Dibahas Sat-Set Sehari, RUU Pilkada yang Bertentangan dengan Putusan MK Disahkan DPR Besok

Hanya Fraksi PDIP yang tidak setuju untuk mengesahkan RUU Pilkada menjadi UU.

Antara/M Agung Rajasa
Gedung DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. (Ilustrasi)
Rep: Bayu Adji P Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Legislasi (Baleg) DPR menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas Undang-Undang Pilkada, Rabu (21/8/2024). Kesepakatan itu dicapai setelah mayoritas fraksi partai politik menyetujui draf RUU Pilkada dalam pembahasan yang dilakukan di Gedung Nusantara I, Senayan.

Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi atau Awiek telah memberikan ruang kepada seluruh fraksi untuk menyampaikan pendapatnya terhadap RUU Pilkada. Hanya, Fraksi PDIP yang menyatakan tidak setuju untuk mengesahkan RUU Pilkada menjadi undang-undang di rapat paripurna.

"Apakah hasil pembahasan RUU tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi undang-undang dapat diproses sesuai peraturan perundang-undangan?" kata Awiek dalam rapat tersebut.

Peserta rapat kemudian menyetujui agar RUU Pilkada dapat dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi UU. Awiek kemudian mengucapkan syukur lantaran RUU Pilkada dapat disetujui hampir seluruh fraksi partai politik di DPR.

"Alhamdulillah," ujar dia.

Adapun fraksi yang menyetujui RUU Pilkada dibawa ke rapat paripurna untuk dijadikan UU adalah Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Golkar, PKS, Partai Nasdem, PAN, PKB, dan PPP. Sementara itu, PDIP menjadi satu-satunya partai tak setuju RUU Pilkada dilanjutkan ke rapat paripurna.

Diketahui, terdapat dua pasal dalam RUU Pilkada yang menjadi alasan PDIP tak setuju melanjutkan pembahasan ke tingkat paripurna. Pertama adalah Pasal 40 yang menyatakan partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan paling sedikit 20 persen kursi atau 25 persen suara sah. Hanya partai politik atau gabungan partai politik nonparlemen yang dapat mendaftarkan calon dengan persyaratan sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024.

Selain itu, PDIP juga tak setuju dengan Pasal 7 poin d terkait batas usia calon kepala daerah yang dihitung pada saat pelantikan kepala daerah terpilih. Padahal, MK telah mengeluarkan Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang menegaskan syarat usia kepala daerah dihitung saat penetapan pasangan calon.

Berdasarkan undangan dari Sekretariat Jenderal DPR, yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Arini Wijayanti pada Rabu (21/8/2024), DPR menjadwalkan Rapat Paripurna DPR pada 22 Agustus 2024. Dalam undangan itu, tercantum acara pembicaraan tingkat II/pengambilan keputusan terhadap Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota menjadi Undang-Undang. 

Anggota Fraksi PDI Perjuangan T.B. Hasanuddin mengatakan bahwa Rapat Badan Legislasi DPR RI pembahasan RUU Pilkada yang disebut bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi soal syarat ambang batas pencalonan dalam pilkada berlangsung singkat dan langsung ketok palu.

Baca Juga



"Itu hanya 'sat-set sat-set' ketok saja, begitu ya," kata Hasanuddin kepada awak media di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.

Adapun, Fraksi Partai Gerindra menilai RUU Pilkada sebagai angin segar demokrasi. Pasalnya, RUU itu akan mengakomodasi partai politik nonparlemen untuk mencalonkan kepada daerah tanpa harus memiliki kursi di DPRD.

"Pandangan Fraksi Partai Gerindra dalam rapat ini saya beri judul Angin Segar Demokrasi di DPR. Keputusan hari ini bagaikan angin segar demokrasi yang berhembus dari Gedung DPR," kata anggota Baleg DPR Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman, saat membacakan pandangan fraksi dalam rapat kerja RUU Pilkada di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024).

Habiburokhman menilai, keputusan yang dibuat hari ini merupakan keputusan yang sangat bersejarah. Pasalnya, DPR disebut dapat menegakkan lagi marwah sebagai lembaga perwakilan rakyat.

"Kita menyelamatkan hak konstitusi rakyat yang dibenankan di pundak kita untuk menyusun UU, sebagaimana diatur di Pasal 20 UUD 1945, dari pembegalan yang dilakukan oleh pihak lain. Pihak lain tersebut sebenarnya tidak memiliki hak untik menyusun UU, tapi mengambil peran seolah memiliki hak menyusun UU," kata dia.

Menurut ia, ada kejanggalan dalam rapat tersebut karena draf RUU Pilkada yang ditayangkan di layar tidak sama dengan draf dokumen yang dicetak dan dibagikan kepada anggota DPR peserta rapat. "Saya ulangi lagi, tadi yang ditayangkan itu tidak sesuai dengan keputusan MK. Begitu dicetak, beda," kata purnawirawan jenderal bintang dua TNI AD tersebut.

Setelah itu, tambah Hasanuddin, Fraksi PDIP akan menggelar rapat guna membahas hasil rapat Badan Legislasi tersebut karena rapat itu tidak memberikan banyak kesempatan kepada fraksi-fraksi untuk menyampaikan pandangannya.

"Kami akan meneruskan perjuangan untuk tetap kita mendorong agar demokrasi di Indonesia berjalan sesuai dengan aturan," kata dia.

Anggota Baleg DPR dari Fraksi PDIP M Nurdin mengatakan, pembahasan perubahan terhadap UU seharusnya disesuaikan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024. Pasalnya, Putusan MK bersifat final dan mengikat.

"Apabila ini diingakari, maka ini jadi preseden buruk preseden buruk dalam penegak hukum, karena di negara manapun tidak ada lembaga politik yang mengutak-atik putusan Mahkamah Konstitusi yang telah final," kata dia di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024). 

Karena itu, Nurdin mengatakan, Fraksi PDIP memberikan beberapa catatan RUU Pilkada. Pertama, fraksi PDI Perjuangan berpandangan Putusan MK yang mengatur soal usia pencalonan dan threshold, sebagai kemudian diatur dalam Pasal 7 poin d dan Pasal 40 dalam RUU Pilkada, berpedoman terhadap putusan MK karena bersifat final. Menurut dia, MK telah secara rinci dan jelas mengatur dua hal tersebut tanpa perlu ditafsirkan kembali. 

"Kedua, Fraksi PDIP meminta nota keberatan pada saat paripurna nanti apabila pembahasan RUU ini menegasikan Putusan MK Nomor 60 dan 70," kata Nurdin.

Ketiga, ia menambahkan, PDIP berpendapat RUU Pilkada perlu mengikuti putusan MK. Pasalnya, hal itu telah jelas diatur terkait batas usia dan threshold, sesuai dengan pasal 10 ayat 1 UU Nomor 12 Tahun 2001 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang menyebutkan materi muatan dalam undang-undang berisi tindak lanjut atas putusan MK.

Keempat, Fraksi PDIP berpandangan bahwa pembahasan RUU terkesan jauh dsri prinsip keterlibatan partisipasi masyarakat yang bermakna. Padahal, hal itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembahasan UU.

"Berdasarkan catatan iru, Fraksi PDIP menyatakan sikap tidak sependapat RUU tersebut dibawa pada tingkat selanjutnya," kata Nurdin.

 

Jadwal Pilkada Serentak 2024 - (Infografis Republika)

Adapun, Fraksi Partai Gerindra menilai RUU Pilkada sebagai angin segar demokrasi. Pasalnya, RUU itu akan mengakomodasi partai politik nonparlemen untuk mencalonkan kepada daerah tanpa harus memiliki kursi di DPRD.

"Pandangan Fraksi Partai Gerindra dalam rapat ini saya beri judul Angin Segar Demokrasi di DPR. Keputusan hari ini bagaikan angin segar demokrasi yang berhembus dari Gedung DPR," kata anggota Baleg DPR Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman, saat membacakan pandangan fraksi dalam rapat kerja RUU Pilkada di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024).

Habiburokhman menilai, keputusan yang dibuat hari ini merupakan keputusan yang sangat bersejarah. Pasalnya, DPR disebut dapat menegakkan lagi marwah sebagai lembaga perwakilan rakyat.

"Kita menyelamatkan hak konstitusi rakyat yang dibenankan di pundak kita untuk menyusun UU, sebagaimana diatur di Pasal 20 UUD 1945, dari pembegalan yang dilakukan oleh pihak lain. Pihak lain tersebut sebenarnya tidak memiliki hak untik menyusun UU, tapi mengambil peran seolah memiliki hak menyusun UU," kata dia.

Menurut Habiburokhman, melalui RUU Pilkada, DPR mengakomodasi partai yang tidak memiliki kursi di DPRD untuk dapat mencalonkan kepala daerah di pemilihan kepala daerah (pilkada) sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024.

"Di sisi lain, kami juga merestorasi kerusakan yang timbul akibat kegaduhan politik beberapa hari ini akibat adanya penyamarataan membabi buta antara partai peraih kursi dengan partai yang tidak meraih kursi di DPRD," kata dia.

Karena itu, dalam RUU Pilkada, ambang batas partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD tetap sebesar 20 persen kursi atau 25 persen suara sah. Aturan itu berbeda dengan ambang batas partai nonparlemen yang dapat mencalonkan sesuai Putusan MK.

"Singkatnya, dengan UU ini, baik partai politik peraih kursi di DPRD dan yang belum memiliki kursi sama-sama berhak mengajukan calon kepala daerah dengan pengaturan masing-masing. Partai Gerindra menyatakan setuju RUU ini disahkan menjadi UU dan dibahas di paripurna," ujar Habiburokhman.

Komik Si Calus : Dinasti - (Daan Yahya/Republika)

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler