juga


Selain itu, MK juga mengatakan bahwa fakta empirik membuktikan penentuan keterpenuhan persyaratan calon kepala daerah selama ini dihitung atau ditentukan pada tahapan penetapan pasangan calon.

"Dalam hal ini, misalnya, sejak pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diselenggarakan serentak terhitung mulai tahun 2015, 2017, 2018, dan 2020, titik atau batas penentuan keterpenuhan persyaratan calon selalu dilakukan pada tahapan penetapan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah,” ujar Saldi.

Selain itu, MK juga menyatakan keterpenuhan syarat calon anggota legislatif, DPR, DPD, DPRD, maupun syarat calon presiden dan wakil presiden juga ditentukan ketika penetapan pasangan calon.

"Artinya, segala persyaratan yang harus dipenuhi pada tahapan pencalonan harus tuntas ketika ditetapkan sebagai calon dan harus selesai sebelum penyelenggaraan tahapan pemilihan berikutnya," imbuh Saldi.

Lebih lanjut, MK memberi ultimatum kepada KPU untuk mengikuti pertimbangan MK dalam putusan ini.

"Jika penyelenggara tidak mengikuti pertimbangan dalam putusan Mahkamah a quo, sebagai pemegang kekuasaan kehakiman yang berwenang menyelesaikan sengketa hasil pemilihan, calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang tidak memenuhi syarat dan kondisi dimaksud, berpotensi untuk dinyatakan tidak sah oleh Mahkamah," kata Saldi.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler